Jakarta – Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pada Sabtu, (3/2) mengadakan rapat bersama jajaran Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dan Direksi Perum LPPNPI / Airnav Indonesia di JATSC, Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang Banten. Pada rapat ini dibahas tentang pengembangan bandara di tiga lokasi dengan tingkat kepadatan Bandara tertinggi di Indonesia yakni Jakarta, Bali dan Papua.

“hari ini kami rapat untuk mendengar rencana improvement dari Airnav di tiga lokasi,yaitu Jakarta, Bali dan Papua. Ini karena tiga lokasi ini adalah lokasi yang penting dengan tingkat kepadatan yang tinggi,” sebut Menhub.

Untuk Jakarta, Menhub mengatakan telah banyak hal yang dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan pergerakan pesawat. Salah satu pengembangan yang akan dilakukan yaitu pembangunan landasan pacu (runway) ketiga Bandara Soekarno-Hatta. Dengan adanya runway 3 ini maka akan didapatkan pergerakan pesawat (movement) yang semakin tinggi yakni di atas 100 pergerakan pesawat per jam.

Panjang runway 3 rencananya adalah 3000 meter. Runway 3 ini sendiri nantinya tidak akan independen, karena jarak dengan runway 2 hanyalah sekitar 550 meter. Pembebasan lahannya Menhub menyebut akan diselesaikan bulan April. Sedangkan proses pembangunan sendiri telah dimulai dengan pembangunan taksi way yang akan menghubungan runway 3.

“Runway 3 itu memang tidak independent dengan jarak dari runway 2 tidak lebih dari 550 meter. Tapi pada saat itu Bandara Soekarno-Hatta akan jauh lebih baik, lebih safety terutama dari segi maintenance. Kalau sekarang maintenance, sambil dipergunakan sehingga dilakukan dengan window time yang pendek. Kalau nanti ada runway 3 begitu ada suatu maintenence dapat dpakai 2 runway sedangkan yang satu di maintenance. Karena Jakarta adalah ibukota kita harus pastikan proses maintenance itu harus berlangsung dengan baik,” jelas Menhub.

Sedangkan untuk di Bali, guna persiapan menghadapi IMF Meeting bulan Oktober, juga akan ada beberapa perbaikan yang dilakukan oleh Angkasa Pura I seperti perbaikan parking stand dan pengaturan pergerakan pesawat yang lebih baik. Sehingga diharapkan pergerakan pesawat di Bandara Ngurah Rai yang tadinya 28 menjadi 35 pergerakan.

“Diperkirakan untuk acara tersebut sampai akan ada pergerakan pada satu hari di hari H sebanyak 100 movement. Dari perhitungan kita, kita ada ruang sampai 300 movement jadi sebenarnya tidak ada masalah mengenai movement itu sendiri, tapi kita memang akan mendayagunakan untuk pesawat-pesawat yang round atau menginap, tidak mungkin kita memarkir pesawat. Karenanya ada beberapa bandara di sekitar Bali yang kita pergunakan. Ini memang suatu hal yang penting karena hari-hari itu adalah hari yang penting untuk promosi pariwisata khususnya di Bali,” ungkap Menhub.

Selain itu Menhub juga menginstruksikan semua penerbangan dalam negeri yang ke Bali pada acara tersebut, apabila memungkinkan untuk dilakukan dengan pesawat berbadan lebar (wide body).

“Kita lakukan dengan wide body. Sehingga, ruang-ruang itu bisa dipakai. Pada acara tersebut pesawat-pesawat kecil mungkin jangan ke Bali dulu, gunakan pesawat yang lebih besar,” ujar Menhub.

Jika di Jakarta dan Bali ini berkaitan dengan level of service, maka menurut Menhub yang ada di Papua adalah level of safety. Menhub berujar bahwa untuk masalah safety di Papua belum maksimal. Menhub menyampaikan bahwa di Papua selain meningkatkan alat-alat, membuat rute dan lain sebagainya, maka juga harus menggunakan dua bandara lain yakni Timika dan Dekai sebagai titik berangkat ke bandara-bandara lainnya.

“Karena di Papua, dengan kepadatan yang tinggi, window time cuma dua jam di pagi hari itu padat sekali dan kalau mereka berangkat dari tiga titik berarti probabilitynya menjadi lebih banyak. Kualitasnya ditingkatkan peralatannya, jalur lalu lintasnya menjadi tiga kali lipat. Dengan adanya banyak lalu lintas, pesawat itu tidak overload, karena dengan overload itu membuat pesawat-pesawat itu kadang-kadang overshoot, bablas. Ini yang kita bicarakan, kita memang akan improve lagi yang di Papua,” terang Menhub.

Berkaitan dengan alat-alat pengukur cuaca dan lain sebagainya, Menhub sudah menugaskan Ditjen Perhubungan Udara dan Airnav untuk membantu BMKG untuk melengkapi alat-alat itu.

“Papua memiliki Bandara lebih dari lima ratus, tetapi yang besar kira-kira dua ratus, dan banyak yang diketinggian. Selama ini di Papua penerbangan dilakukan dengan visual. Beberapa saat yang lalu kita sudah menambah ADSB, dan itu sudah meng-improve mereka tidak terbang dengan visual lagi,” tutup Menhub. (HH/TH/AL/BI)