(Jakarta, 06/10/09) Departemen Perhubungan terus berupaya mendorong percepatan penyediaan infrastruktur transportasi, guna menghubungkan wilayah Jawa-Sumatera. Rencana pembangunan ini telah dimulai sejak lama, ditandai dengan sudah banyaknya studi/kajian, baik yang dilakukan pemerintah maupun kalangan perguruan tinggi. Namun, karena kendala yang dihadapi cukup besar mengakibatkan ide rencana pembangunan infrastruktur penghubung Jawa-Sumatera tersebut tertunda.

“Infrastuktur penghubung Jawa-Sumatera merupakan bagian dari sistem transportasi nasional. Jika rencana ini terealisasi tentunya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan aksesibilitas bagi daerah yang masih tertinggal di wilayah Sumatera maupun Jawa,” papar Sekretaris Jenderal Departemen Perhubungan  Moh. Iksan Tatang pada acara Seminar Aspek Pembiayaan, Kelembagaan, Regulasi dan Keamanan Rencana Pembangunan Infrastruktur Penghubung Jawa-Sumatera, di Departemen Perhubungan, Jl. Medan Merdeka 8, Jakarta, Selasa (6/10). 

Menurut Tatang, melihat kendala keuangan negara yang saat masih terkena krisis keuangan global, diharapkan rencana pembangunan infrastruktur penghubung Jawa-Sumatera dapat didanai sepenuhnya melelui keterlibatan pihak swasta. “Rencana pembangunan ini memang kembali muncul, setelah salah satu perusahaan swasta nasional merampungkan hasil studi kelayakan. Hasil pra studi itu sudah diserahkan, baik kepada pemerintah pusat maupun Pemerintah Provinsi Lampung dan Pemerintah Provinsi Banten,” jelasnya.

Tatang menilai, pembangunan berskala besar ini harus benar-benar disiapkan. Menurut dia, pemerintah tetap ingin meningkatkan keselamatan pengguna jasa transportasi. Pulau Sumatera saat ini pun mulai tersentuh optimalisasi sarana, prasarana transportasi.          

“Belajar dari pembangunan Jembatan Suramadu (Jawa-Madura), Jembatan Selat Sunda ini harus mengidentifikasi sejumlah masalah baik aspek regulasi, keamanan dan keselamatan,” imbuh Tatang.  Mengingat wilayah Selat Sunda termasuk dalam Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) 1, dimana frekuensi arus lalu lintas pelayaran kapal-kapal laut cukup tinggi. Selain itu,  di wilayah tersebut banyak tertanam pipa-pipa gas maupun kabel-kabel laut. “Sehingga nantinya infrastruktur tersebut dapat beroperasi tanpa adanya gangguan,” ujarnya.

Senada soal masalah pendanaan, Wakil Sekretaris Kabinet Lambok V. Nahattandas juga mengharapkan, keterlibatan swasta untuk mendukung terwujudnya proyek Jembatan Selat Sunda tersebut. Namun dia memastikan, jika regulasi nantinya menyepakati keterlibatan swasta, pemerintah tetap yang pegang kendali. “Kita takkan pernah membuka regulasi diatur swasta. Mereka boleh masuk tapi kita yang atur. Kami tetap memperjuangkan bagaimana nantinya pengguna jembatan tidak terbebani,” tegas dia. Jika melihat Perpres No 67 tahun 2005, pemerintah mengharapkan peran swasta, jika dimungkinkan bisa dilakukan deregulasi. “Harus dipikirkan juga tentang pengembangan kawasan Selat Sunda untuk mengembangkan pertumbuhan ekonominya,” ujar dia.

Sementara pakar hukum kelautan Prof. Hasjim Djalal mengingatkan, pembangunan Jembatan Selat Sunda bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan dalam sekejap. Pembangunan tersebut akan memakan waktu bertahun-tahun, perlu dukungan modal yang sangat besar, serta ketekunan dari seluruh masyarakat untuk mendukungnya. “Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS). Pertama, JSS akan melintas di kawasan laut yang dalam UU Indonesia telah dinyatakan sebagai. Selain itu perlu diperhatikan keselamatan kapal yang lewat, khususnya kapal-kapal besar, baik mengenai tingginya kolong jembatan, lebar antara tiang pancangan jembatan dan kedalaman alur pelayaran yang sering dipakai kapal-kapal raksasa,” papar Hasjim Djalal.

Senada dengan itu, Sekretaris Jenderal Perhubungan Laut Departemen Perhubungan  Bobby Mamahit mengingatkan berbagai potensi gangguan pembangunan jembatan itu. “Perlu perhatian khusus agar keselamatan pelayaran internasional, regional dan lokal yang banyak beroperasi di wilayah itu tidak terganggu,” katanya. Selain itu tambahnya, jembatan yang rencananya dibangun sekitar 75 meter itu tidak mengganggu alur pelayaran. Posisi dan tinggi jembatan diharapkan tidak menghalangi rencana bagan pemisah alur pelayaran (Traffic Separation Schemel). Perlu juga memperhitungkan kondisi tanah rawan gempa dan terdapat gunung berapi aktif yakni Krakatau.

Di sisi lain, Deputi Bidang Pendanaan Pembangunan Bappenas Lukita Dinarsyah Tuwo mengatakan, jika pemerintah tidak mempunyai dana untuk membangun JSS dan berencana untuk menyerahkan ke pihak swasta, maka pemerintah harus membuat perencanaan yang matang untuk detail yang harus dipenuhi oleh pemerintah. Jembatan yang membelah Selat Sunda sepanjang hampir 34 km itu diperkirakan menelan dana Rp 100 triliun. Sebelumnya jembatan Suramadu 4,5 km menelan biaya Rp 4 triliun. (JAB)