(Jakarta, 22/3/2012) Kendati  terbuka untuk rencana proyek pembangunan kereta api (KA) super cepat rute Jakarta-Bandung, namun Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan tetap mengedepankan prioritas program Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).

Seperti diketahui, dalam MP3EI, disediakan Rp310 triliun untuk pengembangan kereta api dalam 10 tahun ke depan dan terdapat tiga prioritas pembangunan yang ditargetkan selesai pada 2014 mendatang.

Menurut Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono,  tiga prioritas tersebut diantaranya proyek pembangunan double track (rel ganda) Jakarta-Surabaya, termasuk didalamnya double-double track (DDT) rel dwi ganda rute Manggarai-Cikarang, dan didalamnya sebagian lintas Selatan. Kedua, untuk KA dalam kota, perkuatan kota-kota yang sudah metropolitan, termasuk didalamnya KA bandara yakni KA Bandara Soekarno-Hatta Jakarta dan Kuala Namu Medan.

“Ketiga adalah mass rapid transit (MRT) yang meski belum dapat selesai 1-2 tahun kedepan, tetapi sudah menjadi prioritas,” ujar Wamen di Jakarta, Rabu (21/3).

Ditambahkan Bambang, di luar prioritas itu memang masih ada investasi swasta murni untuk KA barang, juga pemesanan sarana KA oleh BUMN PT KAI, misalnya 120 lokomotif dari General Electric dan akan mengembangkan pusat servis lokomotif di Yogyakarta.

Dalam pertemuan dengan Deputy Director Railwaly Bureu Kementerian Tanah, Infrastruktur, Transportasi, dan Pariwisata (MLITT) Jepang, Hiroshi Tabata, Pemerintah Jepang meminta agar pemerintah Indonesia menyediakan dana 70-90% dari rencana pembangunan KA super cepat senilai Rp56triliun. Namun ditolak lantaran bukan termasuk prioritas MP3EI yang sudah dalam rancangan untuk direalisasikan.

Bambang menambahkan pihaknya tidak menutup diri apabila kemungkinan ada investor yang siap mendanai. Apabila itu ada, maka yang harus dilakukan adalah studi kelayakan dan bila sudah selesai, dilanjutkan dengan market  sounding, apakah swasta tertarik atau tidak. Karena dengan cara itu kalangan bisnis bisa melakukan kalkulasi untuk tingkat profit dan investasi yang dikeluarkan.

Bambang juga mengakui, untuk proyek high speed rail, peran pemerintah juga besar seperti halnya di India. Dari berbagai studi kasus, sering kali proyek ini biaya konstruksinya lebih besar, di sisi lain jumlah penumpang lebih kecil dari perkiraan, dengan demikian subsidi tidak terelakan. Maka kontribusi pemerintah harus sangat besar.

"Saya kira itu posisi saya soal KA super cepat, welcome, tetapi kalau minta porsi dana dari pemerintah, kita tetap pada prioritas," kata Bambang.  (CHAN)