Indonesia memiliki banyak museum dengan keunikannya masing-masing, namun hanya sedikit sekali yang mengusung tema transportasi. Museum Transportasi adalah salah satunya. Museum terluas di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) ini menawarkan pengalaman transportasi darat, laut, udara, dan perkeretaapian dari masa ke masa. Tim Biro Komunikasi dan Informasi Publik akan menceritakan bagaimana serunya menjelajah Museum Transportasi.

Menaiki Wahana Kereta dan Pesawat

Siang itu saat kami berkunjung ke museum, celoteh riang anak-anak terdengar ramai memenuhi udara. Rupanya sejumlah rombongan anak sekolah mulai dari TK, SD, dan SMP berbagai daerah tengah mengadakan field trip. Kami tertarik dengan salah satu rombongan sekolah yang sedang berkumpul di ‘stasiun kereta api’, di sebelah kiri museum setelah gerbang masuk. Mereka hendak menaiki wahana Kereta Keliling yang merupakan salah satu fasilitas unggulan museum ini. Untuk menaiki wahana ini, pengunjung perlu membeli tiket seharga Rp 5.000,- saja. Saat Kereta Keliling menghampiri peron, kami tak dapat menahan diri untuk ikut bersorak bersama adik-adik kecil lainnya. Bagaimana tidak, dengan dua kereta kayu berkapasitas 63 orang yang ditarik dengan lokomotif uap C1912 yang telah dimodifikasi, wahana itu terlihat sangat menyenangkan untuk dinaiki. Kami pun turut naik.

eperti namanya, dengan Kereta Keliling kita dapat merasakan sensasi menaiki kereta mengelilingi seluruh area museum. Yang unik, rel kereta yang digunakan memiliki dua jalur yang berbeda, sehingga meski memutar dua kali, pemandangan yang kami dapat pun tak sama. Ada hal seru dalam perjalanan keliling ini, yakni saat kereta memasuki Terowongan Idjo di jalur kedua. Terowongan yang tampak gelap tersebut rupanya bukan terowongan biasa, karena di kedua sisinya ada diorama-diorama yang menarik. Salah satunya adalah diorama perlintasan sebidang kereta api dimana terdapat orang-orang yang melambaikan tangan. Kemudian ada pula yang menampilkan diorama kendaraan-kendaraan seperti mobil dan delman, Anak-anak di dalam kereta pun sontak berteriak kegirangan melihatnya.

Setelah turun dari kereta, kami pun beranjak ke wahana berikutnya, yakni pesawat Garuda Indonesia jenis McDonell Douglas DC-9 yang juga dapat dinaiki pengunjung. Harga tiketnya sama seperti Kereta Keliling yakni Rp 5.000,-. Saat kami sampai di sana, tampak berbagai rombongan pengunjung yang tengah antri dengan tertib untuk menaiki tangga menuju pesawat. Meski tentu saja pesawat ini tidak dapat terbang, namun pengunjung tetap antusias untuk melihat bagian dalam pesawat, khususnya kokpit. Setidaknya wahana ini bisa mengobati rasa penasaran akan suasana kokpit, yang saat penerbangan berlangsung hanya boleh dimasuki oleh pilot dan co-pilot.

Koleksi Kendaraan Museum Transportasi

Masih banyak lagi koleksi kendaraan unik yang dimiliki Museum Transportasi. Perhatian selanjutnya tertumpu ke helikopter warna oranye cerah yang terparkir bersebelahan dengan pesawat Garuda Indonesia. Dari sekilas melihat saja, kita pasti mengetahui siapa pemilik helikopter ini. Ya, helikopter ini milik Basarnas yang dulunya digunakan dalam setiap operasi dan pelatihan SAR. Meski tidak untuk dinaiki, namun pengunjung bisa berpose seru di sekitar helikopter ini.

Kemudian di bawah Anjungan Darat terdapat berbagai angkutan penumpang yang merupakan bagian dari sejarah transportasi Indonesia, Misalnya bus tingkat Si Jangkung Merah. Bus ini merupakan buatan Inggris pada tahun 1968 yang beroperasi di Jakarta sampai tahun 1982. Lalu ada pula bus DAMRI merk Tata buatan India pada tahun 1977. Pada masa jayanya yakni sekitar awal tahun 80-an, bus ini melayani trayek Cicaheum- Cibereum, Jawa Barat. Pengunjung juga akan dibuat kagum dengan keberadaan mobil Holden Torana milik Taksi Bluebird, yang merupakan perusahaan taksi pertama di Indonesia kala itu.

Beranjak ke lokasi pameran lok, terdapat beberapa lokomotif kuno beserta rangkaian keretanya. Koleksi yang paling menonjol adalah kereta Presiden RI 1 (IW-8) dan Wakil Presiden RI (IW-7) yang terkenal dengan sebutan Kereta Api Luar Biasa. Kereta api ini telah ikut ambil bagian dan berperan penting pada masa peperangan rakyat Indonesia melawan kolonial Belanda. Kereta inilah yang berjasa mengangkut Bapak Ir. Soekarno dan Bapak M. Hatta beserta sebagian anggota kabinet pemerintah ketika hijrah dari Jakarta ke Yogyakarta pada tahun 1946. Kondisi kereta tersebut terawat dengan apik, lengkap dengan sofa-sofanya yang mewah.

Sedangkan pada dermaga danau buatan di belakang museum, bersandar sebuah Kapal Negara (KN) B013 buatan Amerika Serikat tahun 1945. Dalam sejarahnya, kapal ini merupakan kapal patroli Belanda pada masa Agresi Militer II dengan daerah patroli meliputi Kepulauan Riau sebelum ditempatkan di Tanjung Pinang pada tahun 1951-1952 sebagai Kapal Negara.

Pameran di Anjungan

Setelah puas melihat-lihat benda koleksi di luar, kami pun masuk ke dalam bangunan museum. Bangunan museum dibagi menjadi empat anjungan, yakni Anjungan Pusat, Anjungan Darat, Anjungan Laut, dan Anjungan Udara. Semua anjungan tersebut memamerkan benda koleksi yang berharga serta memiliki nilai sejarah, baik dalam bentuk asli, foto, maupun diorama.

Anjungan Pusat menggambarkan keberadaan transportasi tradisional dalam kehidupan masyarakat Indonesia di masa lampau, mencakup transportasi darat dan laut tradisional dari berbagai daerah di Indonesia. Alat transportasi tersebut pada umumnya masih sederhana serta menggunakan tenaga manusia, hewan atau angin. Kendaraan-kendaraan yang kami temui di sini antara lain andong, bendi, becak, sepeda, perahu layar, dan lain sebagainya. Menariknya, kita bisa melihat armada pertama DAMRI dari tahun 1945 sampai dengan 1950, yakni cikar yang ditarik dengan dua ekor sapi. Pada salah satu sisinya tertulis Djawatan Angkoetan Motor Repoeblik Indonesia, yang merupakan kepanjangan dari DAMRI.

Dari Anjungan Pusat, kami mengarahkan kaki menuju Anjungan Darat. Anjungan Darat menggambarkan keberadaan dan pelayanan transportasi darat yang meliputi transportasi jalan raya, jalan baja, sungai, danau, dan penyeberangan. Kendaraan maupun alat transportasi yang dipamerkan pada umumnya sudah menggunakan tenaga mesin. Di sini kami puas melihat-lihat berbagai kendaraan bermotor dari masa lalu seperti sepeda motor BMW tahun 1959 dan vespa tahun 1951. Bahkan ada pula bemo yang digunakan beroperasi pada saat Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games untuk pertama kalinya, yakni tahun 1962. Selain benda-benda asli tersebut, terdapat banyak miniatur lokomotif uap yang dahulunya sempat beroperasi di Indonesia.

Selanjutnya, kami mengunjungi Anjungan Udara. Anjungan Udara menggambarkan keberadaan dan pelayanan jasa udara serta perkembangannya di Indonesia, berikut dengan teknologi peralatan transportasi udara. Benda koleksinya mencakup berbagai peralatan bandar udara dan pesawat terbang. Ya, sebuah pesawat terbang sungguhan diletakan di anjungan ini. Tepatnya pesawat latih jenis Touver TG 24 buatan New Zealand tahun 1969, yang digunakan sebagai pesawat latih di PLP (sekarang STPI) Curug pada tahun 1971. Tentunya pesawat ini telah turut berjasa mencetak penerbang-penerbang hebat di Tanah Air.

Hari semakin terik ketika kami beranjak ke anjungan terakhir, yakni Anjungan Laut. Anjungan Laut menggambarkan keberadaan dan pelayanan jasa transportasi laut yang telah menggunakan mesin, mencakup berbagai kapal penumpang, kontainer, dok terapung, serta alat penunjang pelayaran lainnya. Berbagai jenis miniatur kapal dipamerkan disini berikut dengan keterangan yang informatif. Ada pula alat-alat navigasi kapal asli yang bisa dilihat.

Di dalam museum, kami sempat berbincang dengan Elina, salah satu guru dari rombongan anak sekolah. Elina mengemukakan bahwa pihak sekolah hendak mengenalkan tentang transportasi kepada para anak didiknya. “Sebelumnya kami survey dulu ke Taman Mini, mana saja tempat yang mau kami datangi. Museum Transportasi ini menjadi salah satunya,” ujar Elina. Menurutnya mengenalkan transportasi kepada anak-anak berkaitan dengan pelajaran di sekolahnya. Ia menuturkan bahwa anak-anak pun menikmati kunjungan ke museum ini. “Mereka semua menikmati (kunjungan) karena banyak kendaraan dari masa lalu sampai dengan sekarang,” ucapnya.

Hal yang sama juga diucapkan oleh Eni yang tengah membawa anak-anak didiknya dari Paud An-Nur Cibitung. Senada dengan Elina, pihaknya juga ingin mengenalkan transportasi kepada anak-anak. “Menarik, alhamdulillah bagus, bisa mendidik anak-anak soal transportasi,” ujarnya sambil tersenyum.

Bukan hanya rombongan anak sekolah. Kami juga melihat banyak pengunjung biasa yang tengah asyik melihat-lihat benda koleksi. Salah satunya Robertino yang berasal dari Depok. “Saya mau lihat mobil-mobil lama dan masuk ke dalam pesawat,” ujarnya saat kami tanyai tujuannya datang ke sini.

Tentang Museum Transportasi

Museum Transportasi merupakan museum yang dikelola langsung oleh Kementerian Perhubungan. Museum ini didirikan atas dasar kesepakatan antara Menteri Perhubungan dengan ketua yayasan Harapan Kita, yakni Ibu Tien Soeharto. Pemancangan tiang pertama dilakukan pada 14 Februari 1984 oleh Ibu Tien Soeharto. Kemudian pada 20 April 1991, Museum Transportasi diresmikan oleh Presiden Soeharto.

Museum Transportasi memiliki luas sebesar 6.25 hektar yang meliputi ruang pamer indoor dan outdoor. Kepala Museum Transportasi, Danang Setyo Wibowo menjelaskan bahwa keberadaan museum ini adalah untuk mengumpulkan, memelihara, meneliti, serta memamerkan bukti-bukti sejarah dan perkembangan transportasi Indonesia serta peranannya dalam pembangunan nasional. Selain pameran yang bersifat permanen, pengelola museum juga menyelenggarakan pameran temporer. Pameran temporer ini memiliki ruang sendiri yang terletak di Anjungan Pusat. “Bulan ini masih berlangsung pameran Riwayat Si Ular Besi. Mulai bulan depan, pamerannya berganti menjadi Sejarah Transportasi di DKI Jakarta,” ujar Danang.

Pengunjung Museum Transportasi termasuk salah satu museum di TMII yang memiliki jumlah pengunjung terbanyak. “Kalau Senin sampai Jumat itu kebanyakan rombongan anak sekolah, jumlahnya bisa ratusan bahkan ribuan. Sedangkan Sabtu dan Minggu biasanya pengunjung individu, pasangan, atau keluarga,” terang Danang.

Tak hanya untuk melihat-lihat benda bersejarah. Area Plaza yang cukup luas memungkinkan berbagai event dapat diselenggarakan disini, baik yang berkaitan langsung dengan bidang transportasi maupun yang tidak. Menurut Danang, keberadaan benda koleksi maupun infrastruktur bangunan yang ada membuat Museum Transportasi sering menjadi spotfotografi dari individu maupun komunitas. “Karena museum transportasi adalah museum yang paling luas dan sifat koleksinya asli, tempat ini sering jadi spot fotografi. Sering ada coaching clinic dari pegiat fotografi di sini, seperti Darwis Triadi dan komunitas Kaskus Photography,” ujarnya.

Museum Transportasi dibuka setiap hari pukul 08.00 sampai dengan 16.00 WIB. Harga tiketnya termasuk sangat terjangkau, yakni sebesar Rp 5.000,- per pengunjung. Fasilitas umum yang disediakan antara lain tempat parkir yang mampu menampung sampai dengan 50 kendaraan bermotor, serta area makan dan minum sehingga pengunjung dapat beristirahat setelah berkunjung. Masyarakat juga dapat mengikuti kegiatan-kegiatan di Museum Transportasi serta memperoleh informasi terkini melalui akun Instagram @museumtransportasi_tmii.

Keberadaan Museum Transportasi diharapkan meningkatkan pengetahuan dan wawasan masyarakat akan perkembangan transportasi Indonesia. Kedepannya Museum Transportasi juga akan terus dikembangkan baik dari fasilitas maupun koleksi agar dapat melayani dan mengedukasi masyarakat lebih baik lagi. (DES/TSA/BW)