(Jakarta, 07/01/10) Direktorat Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan berhasil memfasilitasi penyelesaian masalah antara maskapai Penerbangan Garuda Indonesia dan PT Freeport Indonesia. Hasilnya, mulai Jumat (8/1) malam Garuda akan terbang kembali ke Timika. Sementara Freeport akan melibatkan PT Pertamina dalam proses pengisian bahan bakar avtur di Bandara Mozes Kilangin yang dikelola anak perusahaannya, Airfast Aviation Facilities Company (AVCO).
 
”Sudah ada kata sepakat bahwa persoalan utama adalah keterbatasan fuel, yang ke depan ditindak lanjuti agar kejadian ini tidak terulang kembali. Bukan masalah lain,” ungkap Dirjen Perhubungan Udara Herry Bakti S Gumay dalam jumpa  pers di kantor Kementerian Perhubungan, Jl. Medan Merdeka Barat No.8, Jakarta Pusat, Kamis (7/1).
 
Dalam jumpa pers yang dihadiri puluhan jurnalis cetak dan elektronik itu, turut hadir mendampingi Herry Bakti, antara lain Tony Wenas selaku Director and Executive Vice President Legal, Tax and External Affairs PT Freeport Indonesia serta juru bicaranya, Mindo Pangaribuan. Sementara dari pihak Garuda, hadir Direktur Operasi Ari Sapari yang juga didampingi juru bicaranya, Pujobroto.
 
Menurut Herry, terkait itu, pihak Pertamina telah dihubungi dan menyatakan kesiapannya untuk membantu mengatasi keterbatasan bahan bakar yang saat ini terjadi di Mozes Kilangin. Bahkan, menurutnya, Pertamina juga siap untuk mengelola proses operasional penyuplaian avtur bagi pesawat-pesawat yang beroperasi di bandara tersebut. Karena sebagai persyaratan sebagai sebuah bandara umum, pengelola Mozes Kilangin harus dapat memenuhi kebutuhan minimum seluruh pesawat yang dilayaninya.
 
”Kepada Garuda kita berharap sama, yaitu mengedepankan kebutuhan pelayanan terhadap masyarakat untuk menjaga agar proses pengangkutan dan penumpang ke Timika tidak terganggu. Dan, Garuda siap untuk memulai kembali terbang ke Timika mulai Jumat malam,” sambungnya.
 
Herry menambahkan, perihal langkah penghentian pengisian avtur secara mendadak yang dilakukan pihak pengelola bandara kepada pesawat Garuda GA 653 pada 3 Januari 2010 lalu, bisa dikategorikan sebagai sebuah pelanggaran prosedur. Atas pelanggaran tersebut, dirinya telah mengeluarkan sanksi kepada pihak AVCO berupa teguran kepada pengelola bandara.
 
”Bandara, dengan alasan profesional, tidak bisa melakukan penyetopan secara mendadak. Kalau ada masalah, seharusnya dia beritahukan jauh-jauh hari. Karenanya, hari itu juga saya langsung beri sanksi administrasi tahap pertama, yaitu memberikan teguran. Bahkan, saya menegur secara langsung kepala bandaranya via telepon,” lanjutnya.
 
Sebagai respons atas teguran itu, pihak AVCO selaku pengelola bandara langsung mencabut surat penghentian yang telah dikirimkannya kepada Garuda, dan menyatakan siap untuk melayani kembali pesawat milik BUMN penerbangan tersebut. ”Artinya, sekarang sudah tidak ada masalah lagi. Semua sudah clear,” pungkas Herry Bakti.
 
Miskomunikasi NOTAM
Menjawab pertanyaan wartawan perihal dasar penolakan pengisian avtur pesawat Garuda, Mindo Pangaribuan mengatakan bahwa peristiwa itu bukan disebabkan oleh insiden penolakan pilot Garuda untuk mengangkut Wakil Direktur PT Freeport Armando Mahler dari Jayapura menuju Timika pada 3 Januari lalu, sebagaimana yang ramai diberitakan beberapa hari ini.
 
”Tetapi terjadi karena adanya miskomunikasi dalam penyampaian informasi lewat Notam (notice to airman) kepada Garuda. Dalam surat yang dikirimkan kepala bandara 3 Januari itu tertulis ’penghentian’, padahal seharusnya ‘pembatasan’. Karena itu ada corrective action. Kita sudah klarifikasi ini dan langsung mencabut surat pertama, serta mengirimkan surat pemberitahunan tentang pembatasan itu kepada Garuda pada 5 Januari,”  paparnya.
 
Namun, menyikapi surat klarifikasi tersebut, Garuda tidak lantas membuka kembali penerbangannya menuju Timika. Manajemen maskapai pelat merah itu memutuskan untuk mengkaji kembali penerbangannya dengan dasar pembatasan jatah avtur yang dilakukan pihak pengelola bandara.
 
Dalam siaran pers-nya, manajemen Garuda mengungkapkan, pengkajian ulang itu didasari pada standar keselamatan penerbangan internasional yang dikeluarkan asosiasi perusahaan penerbangan internasional IATA, di mana Garuda tercatat sebagai anggota. Standar itu mensyaratkan bahwa selain bahan bakar yang diperlukan untuk menerbangi suatu rute tertentu, Garuda juga harus memastikan tersedianya reserve fuel, atau bahan bakar cadangan yang harus diangkut.
 
Bahan bakar cadangan ini diperlukan apabila pesawat sampai harus melakukan holding atau berputar dahulu sebelum melakukan pendaratan, maupun ketika pesawat terpaksa harus mengalihkan tempat pendaratannya (diversion). Selain itu, kebutuhan bahan bakar yang cukup juga sangat diperlukan berkaitan dengan kondisi cuaca di berbagai daerah atau kota tujuan yang sering tidak menentu saat ini, di mana hal tersebut sangat memerlukan kepastian tersedianya bahan bakar yang cukup.
 
AVCO, lanjut Mindo, telah menyebarkan informasi perihal keterbatasan stok avtur di Mozes Kilangin baik kepada Garuda maupun maskapai lain, yang memaksa pihak bandara untuk melakukan pembatasan suplai pengisian kepada seluruh pesawat yang dilayani. ”Pembatasan ini karena ada persoalan pada proses pengiriman dari Surabaya ke Timika, dan ini bukan yang pertama kali terjadi,” lanjut Mindo.
 
Menurut Mindo, Bandara Mozes Kilangin saat ini memiliki delapan bunker penampung avtur berkapasitas total hingga 320 liter. Dari total avtur yang bisa distoknya, sekitar 35 persen dialokasikan untuk keperluan pesawat-pesawat yang dicarter oleh Freeport. Sementara 65 persen sisanya untuk keperluan penerbangan umum, baik komersil maupun perintis.
 
”Namun, karena adanya pembatasan pengiriman dari Pertamina terkait pelaksanaan haji kemarin, stok kami berkurang dan kami terpaksa melakukan pembatasan. Masing-masing maskapai mendapatkan kuota jatah yang disesuaikan dengan jumlah penerbangan mereka ke Timika. Tidak semua maskapai dapat jatah sama. Seperti Garuda, misalnya, kami alokasikan maksimal 9.000 liter per hari,” pungkasnya.
 
Sementara Ari Sapari mengungkapkan, untuk melayani penerbangan rute Denpasar-Timika-Jayapura-PP, pesawat Garuda yang berjenis Boeing 737-400 membutuhkan sedikitnya 10.000 liter per hari. Dengan jatah kuota sebesar 9.000 liter yang diberikan AVCO tersebut, Garuda mau tidak mau harus melakukan perhitungan kembali dan menyusun skenario operasional kembali agar dapat terbang optimal di jalur tersebut.
 
Ari Sapari menambahkan, Garuda dengan lapang dada menerima hasil kesepakatan yang telah dicapai dalam pertemuan yang difasilitasi Dirjen Perhubungan Udara sesaat sebelum digelarnya jumpa pers tersebut. Dikatakannya, alasan Garuda bersedia kembali menerbangi rute yang sempat dihentikannya selama tiga hari, atau sejak 4 Januari 2010 tersebut, merupakan wujud dari tanggung jawab Garuda sebagai perusahaan negara.
 
”Tugas kami adalah mengemban misi pemerintah untuk melayani masyarakat. Untuk melakukan itu, kami memiliki empat dasar, yaitu keselamatan (safety); keteraturan (regularity); kenyamanan penumpang (passenger comfortability); dan ekonomi (economy),” tuturnya.
 
Menyikapi tindakan pengelola bandara yang dinilai menyalahi prosedur dan diduga kuat didasari oleh unsur kepentingan pribadi petinggi Freeport yang kecewa, Ari Sapari menegaskan bahwa Garuda tidak terlalu mempersoalkannya. ”Kita harus bijak, tidak perlu main perasaan. Kalau main perasaan, itu namanya anak kecil. Kami tidak mau seperti itu. Garuda akan menyikapi ini secara profesional dan melihat ini dari empat dasar itu tadi. Misalnya dari sisi ekonomi dengan adanya pembatasan fuel, kita menyikapinya dengan melakukan pengihitungan-penghitungan operasional agar penerbangan ke Timika bisa tetap safe dan penumpang nyaman dan puas terhadap pelayanan Garuda,” paparnya.
 
Ari menjelaskan, jumlah tingkkat isian penumpang Garuda tujuan Timika dan sebaliknya relatif cukup besar. Karena itu, sejak menenghentikan rute penerbangan ke Timika, Garuda banyak mendapatkan keluhan dari para pelanggannya. ”Mereka tanya kenapa kita stop ke Timika. Kita jelaskan secara bahwa ada masalah teknis yang membuat Garuda untuk sementara tidak terbang ke sana, dan penumpang dapat mengerti. Tetapi mulai Jumat besok, kita sudah kembali terbang. Artinya, kami sudah bisa melayani kembali masyarakat,” ujarnya. (DIP)