(Jakarta, 7/5/2012) Penyampaian Laporan akhir penyelidikan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) pada kecelakaan pesawat MA 60 Merpati Nusantara Airlines MZ 8968 di Kaimana, Papua Barat tanggal 7 Mei 2011  oleh Ketua KNKT Tatang Kurniadi di Ruang Kutai, Kementerian Perhubungan Jakarta, Senin (7/5):  

Pada tanggal 7 Mei 2011, pesawat Xi'an MA60 dengan registrasi PK-MZK yang dioperasikan oleh PT. Merpati Nusantara Airline sebagai penerbangan berjadwal dan dengan nomor penerbangan MZ 8968 berangkat dari Bandara Domine Eduard Osok, Sorong, Papua Barat menuju Bandara Utarom (WASK), Kaimana, Papua Barat.
 
Penerbangan ini merupakan bagian dari serangkaian penerbangan yang dijadwalkan. Penerbangan pertama hari itu MZ 8234 berangkat dari Jayapura ke Nabire, selanjutnya dari Nabire ke Kaimana dan Sorong (MZ 8967), kemudian dari Sorong ke Kaimana dan Nabire (MZ 8968), dan terakhir hari itu dari Nabire ke Biak (MZ 8019).
 
Penerbangan kedua yaitu MZ 8968 berangkat dari Sorong pada 0345 UTC (12.45 WIT) dan diperkirakan akan mendarat di Kaimana pada 0454 UTC (13:54 WIT).
 
Dalam penerbangan tersebut Second in Command (SIC) bertindak sebagai Pilot Flying (PF) dan Pilot in Command (PIC) bertindak sebagai Pilot Monitoring (PM). Penerbangan ini diawaki oleh 2 pilot, 2 pramugari, dan 2 mekanik yang terdaftar sebagai penumpang serta 19  penumpang lainnya yang terdiri dari 16 orang dewasa, 1 anak, dan 2 bayi.
 
Penerbangan dari Sorong menggunakan aturan Instrument Flight Rules (IFR). Bandara Kaimana tidak memiliki sarana untuk mendukung instrument approach, sehingga dengan kondisi tersebut makan pendaratan di Bandara Kaimana harus dilakukan secara visual. 
 
Pilot mendapatkan informasi dari Sorong dispatcher bahwa pada jam 03:00 UTC (12:00 WIT) cuaca di sekitar Bandara Kaimana hujan dan jarak pandang 8 kilometer.
 
Pada pukul 0425 UTC (13:25 WIT), setelah melewati point JOLAM, pilot menghubungi Radio Bandara Kaimana dan diinformasikan oleh petugas AFIS (Aerodrome Flight Information Service) bahwa cuaca di Bandara Kaimana saat itu sedang hujan, dengan jarak pandang 3 sampai 8 kilometer, awan cumulonimbus pada ketinggian 1500 kaki, arah angin bertiup dari arah barat daya dengan kecepatan 3 knot, dan suhu udara 29 derajat celcius. 
 
Komunikasi terakhir dengan pilot terjadi sekitar 0450 UTC (13:50 WIT). Pada saat itu pilot menanyakan adanya perubahan jarak pandang, dan diinformasikan bahwa jarak pandang di Bandara Kaimana 2 kilometer, dan ketinggian dasar awan 1400 kaki. 
 
Prosedur untuk melakukan penerbangan secara visual mensyaratkan jarak pandang minimum 5 kilometer dan ketinggian dasar awan 1500 kaki. 
 
Kedua pilot terfokus untuk menemukan landasan pacu hingga ketinggian 376 kaki, namun karena landasan pacu tidak terlihat, maka pilot memutuskan untuk membatalkan ancang-ancang pendaratan (approach) dengan menaikkan ketinggian pesawat sambil berbelok ke kiri untuk terbang diatas laut. Ketinggian pesawat mencapai 585 kaki dan kemiringan pesawat bertambah dari 11 menjadi 38 derajat ke kiri.
 
Rate of descent bertambah secara signifikan hingga mencapai sekitar 3000 kaki per menit dan akhirnya pesawat masuk ke laut.
 
Lokasi kecelakaan di sekitar 800 meter arah barat daya dari ujung landasan pacu 01 atau 550 meter dari garis pantai. Sebagian besar reruntuhan pesawat berada di dasar laut dengan kedalaman antara 7 sampai 15 meter.
 
Seluruh awak pesawat dan penumpang meninggal dalam kecelakaan ini.
 
Penyelidikan  mendapatkan bahwa penerbangan mendekati Bandara Kaimana, pesawat diterbangkan dengan menggunakan aturan Visual Flight Rules (VTR), namun kondisi cuaca dengan jarak pandang 2 km tidak memenuhi syarat penerbangan visual. Dalam penerbangan ini tidak terdengar adanya approach briefing dan landing checklist.
 
Penurunan pesawat (rate of descent) yang cepat hingga sekitar 3000 kaki per menit disebabkan oleh kombinasi beberapa faktor seperti sudut kemiringan pesawat yang besar (hingga 38 derajat), dan flaps yang dimasukkan dari posisi 15 menjadi 5 dan selanjutnya ke 0. Kondisi ini diperparah oleh daya mesin yang lebih rendah daripada bila pada modus TOGA (Take Off and Go-Around), serta posisi pesawat mengarah kebawah dan kecepatan pesawat yang masih relatif rendah.
 
KNKT merekomendasikan kepada PT. Merpati Nusantara Airlines untuk meninjau sistem manajemen pelatihan agar memenuhi persyaratan pelatihan standar dan meningkatkan prosedur penerimaan pesawat termasuk dokumentasi dan manual, sesuai dengan persyaratan CASR.
 
KNKT merekomendasikan kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Udara pada saat menerima pendaftaran awal pesawat memeriksa data secara komprehensif terhadap dokumen dan manual pesawat, sebelum menerbitkan sertifikat C of A (Certificate of Airworthiness) sesuai dengan persyaratan  CASR 121 termasuk parameter DFDR. KNKT juga merekomendasikan kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Udara untuk meninjau kembali silabus pelatihan untuk memenuhi persyaratan kualifikasi dan crew pairing. KNKT merekomendasikan pula kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Udara untuk meninjau kembali implementasi Safety Management System (SMS) ke semua operator. (RY)