Jakarta – Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan selalu berusaha memanfaatkan berbagai momentum untuk melakukan kampanye peningkatan kesadaran penggunaan angkutan umum massal perkotaan dan non motorized transportation (NMT).

Hari Kesehatan Internasional yang diperingati setiap 7 April dijadikan momentum untuk menyampaikan pentingnya kesadaran penggunaan transportasiumum massal dan NMT dalam mendukung terwujudnya kesehatan personal dan kesehatan masyarakat.

Kepala BPTJ, Polana B. Pramesti mengungkapkan, kampanye dalam upaya meningkatkan kesadaran penggunaan angkutan umum massal dilakukan BPTJ dengan berkolaborasi dan melibatkan kelembagaan lain. Isu transportasi perkotaan, lanjut Polana, sebenarnya secara langsung berkaitan erat dengan isu publik lainnya seperti kesehatan dan lingkungan.

Di masa pandemi Covid-19 setahun terakhir ini, Kemenhub telah menerbitkan serangkaian kebijakan pembatasan kapasitas dan penegakan protokol kesehatan yang ketat untuk semua jenis angkutan umum massa. Hal ini yang memotivasi BPTJ untuk melakukan kampanye meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang manfaat besar dari angkutan umum massal.

Polana, dalam keterangannya yang disampaikan dalam webinar bertajuk “Bermobilitas Harian dengan Transportasi Publik, Siapa Takut”, yang dilakukan awal pekan April lalu mengungkapkan, BPTJ terus melakukan upaya sosialisasi penegakan protokol kesehatan yang ketat, upaya ini diperlukan untuk menjaga kepercayaan masyarakat dalam menggunakan transportasi umum massal selama pandemi virusSarsCov-2 ini, jika terpaksa keluar rumah atau bermobilitas sehari-hari.

BPTJ, lanjut Polana, terus melakukan koordinasi dan memastikan transportasi umum berlangsung selamat, aman, nyaman, sehat dan ramah lingkungan serta menegakkan protokol kesehatan yang ketat sesuai ketentuan yang telah ditetapkan.

“Pembatasan kapasitas dan penegakan protokol kesehatan pada masa pandemi Covid-19 ini justru bagian dari upaya untuk tetap membangun kepercayaan masyarakat terhadap angkutan umum massal agar tidak terjadi penularan virus Covid-19 di angkutan umum massal,” ujarnya.

Sinergi dengan Lembaga Lain untuk Pemantauan Pelaksanaan Protokol Kesehatan

Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat saat masyarakat menggunakan angkutan umum massal, BPTJ, lanjut Polana, bersama Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan Ombudsman melakukan pemantauan pelaksanaan protokol kesehatan pada layanan angkutan umum massal perkotaan di wilayah Jabodetabek.

Pelaksanaan protokol kesehatan pada layanan angkutan umum massal perkotaan di wilayah Jabodetabek diantaranya adalah pembatasan kapasitas angkut di setiap jenis angkutan umum massal.

Menjaga Kepercayaan Masyarakat

Menurut Polana, pembatasan kapasitas angkut pada angkutan umum massal otomatis akan berdampak pada penurunan jumlah penumpang, namun upaya ini untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap layanan angkutan umum massal di Jabodetabek yang tetap terjaga sesuai dengan ketentuan protokol kesehatan yang telah ditetapkan.

Kepercayaan masyarakat untuk menggunakan angkutan umum massal di Jabodetabek, lanjut Polana, tidak cukup hanya dengan pemenuhan sarana dan prasarana transportasi saja, tetapi juga harus dibarengi dengan perubahan perilaku masyarakat untuk bertransportasi.

“Harus ada perubahan perilaku dari masyarakat, bagaimana membiasakan dan kesadaran menggunakan angkutan umum massal yang aman, nyaman dan sehat. Karena itu, BPTJ bersama stakeholder lainnya gencar melakukan kampanye meningkatkan pemahaman masyarakat tentang manfaat angkutan massal di masa pandemi ini,” jelas Polana.

Sisi Positif Angkutan Umum Massal

Penggunaan angkutan umum massal, memiliki manfaat positif yang besar bagi kepentingan publik secara umum maupun personal. Penggunaan angkutan umum massal sangat terkait dengan permasalahan kesehatan publik dan kesehatan lingkungan yang harus menjadi perhatian semua pihak.

Selain itu, penggunaan angkutan umum massal harus dilihat secara utuh prosesnya. Bukan hanya hanya sekadar sudah naik Kereta Rel Listrik (KRL), Mass Rapid Transit (MRT), Light Rail Transit (LRT) atau Bus Rapid Transit (BRT) seperti Transjakarta, namun di dalamnya terdapat pula Non Motorized Transportation (NMT) baik tahapan first mile yaitu dari titik awal berangkat menuju angkutan umum massal ataupun last mile yaitu perpindahan dari angkutan umum massal menuju titik terakhir tujuan dengan berjalan kaki atau bersepeda.

Menurut Polana, tujuan dari penggunaan angkutan umum massal adalah terbentuknya sustainable transportation, termasuk dampaknya bagi kesehatan dan lingkungan. “Jika hal ini terwujud akan menjadi kontribusi yang luar biasa untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat perkotaan,” ujarnya.

Polana mengungkapkan, pemanfaatan NMT secara langsung mendorong masyarakat untuk aktif secara fisik dan meninggalkan kendaraan bermotor. Aktivitas fisik (berjalan kaki atau bersepeda) akan menyehatkan jasmani sehingga kita terhindar dari penyakit non infeksi yang saat ini di Indonesia jumlah penderitanya terus bertambah akibat masyarakat kurang bergerak.

Secara empirik tingkat polusi udara di Jabodetabek bersumber dari sektor transportasi. Kondisinya cukup parah, dan hal ini dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan.

“Untuk itu, salah satu jalan keluarnya adalah semaksimal mungkin menggunakan angkutan umum massal dan NMT serta mengurangi penggunaan kendaraan pribadi,” tukas Polana.

Angkutan Umum Massal Bagi Warga Jabodetabek

Terkait dengan penggunaan angkutan umum massal bagi warga Jabdetabek, Polana juga menyinggung mengenai target Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ) 2029 yang menyebutkan bahwa pada tahun 2029 sebanyak 60% pergerakan warga di Jabodebatek harus sudah menggunakan angkutan umum massal. “Karena itulah sasaran utama kampanye naik angkutan umum dan NMT menyasar kaum millenial dan generasi dibawahnya (Generasi Z dan Alpha) karena merekalah nanti yang akan mendominasi aktivitas kehidupan metropolitan Jabodetabek ini pada tahun 2029,” ujar Polana.

Founder & Chairman Junior Doctor Network Indonesia dr. Andi Khomeini Takdir, SpPD, yang juga menjadi salah satu narasumber dalam webinar tersebut mengungkapkan, kebiasaan naik transportasi umum dan NMT akan berdampak signifikan terhadap peningkatan kualitas udara sehingga masyarakat terhindar dari berbagai gangguan paru-paru. Naik transportasi umum juga menghindari kita duduk berlama-lama di dalam kendaraan pribadi yang tidak baik bagi kesehatan dan membuat stress.

Bahkan, lanjut dr Andi, naik transportasi umum dan NMT membuat tingkat stres rendah dan asam lambung terjaga. Apalagi jika memperbanyak jalan kaki atau bersepeda, imunitas kita akan menjadi lebih baik.

Upaya BPTJ melakukan berbagai sosialisasi dan kampanye penggunaan angkutan umum massal di masa pandemi ini menurut dr Andi, selain upaya menjaga kepercayaan publik terhadap transportasi umum dan NMT, juga dapat menciptakan budaya baru bertransportasi bagi masyarakat.

“Harus tetap digaungkan bertransportasi yang aman, nyaman, sehat dan ramah lingkungan, meski di masa pandemi, agar nanti setelah pandemi berlalu menjadi terjadi budaya baru yang terjadi pada masyarakat,” ujar dr Andi.

Bahkan, untuk mobilitas harian, dr Andi menyarankan agar trasnportasi umum massal menjadi pilihan masyarakat. “Untuk mobilitas harian, solusinya adalah transportasi publik,” tegasnya.

Menggunakan Angutan Umum Massal Baik Untuk Kesehatan Mental

Senada dengan hal tersebut, Nadine Chandrawinata, pesohor yang juga menjadi duta kampanye Lingkungan Hidup ini menambahkan, transportasi umum massal publik yang ramah lingkungan berdampak besar tidak hanya bagi kesehatan lingkungan tetapi juga kesehatan jiwa dan raga. Polusi udara berkurang, udara menjadi bersih. Jika udara bersih maka kegiatan olahraga seperti berjalan atau bersepeda juga akan lebih nyaman.

“Menggunakan angkutan umum massal untuk mobilitas harian ini baik untuk kesehatan mental, jiwa, dan badan. Sangat banyak hal positif kalau kita naik transportasi umum termasuk lebih hemat dan efisien,” ujar Nadine. (IS/AS/HG/HT/JD)