JAKARTA – Kapal asing ilegal di perairan nusantara sudah ada sejak dulu hingga kini. Kegiatan ilegal yang kerap dilakukan seperti illegal fishing, penyelundupan barang/orang, memburu harta karun kapal karam, kegiatan intelijen, hingga menjalankan bisnis bongkar muat, hingga penarikan tongkang/kapal tunda.

Keberadaan kapal asing ilegal di wilayah NKRI tersebut acapkali menjadi sorotan dan polemik masyarakat maritim domestik maupun internasional. Seperti halnya, kasus tertangkapnya sejumlah kapal asing yang melakukan kegiatan ilegal di Perairan Riau Kepulauan – Batam dan Natuna yang rawan konflik multilateral.

Selai di Perairan Riau Kepulauan, ada sejumlah lokasi di perairan nasional yang kerap ditemukan kapal asing melakukan kegiatan ilegal. Lokasi umumnya menentukan macam kegiatan ilegal yang dilakukan, terkait kekayaan alam yang terkandung di kawasan tersebut.

Untuk menjaga/mengantisipasi kegiatan kapal-kapal ilegal tersebut, banyak aparat dari berbagai institusi yang dilibatkan karena banyak pihak/kepentingan yang dirugikan, salah satunya Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan yang membawahi Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) dan Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP).

Satgas Tim Gabungan Patrol Laut dan Pantai di Perairan Nasional mencatat, sejak Oktober 2019 hingga awal tahun 2022 setidaknya sudah ada 74 kapal asing yang ditangkap karena melakukan kegiatan ilegal di wilayah perairan NKRI.

Tindak lanjut terhadap kapal asing ilegal tersebut, telah dilakukan proses penegakan hukum kelautan yang berlaku di negeri ini, dengan menjatuhkan sanksi – sesuai dengan tingkat pelanggaran/kesalahannya, bisa ringan hingga berat, misalnya penenggelaman kapal illegal fishing.

Kolaboratif Mengamankan Wilayah Perairan Indonesia

Satgas Gabungan dari KSOP Khusus Batam dan KPLP Tanjung Uban – dibawah Ditjen Hubla Kemenhub bersama Ditjen Bea Cukai telah berhasil mengamankan empat kapal, tiga di antaranya berbendera asing, di Perairan Batam – Provinsi Riau Kepulauan Riau, akhir bulan Maret 2022 lalu.

Pelaksana tugas (Plt) Dirjen Hubla Kemenhub, Capt. Mugen Sartoto menjelaskan kronologis pengamanan kapal asing ilegal tersebut, terjadi saat patroli Tim Satgas Gabungan Kemenhub dan Bea Cukai melakukan pengawasan terhadap kapal-kapal yang dicurigai melakukan kegiatan ilegal di perairan nasional, seperti tanpa izin Syahbandar dan berpotensi hilangnya Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).

“Saat diamankan, kapal tanker berbendera Malaysia tengah melakukan kegiatan Ship to Ship tanpa izin di Perairan Kota Batam dan tanpa adanya dokumen lengkap. Sedangkan dua kapal Tugboat TB An Ding berbendera Singapura GT. 274 dan tugboat TB An Rong berbendera Singapura GT 863, kedua kapal asing ini diamankan pada waktu yang berbeda karena melanggar Undang-Undang RI No.17 tahun 2008 yaitu melakukan kegiatan tanpa izin," ungkap Dr. Capt. Mugen S. Sartoto dalam keterangan resmi, Rabu 30 Maret 2022.

Selanjutnya, kedua kapal tugboat berbendera Singapura itu di Ad Hoc ke dermaga PT. Bintang Sembilan Persada Batu Ampar untuk dilakukan penyerahan perkara kepada Tim PPNS Kantor KSOP Khusus Batam.

Pasca penahanan (Ad Hoc) pada awal Maret, atas pelanggaran kedua kapal tugboat tersebut, diterbitkan Surat Perintah Penyelidikan/Wasmatlitrik oleh Atasan Penyidik, serta surat panggilan terhadap Nakhoda, Mualim I, dan KKM.

Pada saat dilakukan gelar perkara untuk tugboat TB An Ding bersama Korwas Polda Kepri kemudian disepakati perkara dinaikkan ke tahap penyidikan. Dari hasil interogasi terhadap nakhoda kapal yang diperiksa diperoleh info bahwa kapal tersebut telah melakukan kegiatan pemanduan tanpa izin sebanyak 43 kali.

Proses Hukum terhadap Kapal Tangker dan Tugboat Ilegal

Proses penegakan hukum kedua kapal tugboat terus berjalan --meski pada waktu yang berbeda, secara maraton, pasca gelar perkara, diterbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dan diserahkan ke Kejaksaan Negeri Batam.

“Nakhoda kapal tugboat ternyata tidak kooperatif, acapkali menunda jadwal pemeriksaan saat dilakukan pemanggilan menghambat proses penegakan hukum yang sedang dilaksanakan," jelas Mugen.

Selanjutnya pada minggu ketiga bulan Maret, diterbitkan penetapan dari Pengadilan Negeri Batam mengenai persetujuan terhadap penyitaan barang bukti. Selang beberapa hari menyusul diterbitkan SPDP dan diserahkan ke Kejaksaan Negeri Batam.

Ditindaklanjuti pada akhir Maret 2022, diterbitkan penetapan dari Pengadilan Negeri Batam mengenai persetujuan terhadap barang bukti dan dilakukan penyitaan.

Demikian pula, ungkap Mugen lagi, kapal lain yang berhasil diamankan adalah Kapal Tanker MT. Tutuk berbendera Indonesia GT. 7463 dan Kapal Tanker MT. Lynk Satu berbendera Malaysia GT. 7358 yang diperiksa pada tanggal 04 hingga 05 Maret 2022 oleh kapal patroli milik Pangkalan PLP Tanjung Uban, Kapal Patroli Bea Cukai 1001 dan 15028, serta Kapal Patroli KN P. 376. Kedua kapal tanker diketahui melakukan kegiatan STS (Ship to Ship) tanpa izin.

MT Tutuk dijerat melanggar Undang-Undang RI No. 17 Tahun 2008 : Pelayaran – melakukan kegiatan tanpa izin, dan juga KUHAP pidana lainnya, selanjutnya pada minggu kedua Maret 2022 dilakukan gelar perkara antara KSOP Khusus Batam bersama Korwas Polda Kepri (Krimsus), Pangkalan PLP Tanjung Uban, dan Bea Cukai. Kapal tetap pada posisi labuh dan tidak dilakukan Ad Hoc.

Pada akhir Maret 2022, untuk Kapal MT Tutuk, diterbitkan SPDP dan diserahkan ke Kejaksaan Negeri Batam. Sampar akhir Maret, masih dilakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi. Sedangkan muatan kapal masih ditangani Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Penegakan Hukum di Perairan Nasional Berpijak Asas Cabotage

Mengomentari penangkapan tiga kapal asing – dua kapal tandu (Singapura) dan satu kapal tanker (Malaysia) serta satu kapal tanker lokal (Indonesia) yang melakukan kegiatan ilegal, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyatakan langkah untuk mengamankan, memeriksa, mengadili, dan menjatuhkan sanksi adalah sebagai upaya penegakan hukum atas pelanggaran di wilayah perairan NKRI berpijak pada asas cabotage - hak eksklusif atas kegiatan angkutan barang dan orang di dalam negeri harus dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional.

Karena itu Menhub meminta para pihak terkait sektor transportasi laut/maritim, termasuk para perwira pandu kapal, untuk bersama-sama menjaga perairan Indonesia dari kegiatan ilegal yang dilakukan oleh kapal-kapal asing, seperti yang terjadi di perairan Riau Kepulauan – Batam , dan Natuna beberapa waktu lalu.

“Saya minta para perwira pandu dan tunda kapal berkolaborasi dengan Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan serta Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai Ditjen Hubla Kemenhub, TNI AL, Bea Cukai dan juga unsur terkait lainnya untuk ikut melawan adanya pihak-pihak pandu atau tunda kapal asing yang bekerja secara ilegal,” tegas Menhub yang dikemukakan saat Webinar bertema "Keselamatan Maritim Sebagai Daya Saing Bangsa di Kancah Internasional" yang diadakan Indonesian Maritime Pilot Association (INAMPA) saat memperingati HUT INAMPA yang ke-19, 30 Maret 2022.

Menhub Budi Karya Sumadi berharap, khusus para perwira pandu dan tunda kapal nasional untuk terus meningkatkan profesionalismenya dan peran sertanya dalam upaya meningkatkan daya saing sektor maritim di dunia internasional.

Kemenhub melalui Ditjen Perhubungan Laut terus berkomitmen meningkatkan kualitas SDM perwira pandu yang profesional melalui penyelenggaraan diklat dan sertifikasi.

Ditjen Hubla Kemenhub saat ini telah berhasil mencetak perwira pandu sebanyak 1369 orang hingga tahun 2022. Jumlah tersebut belum memadai jika dibandingkan dengan jumlah perairan wajib pandu yang harus dilayani, sehingga kendisi ini menjadi peluang bagi kapal asing melakukan kegiatan pemandu/tunda kapal di perairan Indonesia.

Untuk itu, Menhub berobsesi untuk terus meningkatkan jumlah SDM dan prosfesionalisme para para perwira pandu melalui institusi pendidikan yang ada di Kemenhub maupun dari sektor lain.

Pada kesempatan yang sama, Presiden INAMPA, P. Herman H. menyatakan pihaknya siap mendukung Pemerintah untuk terus meningkatkan profesionalisme perwira pandu agar adanya peningkatan aspek keselamatan dan keamanan, serta perlindungan dan keberlangsungan maritim di Indonesia.

“Merupakan upaya Pemerintah dalam mewujudkan visi Indonesia sebagai poros maritim dunia. Untuk itu, faktor keselamatan dan keamanan pelayaran menjadi kunci utama dari kinerja sektor tranportasi laut,” ungkapnya.

Kemenhub juga telah menetapkan sebanyak 155 wilayah perairan Indonesia sebagai perairan wajib pandu, yang terdiri dari 32 wilayah perairan wajib pandu kelas 1, 31 wilayah perairan wajib pandu kelas 2, 30 perairan wajib pandu kelas 3, dan 52 perairan wajib pandu luar biasa.

Seiring meningkatnya roda kegiatan perekonomian nasional dan bertambahnya jumlah badan usaha pelabuhan (BUP) dan terminal khusus (tersus), wilayah pandu ini akan terus bertambah sesuai dengan kebutuhan untuk menjaga keselamatan pelayaran.

Bila saja tidak diantisipasi bersama dengan peningkatan kinerja SDM di sektor kemaritiman nasional khususnya perwira pandu, dengan meningkatnya mobilitas tarnspotasi laut di perairan Indonesia, sementara kuantitas dan kualitas tidak memadai, sehingga tidak menutup kemungkinan akan terjadi pula peningkatan pelanggaran atas asas cabotage oleh kapal asing yang beroperasi di negeri ini.

Kondisi tersebut sempat membuat para pengusaha pelayaran nasional khawatir karena asas cabotage dalam pembahasan RUU Cipta Kerja dan Peraturan Presiden direvisi dengan diberikan izin kapal asing beroperasi di perairan Indonesia untuk kegiatan tertentu yang belum dimiliki oleh teknologi perkapalan nasional.

Karena itu, Ketua Umum DPP INSA Carmelita Hartoto mengingatkan bahwa asas cabotage merupakan keistimewaan yang dimiliki Indonesia sebagai negara kepulauan yang perlu dijaga penerapannya untuk kepentingan nasional. “Penerapan asas cabotage di industri pelayaran telah berdampak positif bagi Indonesia selain menggerakkan ekonomi, tapi juga telah menjaga kedaulatan bangsa,” tegasnya.

Saat ini, lanjut Carmelita, industri pelayaran nasional belum butuh investasi asing. Dari data yang ada pada tahun 2019, setidaknya terdapat 32.000 kapal yang beroperasi di perairan nasional. Karena itu Menhub mengajak stakeholder masyarakat pelayaran nasional, “Mari kita sama-sama menjaga wilayah kerja kita yang menjadi kebanggaan kita,” himbau Menhub. (AS/IS/RY/HG)