(Jakarta, 20/11/2011) Majelis Hakim Mahkamah Pelayaran yang melakukan pemeriksaan lanjutan (sidang)  perkara kecelakaan laut  MT Norgas Cathinka dan KM Bahuga Jaya  di perairan Selat Sunda mendapatkan penjelasan yang mengarah pada kelalaian pihak tersangkut dari KM Norgas Cathinka dalam membawa kapal di perairan ramai tanpa mengikuti regulasi keselamatan pelayaran secara internasional.

Kesimpulan itu terungkap ketika majelis hakim  yang diketuai Capt. Utoyohadi memeriksa Mualim I KM Norgas Cathinka, Su Jibing. Dalam penjelasannya Su Jibing  menyatakan  bertugas pada pukul 04. 00 waktu di kapal (pagi hari) ketika sebelum memasuki perairan  Selat Malaka. Posisi radar saat dipasang untuk mengetahui keadaan lingkungan perairan sejauh 6 mil.  Ketika memasuki  perairan lintasan selat itu terlihat kapal ramai dengan pada  posisi berjarak 3,5 mil. Saat itu ia memegang kemudi, melihat radar, dan memantau ketika kapal di posisi . Ketika  kapal sedang  berhadapan dengan kapal lainnya yang sedang melintas di depannya  dengan jarak  1,5 mil, Su Jubing  merubah haluan ke kanan menggunakan  kemudi otomatis  15 derajat.

Mendapat jawaban tersebut, Capt. Utoyohadi mencecar Su Jibing dengan ketentuan yang berlaku secara internasional dalam membawa kapal di perairan ramai, seperti  tidak layak menggunakan kemudi otomatis pada perairan ramai dan pembagian tugas pada juru mudi.

“Anda bertindak seperti Superman, membawa kapal seperti itu, pindah sana-sini, di mana juru mudi anda pada  saat itu, dan kenapa itu dilakukan,” ungkap Capt. Utoyohadi, ketika memimpin pemeriksaan lanjutan, Selasa (20/11).

Capt. Utoyohadi juga mempertanyakan posisi kapal yang dekat dengan kapal Bahuga Jaya.  Su Jibing hanya memutar haluan ke kanan 15 derajat, karena itu tidak cukup untuk menghindari tubrukan dengan kapal Bahuga Jaya.

Mendapat pertanyaan seperti itu, Su Jibing tetap bertahan bahwa ia lakukan karena ia merasa mampu untuk mengoperasikan di perairan ramai ketimbang juru mudi yang saat itu ada di dekatnya.

“Setelah adanya tubrukan nakhoda langsung naik ke anjungan dan memeriksa keadaan kapal, dan  mengambil alih tugas pengoperasian kapal,” ungkap  Su Jibing, ketika ditanya tindakan apa yang dilakukan selanjutnya setelah terjadi kecelakaan.

Majelis hakim juga mengkonfrontir  gambar buatan Norgas Cathinka yang menjelaskan posisi kapal Norgas Cathinka yang mengalami tubrukan  di perairan Selat Sunda yang  keadaannya berbeda dengan penjelasan dari pihak tersangkut.

Persidangan pertama itu memeriksa awak kapal dari KM Norgas Cathinka. Majelis hakim  dipimpin oleh Capt. Utoyohadi, dengan anggota Rusman Hoesein,  Ir. Benny Hartono,  Capt. Supardi, dan Edy Sunarto SH,  Sekretaris Majelis Hakim (panitera) Bambang Sudarmanto. Pihak tersangkut yang diperiksa yakni Nakhoda KM Norgas Cathinka, Lat Ernesta Jr Sylvana dan Mualim I Su Jibing. 


Selain itu dihadirkan juga sebagai saksi yakni  Sioson Christian Bryan sebagai Ordinary Seaman (juru mudi), He Xiao Feng yang jabatannya sebagai Masinis I. Pihak tersangkut didampingi penasehat ahli yakni Capt. Syahwin Hamid dan Francis George Burges. Selama pemeriksaan lanjutan itu pihak tersangkut dan saksi didampingi penerjemah. Hadir dalam persidangan itu Ketua Mahkamah Pelayaran, Boedhi Setiajid sampai sidang selesai pada Selasa sore.

Ketika Nakdoda KM Norgas Cathika mendapat giliran diperiksa, Hakim Rusman Hoesein  bertanya  apa yang dilakukan nakhoda setelah terjadinya kecelakaan. Nakhoda mengakui setelah terjadi kecelakaan langsung memeriksa bagian kapal yang membentur kapal  Bahuga Jaya, kemudian mencari lokasi yang aman.
Mendapat jawaban seperti itu, Rusman Hoesein mempertanyakan kenapa tidak melakukan pertolongan pada kapal yang ditubruk, padahal mengetahui baru saja menabrak kapal.

Nakhoda menjawab, karena gelap saat itu, sehingga tidak mengetahui adanya penumpang yang terjebak di perairan, tetapi mengetahui adanya sejumlah kapal yang melintasi perairan itu melakukan pertolongan.

Atas jawaban nakhoda, Roesman Hoesein mencecar nakhoda didasari ketentuan regulasi pelayaran di Indoneisa dan konvensi internasional mengenai keselamatan pelayaran, bahwa setiap kapal yang mengetahui adanya kecelakaan kapal wajib memberikan pertolongan pada awak kapal dan penumpang yang mengalami musibah itu.

“Pertolongan bisa dilakukan dengan memberikan sekoci, pelampung, maupun jaket pelampung. Tapi kenapa tidak dilakukan, padahal itu ketentuan bagi awak  kapal yang mengetahui kecelakaan kapal,” tegas Roesman Hoesein.

Nakhoda tetap bersikukuh bahwa ia bahwa ia tidak mengetahui adanya korban penumpang, dan juga tidak tidak mengetahui apakah di dalam sekoci  mencukupi bahan bakar untuk melakukan pertolongan.

Sioson Christian Bryan ketika diperiksa mengakui ia tidak memegang kemudi, dan tidak mengetahui alasan Masinis I memegang kemudi sendiri.

“Saat itu saya hanya  bertugas mengamati perairan,” ungkap Sioson Christian Bryan.

Kecelakaan kapal KM Bahuga Jaya dan kapal tanker gas  Norgas Cathika terjadi di perairan Selat Sunda, pada Rabu (26/9/2012) pukul 05.40 WIB.  Akibat tabrakan itu kapal ferry penyeberangan Bahuga Jaya yang mengangkut penumpang dari pelabuhan penyeberangan Merak tenggelam di perairan yang jaraknya  2,5 mil timur dekat Pulau Rimau Balak dan 4 mil dari Pelabuhan Bakauheni.

Sidang kedua akan berlangsung pada tanggal 22 November 2012 dengan menghadirkan Nakhoda KM Bahuga Jaya sebagai tersangkut dan 5 saksi dari awak kapal yang tenggelam itu. Penasehat ahli yang mendampingi pihak tersangkut dari KM Bahuga Jaya Bahuga Jaya  dari Chandra Motik Yusuf Djemat.

Sidang berikutnya pada tanggal 27 November 2012 dengan pemeriksaan kedua belah pihak tersangkut dari masing-masing kapal dan saksi dan saksi ahli.

Sekretaris Mahkamah Pelayaran Bambang Sudarmanto SH menyatakan pembacaan putusan pada 11 Desember 2012 . (AB)