(Jakarta, 25/01/10) Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan akan menfasilitasi pembangunan infrastruktur jaringan perkeretaapian di Provinsi Papua. Program ini merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam mengembangkan sistem transportasi di Kawasan Timur Indonesia, yang diarahkan sebagai pembuka keterisolasian serta mendorong kegiatan perekonomian di wilayah tersebut.
 
Hal tersebut diungkapkan Menteri Perhubungan Freddy Numberi dalam sambutannya saat meresmikan pengoperasian dua unit kapal penyeberangan perintis di Pelabuhan Biak, Papua, akhir pekan lalu. ”Pemerintah pusat, melalui Kementerian Perhubungan siap memfasilitasi pembangunan infrastruktur kereta api di Papua. Memang agak sulit untuk membangun infrastruktur kereta api di Papua, mengingat topografi wilayahnya. Selain membutuhkan teknologi yang tepat, tentunya juga biaya yang cukup tinggi,” ungkapnya. Tetapi, lanjut Menhub, kendala tersebut bisa menjadi ringan jika didukung peran serta maksimal pemerintah daerah.
 
Menhub menegaskan, terlepas dari kendala-kendala yang ada, sudah saatnya sistem transportasi intermoda diterapkan di Papua. Di mana konsep keterhubungan itu tidak hanya melibatkan empat moda angkutan yang telah ada saat ini, yaitu darat, penyeberangan, laut, dan udara. Tetapi juga harus melibatkan satu moda angkutan lain yang belum pernah ada di Bumi Cendrawasih tersebut, yaitu kereta api.
 
Untuk diketahui, hingga saat ini, di samping angkutan laut dan penyeberangan, masyarakat Papua cukup mengandalkan moda transportasi udara. Meski berbiaya tinggi, moda angkutan udara mendominasi pilihan masyarakat dibandingkan moda angkutan lain, terutama untuk menjangkau wilayah-wilayah pedalaman yang dikelilingi pegunungan. Kondisi tersebut secara otomatis mendongkrak harga-harga logistik kebutuhan masyarakat akibat mahalnya ongkos distribusi.
 
Terkait hal itu, menurut Menhub, peran angkutan kereta api di Papua pada masa mendatang menjadi penting untuk mengikis biaya tinggi yang terjadi dengan menyokong moda angkutan lain, terutama moda angkutan darat. ”Jika diorientasikan untuk pengangkutan penumpang, mungkin tingkat kebutuhannya masih rendah, tidak seperti di Jawa. Tetapi untuk komoditi barang dan logistik, potensinya cukup besar. Kita bisa hubungkan pelabuhan dan bandara dengan kereta api untuk memfasilitasi pendistribusiannya. Sedangkan jalan raya, pemanfaatannya lebih terfokus pada pendistribusian orang,” paparnya.
 
Selain itu, Menhub juga menekankan bahwa penyusunan konsep pembangunan infrastruktur perhubungan di Papua tidak bisa hanya berorientasi pada kurun waktu singkat dan penyelesaian program-program jangka pendek. Pembangunan infrastruktur transportasi di Papua harus dikembangkan agar bisa memberikan kontribusi dalam pengentasan kemiskinan nasional, karena akan digunakan sebagai landasan utama bagi peningkatan perekonomian Papua di tengah terus berkurangnya sumber daya di daerah lain.
 
”Itu dasar yang harus dibangun di Papua saat ini, kalau ingin daerah ini berkontribusi pada pengentasan kemiskinan nasional. Kita tidak bisa hanya memikirkan saat ini dan besok, tetapi kita harus lihat 100 tahun ke depan kalau mau maju,” tegas Menhub.
 
Studi Kelayakan Mulai 2010
Pada wawancara terpisah, Dirjen Perkeretaapian Tundjung Inderawan yang turut mendampingi Menhub ke Biak, menambahkan, pengembangan infrastruktur perkeretaapian di Papua ini sesungguhnya bukan lagi sebuah wacana baru. Karena rencana tersebut telah dimasukkan dalam rencana induk perkeretaapian nasional yang telah dibuat sejak 2004 silam.
 
Pemerintah, imbuh Tundjung, dipastikan tidak akan bisa sepenuhnya membiayai pembangunan infrastruktur perekeretaapian di Papua mengingat tingginya biaya yang dibutuhkan serta keterbatasan anggaran yang dimiliki pemerintah. Terkait hal itu, pemerintah daerah diharapkan bisa menarik minat investor swasta untuk berperan dalam pembangunan moda transportasi yang sama sekali baru di Papua tersbut.
 
Namun, menurut Tundjung, Kementerian Perhubungan melalui Ditjen Perkeretaapian bisa memfasilitasi langkah awal program pembangunan ini dengan menyisihkan sebagian dana yang dimiliki untuk keperluan awal, yaitu untuk melakukan studi kelayakan (feasibility study).
 
”Tahun 2010 ini kita akan sediakan dana untuk melakukan feasibility study, berkisar antara Rp 600-800 juta,” jelasnya. Dia menambahkan, sedianya ada dua rute yang akan dinilai kelayakannya. Yaitu rute Manokwari – Sorong sepanjang sekitar 400 kilometer, dan rute Jayapura – Sarmi sepanjang sekitar 300 kilometer. ”Kita pilih daerah-daerah yang mudah dulu. Antara kedua rute itu nanti kita lihat prioritasnya. Mana yang kira-kira layak dijadikan sebagai pembangkit, itu yang kita dahulukan,”
 
Tundjung menambahkan, studi kelayakan yang merupakan langkah awal pembangunan infrastruktur kereta api di Papua ini tidak akan berorientasi pada pengangkutan penumpang. Karena itulah, penelitian yang diperkirakan memerlukan waktu sekitar setahun tersebut tidak akan mengacu pada kelayakan pembangunan dari sisi finansial, melainkan harus melihat dari sisi ekonomi.
 
”Karena orientasinya adalah pembangunan infrastruktur kereta api khusus untuk barang, bukan untuk penumpang. Jadi, nantinya akan dimanfaatkan oleh swasta untuk kepentingan produktivitas mereka. Tetapi, meski begitu, pemerintah bisa menitipkan kepentingan untuk misi pengangkutan penumpang. Misalnya kita minta mereka buatkan satu set kereta penumpang sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan penggunanya, itu bisa saja,” papar Tundjung. (DIP)