JAKARTA – Sebuah harapan baru, dengan rencana soft launching operasional Pelabuhan Patimban di Subang Jawa Barat pada akhir November 2020. Pelabuhan penyeimbang Tanjung Priok Jakarta ini akan terus dibangun secara bertahap dan akan selesai seluruhnya pada tahun 2027, dengan biaya alokasi biaya pembangunan mencapai Rp43 Triliun.

Pembangunan infrastruktur khusus untuk moda transportasi laut kelak diharapkan menjadi pusat seluruh kegiatan industri di Jawa Barat untuk aktivitas ekspor-impor dan distribusi ke seluruh Indonesia menggunakan Pantimban sebagai pelabuhan utama.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menegaskan bahwa keberadaan Pelabuhan Patimban menambah kapasitas Pelabuhan Tanjung Priok yang sudah lebih dahulu ada. Targetnya, kedua pelabuhan ini dapat mengejar capaian pelabuhan Singapura. Menhub menepis anggapan keberadaan Pelabuhan Patimban yang akan mencaplok pasar kawasan industri yang sudah dipegang oleh Pelabuhan Tanjung Priok.

"Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Patimban itu saling melengkapi, khususnya industri otomotif dari Karawang sampai ke Tanjung Priok membutuhkan waktu tempuh hingga 4 jam, sementara ke Pelabuhan Patimban kalau tol sudah siap, bisa kurang dari 1 jam," jelas Menhub Budi Karya Sumadi, dalam acara webinar dengan tema “Pelabuhan Patimban dan Pengembangan Ekonomi Daerah” yang diselenggarakan Senin (16/11).

Seiring dengan pembangunan Pelabuhan Patimban, sejumlah wilayah seperti Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Batang pun tengah dikembangkan oleh Pemerintah dan nantinya kawasan itu menjadi pasar bagi Pelabuhan Patimban. Belum lagi sejumlah industri yang akan dikembangkan di sepanjang tol Cipali, di Subang, Majalengka, Sumedang hingga Cirebon.

Memangkas Biaya Logistik dan Distribusi

Menhub dalam kesempatan webinar tersebut mengungkapkan perlunya memangkas biaya logistik dan distribusi sehingga produk-produk Indonesia efisien dan dapat bersaing di pasaran. Pada hari-hari tertentu, lanjut Menhub, akses menuju Pelabuhan Tanjung Priok mengantri, hal ini menyebabkan biaya logistik menjadi tidak efisien. Karena itu perlunya pembagian wilayah sebagai pembeda kedua pelabuhan tersebut, khusus wilayah Bekasi, Bogor, Tangerang hingga Banten bisa mengakses Pelabuhan Tanjung Priok.

Dengan adanya dua pelabuhan tersebut, Menhub menghitung biaya logistik dapat lebih murah dan jauh lebih kompetitif bagi industri di kawasan Timur Indonesia untuk beraktivitas – ekspor-impor melalui Pelabuhan Patimban. Sedangkan aktivitas industri dari wilayah Barat Indonesia dikumpulkan di Pelabuhan Tanjung Priok.

Keberadaan kedua pelabuhan ini, ungkap Menhub, saling melengkapi dan juga menambah total kapasitas menjadi 14 juta TEUs, sementara Pelabuhan Singapura 32 juta TEUs.

Menhub menambahkan salah satu alasan pembangunan Pelabuhan Patimban secara bertahap yakni target 2021, 2023 dan 2027 menyesuaikan dengan perkembangan permintaan dari peningkatan industri di sekitar kawasan Jawa Barat dan Jawa Tengah. Misalnya, kata Menhub, kawasan industri Surya Cipta yang sedang dikerjakan, sementara jalan tol akan dibangun selama 2 tahun, di argetkan kapasitas Patimban sudah mencapai 3,7 juta TEUs, pada saat jalan tol sudah jalan.

Sementara sebelum jalur tol selesai, Kementerian Perhubungan sudah sepakat dengan Kementerian PUPR membangun jalur menuju Patimban melalui pintu tol Dawuan dan arah pulangnya melalui jalur Pantura.

Kemenhub Siapkan Program Pendukung

Selain pembangunan fisik pelabuhan, Kementerian Perhubungan juga melakukan beberapa program pendukung keselamatan dan kelancaran, baik di sisi laut maupun darat, diantaranya yaitu: pemasangan sarana alat bantu navigasi pelayaran; pengkajian dan pengesahan ISPS (International Ship and Port Facility Security); penyediaan CIQP (Customs Immigration Quarantine Procedure). Kemudian, optimalisasi penerapan manajemen & rekayasa lalu lintas, pengaturan ulang fase Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL); pembangunan dan pemasangan serta pemeliharaan fasilitas perlengkapan jalan sepanjang jalan nasional menuju akses Pelabuhan Patimban, re-routing jaringan trayek angkutan umum khususnya angkutan perkotaan/perdesaan.

Kementerian Perhubungan juga berfokus pada aspek sosial yaitu dampak dari pembangunan pelabuhan ini terhadap mata pencaharian masyarakat dan nelayan di sekitar Patimban. Beberapa program yang telah dilakukan yaitu berupa: pemberian bantuan kapal yang muatannya lebih dari 15 GT agar bisa untuk melaut dengan kapasitas besar dan jarak yang lebih jauh, dan Pembentukan koperasi usaha bersama untuk nelayan agar dapat memperluas kerjasama dan usaha.

Patimban Sebagai Kota Pelabuhan

Pelabuhan Patimban menjadi sangat strategis di masa depan karena ditopang oleh infrastruktur pendukung yang memadai, seperti Bandara Kertajati dan akses jalan tol. Selain itu, pelabuhan ini juga akan mengintegrasikan kawasan ekonomi eksistingseperti Bekasi Timur, Karawang, dan Purwakarta. Saat ini, Patimban menjadi salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang segera dapat dinikmati oleh masyarakat dan dunia industri.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga percaya Pelabuhan Patimban akan menjadi pusat pertumbuhan kota metropolitan baru dalam pengembangan segitiga emas Rebana, Jawa Barat – setelah Jakarta dan Bandung.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, memprediksi satu dekade ke depan kehadiran metropolitan baru setidaknya dapat menciptakan lapangan kerja sekitar 4-5 juta orang yang terdiri dari pekerjaan dalam kawasan industri di segitiga Rebana.

“Akan ada perkembangan yang progresif pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sekitar 4 hingga 5 persen per tahun,” ujar Ridwan Kamil.

Ridwan Kamil menambahkan, adanya pengembangan Pelabuhan Patimban akan menstimulasi tumbuhnya sejumlah kawasan industri baru dalam segitiga emas Pelabuhan Patimban, Bandara Kertajati, dan Kota Cirebon. Kawasan tersebut akan menjadi metropolitan baru yang menjadi lokomotif yang menarik gerbong perekonomian Jawa Barat.

"Segitiga emas Rebana akan menjadi sentra industrinya dapat menciptakan 4-5 juta lapangan pekerjaan dalam dekade ke depan, juga akan mendokrak pertumbuhan ekonomi mencapai 4-5 persen," ungkap Ridwan Kamil.

Gubernur Jawa Barat itu berharap koneksi ke arah Segitiga Rebana dan Pelabuhan Patimban segera dibangun dan ditingkatkan, ketersediaan dan kelancaran akses penghubung tersebut kunci keberhasilan pengembangan kawasan baru tersebut.

“Akses ke Bandara Kertajati belum maksimal koneksinya masih perlu diperbaiki. Akses jalan tol pemerintah pusat sudah mulai membangun menghubungkan Utara - Selatan Jabar dan Cipali koneksi Patimban, Juga jalur kereta api, vertikal Utara - Selatan, jadi kami ingin melihat Patimban tak hanya fokus di pelabuhannya," jelas Ridwan Kamil.

Mantan Walikota Bandung itu berharap kawasan di sekitar Pelabuhan Patimban dapat menjadi kawasan ekonomi khusus (KEK). Karena itu Ridwan Kamil sangat antusias agar wilayah Patimban didesain sebagai kota pelabuhan yang memenuhi aspek tata kota yang baik dan mampu menampung 1 juta penduduk.

Ridwan Kamil juga berkeinginan agar kawasan Patimban tidak akan menjadi seperti pengembangan pelabuhan Tanjung Priok yang pelabuhannya sudah berfungsi tetapi tata ruang tak maksimal.

"Patimban ini bisa menjadi kota pelabuhan dengan tata kota berkelas dunia, ada kawasan hijau – hutan lindung, tempat wisata pantai, dan sarana hiburan dengan ‘denyut-jantung’ kegiatan berada di pelabuhan," imbuh Ridwan Kamil.

Tentunya, Ridwan Kamil berkeinginan menepis anggapan masyarakat pesisir hidup lebih miskin ketimbang masyarakat kota. Jadi berbagai upaya pemberdayaan masyarakat sekitar Patimban menjadi salah satu prioritas pengembangan Kota Metropolitan baru.

Keseriusan Ridwan Kamil mengembangkan Kota Pelabuhan Patimban tersebut tercermin dari upaya pihaknya yang telah menyiapkan kerja sama dengan Pemerintah Inggris membangun Politeknik Maritim agar kebutuhan sumberdaya manusia (SDM) pelabuhan dapat diisi oleh warga lokal sekitar Subang. (IS/AS/HG/HT)