(Medan, 24/12/09) Pemerintah akan melakukan peninjauan kembali (review) struktur pembiyaan pembangunan Bandara Medan Baru di Kualanamu, Deli Serdang, Sumatera Utara. Tujuannya adalah untuk mencari peluang penghematan biaya tanpa mengubah rencana pengerjaan pembangunan, agar target pengoperasian bandara tersebut bisa direalisasikan sesuai rencana.

Review ini untuk melihat seberapa besar value engineering-nya. Yaitu kemungkinan penghematan biaya yang bisa didapatkan. Fokusnya efisiensi. Kalau ada percepatan, kita akan lihat seperti apa peluangnya,” papar Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono usai mendengarkan pemaparan dari tim pelaksana pembangunan di Bandara Polonia, Medan, Kamis (24/12).
 
Pada pemaparannya, tim pelaksana yang diwakili Joko Waskito sebagai pimpinan proyek sektor privat dan Prio Budiono untuk sektor publik, menyebutkan adanya pembiayaan operasional pembangunan cukup besar yang belum tertutupi. Kebutuhan tersebut terletak pada pos pembangunan sektor publik untuk periode 2010, yang jumlahnya mencapai Rp 1,4 triliun lebih.
 
Mereka menyebutkan, kekurangan anggaran itu akan memunculkan sejumlah dampak terhadap kelancaran proses pembangunan. Antara lain kemungkinan adanya klaim, perlambatan pekerjaan, dan pemberhentian pekerjaan dari kontraktor yang ikatan kerjanya berakhir pada 2010. Kondisi itu berpotensi membuat penyelesaian target pembangunan fisik hingga 84 persen pada 2010 akan terpengaruh, sehingga target akhir penyelesaian pada 2011 dikhawatirkan tidak akan tercapai.
 
Joko menyebutkan, selisih yang cukup tinggi itu terjadi karena total anggaran yang dibutuhkan sebesar Rp 2 triliun lebih, sementara pemerintah hanya mengalokasikan Rp 600 miliar dalam daftar isian penggunaan anggaran (DIPA) 2010. Sedangkan untuk program 2011 sendiri, dibutuhan angaran sedikitnya Rp 996 miliar. Total kebutuhan pembangunan sektor publik Bandara Kuala Namu dari awal hingga akhir sebesar Rp 4,3 triliun, namun dana yang tersedia sejak 2007 hingga 2009 baru mencapai Rp 1,3 triliun.
 
Menanggapi pemaparan itu, Wamenhub langsung mempertanyakan apakah hal tersebut sesuai rencana teknis awal. Karena menurutnya, besaran penambahan kebutuhan tersebut sangat signifikan karena perbedaannya sangat jauh dari dari total biaya yang dianggarkan pada awal perencanaan. ”Perbedaannya sangat signifikan, saya ingin mengetahui justifikasinya seperti apa. Karena penambahan itu tidak sama seperti yang disebutkan pada saat rapat-rapat sebelumnya,” ujar Wamenhub.
 
Untuk diketahui, pada awalnya, pembangunan bandara baru yang berlokasi di bekas areal perkebunan PT Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa, Desa Beringin, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang, tersebut hanya sebesar Rp3,6 triliun. Anggaran itu meliputi pembiayaan pembangunan sektor publik sebesar Rp 2,3 triliun dengan sumber pendanaan pemerintah, serta Rp 1,3 triliun untuk sektor privat yang pembangunannya dibiayai PT Angkasa Pura II dan konsorsium.
 
Menjawab pertanyaan Wamenhub, Joko Waskito mengatakan, ”Perbedaannya memang cukup besar, sekitar Rp900 miliar. Perubahan ini disebabkan adanya perubahan desain terkait kondisi tanah yang labil, antara lain untuk wilayah air side. Kalau untuk sektor privat, tidak ada perubahan,” ujarnya, yang langsung diamini Prio Boediono.
 
Wamenhub mengungkapkan, pembangunan Bandara Kuala Namu merupakan salah satu agenda percepatan pembangunan nasional yang harus segera diprioritaskan penyelesaiannya. Untuk itulah, setiap potensi yang akan menghambat pencapaian target penyelesaian pembangunannya harus segera dicarikan solusi. Salah satunya adalah dengan melakukan value engineering.
 
”Kita tidak ingin target pengoperasian Kuala Namu molor lagi. Kita upayakan, pembangunannya bisa selesai akhir 2010 dan sudah bisa dioperasikan pertengahan 2011. Value engineering, tidak hanya mencari penghematan dari segi biaya, tetapi juga dari segi waktu tanpa mengubah rencana teknis pembangunan. Nanti kita akan cek lagi anggaran sejak 2004 hingga 2010 ke Menkeu, dan melihat staging-nya (tahapan pengucuran anggaran) untuk 2011 nanti,” pungkas Wamenhub.
 
Menurut Wamenhub, perubahan-perubahan di luar rencana dalam perjalanan sebuah proyek pembangunan, terutama terkait masalah anggaran, adalah hal yang biasa terjadi. ”Cost over run seperti ini biasa dialami kontraktor. Faktor pemicunya juga banyak, salah satunya adalah inflasi yang membuat harga-harga material berubah. Termasuk juga perubahan struktur tanah seperti yang terjadi di Kuala Namu ini. Ini yang akan kita review,” tukasnya.
 
Tahapan Pembangunan Bandara Kuala Namu
Wacana perelokasian Bandara Polonia ke Kuala Namu telah direncanakan sejak tahun 1991. Bandara Polonia yang sudah berusia lebih dari 70 tahun dianggap tidak representatif lagi untuk menampung pergerakan penumpang dari dan menuju Sumatera Utara. Dengan kapasitas melayani maksimal hingga 900 ribu orang, arus penumpang di Polonia saat ini telah mencapai hingga lima juta orang per tahun.
 
Pembangunan Kuala Namu dibagi dalam tiga tahap, yang pelaksanaanya dimulai sejak Juni 2006. Penyelesaian Tahap I pembangunan bandara di atas lahan seluas 1365 hektare itu ditargetkan selesai pada tahun 2009 dan dapat dioperasikan pada 2010 dengan daya tampung di atas 8 juta penumpang. Namun hingga saat ini, total kemajuan yang dapat dicapai dicapai baru sebesar 25 persen.
 
”Penyelesaian air side agak berjalan terlambat. Sementara land side-nya cepat, juga akses jalannya. Ini yang akan kita sinkronisasikan, agar bisa selesai bersamaan. Kita akan kejar ketertinggalan di air side. Tapi saya senang, karena PT KA bilang, untuk pembangunan sarana pengangkutan tidak ada masalah. Mereka siap menyelesaikan fasilitas KA bandara jika terminalnya sudah siap,” pungkas Wamenhub.
 
Sedianya, tidak hanya sebagai pengalih, bandara Kuala Namu yang akan menjadi bandara terbesar kedua di Indonesia setelah Bandara Soekarno-Hatta juga diorientasikan mampu menjadi bandara pangkalan transit internasional di lintasan udara bagian utara Indonesia. Letaknya yang cukup strategis, membuat potensi Kuala Namu sebagai bandara transit internasional untuk menyaingi Kuala Lumpur, Singapura dan Hongkong, jauh lebih tinggi dibandingkan Soekarno-Hatta.
 
”Penerbangan di lintas Sumatera Utara ini terpadat di dunia, penerbangan dari Eropa ke Asia dan sebaliknya, cukup banyak. Ini yang membuat Kuala Namu lebih strategis dibandingkan Soekarno-Hatta,” jelas  Dirut PT Angkasa Pura II Edie Haryoto yang mendampingi Wamenhub. (DIP)