JAKARTA – Meski revisi PM No. 32 tahun 2016 belum tuntas, Kemenhub minta perusahaan aplikasi mulai menerapkan peraturan tersebut, termasuk mendaftarkan kendaraan yang beroperasi. Hal tersebut disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Kemenhub Sugihardjo saat ditemui di Jakarta, Senin (13/3).

Dalam kesempatan tersebut, Sesjen memaparkan data angkutan sewa online yang beroperasi di wilayah DKI Jakarta. Dari data yang dipaparkan, hanya 10% jumlah kendaraan yang mendaftarkan diri dan memiliki izin beroperasi.

“Dari data yang kami dapat, contohnya aplikasi Grab Car yang dikelola oleh PT Solusi Transport Indonesia, jumlah kendaraan yang kita identifikasi ada 5.110 kendaraan, yang sudah berizin untuk wilayah DKI Jakarta baru 347 kendaraan, berarti ada 4.763 kendaraan yang tidak izin”, papar Sesjen.

Lebih lanjut Sesjen menjelaskan apabila perusahaan aplikasi masih memberikan fasilitas online kepada angkutan yang tidak memiliki izin, perusahaan tersebut akan mendapatkan sanksi.

“Kalau perusahaan aplikasi masih beri fasilitas sistem informasi kepada pemilik kendaraan yang tidak punya izin, perusahaan aplikasinya harus diberi sanksi. Kemenhub memberikan masukan kepada Menkominfo yang memiliki wewenang untuk melakukan pemutusan akses (pemblokiran) sementara terhadap provider aplikasi”, papar Sesjen.

Pemberlakuan izin kepada segenap angkutan sewa online yang beroperasi juga berkaitan dengan kuota kendaraan di setiap wilayah. Untuk menjaga keseimbangan transportasi, Kemenhub berupaya mengatur jumlah kendaraan yang beroperasi di jalan, termasuk angkutan sewa online. Dalam hal ini, Kemenhub menyerahkan penetapan kebutuhan jumlah kendaraan angkutan sewa online sepenuhnya kepada Gubernur sesuai domisili perusahaan dan Kepala BPTJ untuk wilayah JABODETABEK.

“Sesuatu yang berlebihan itu pasti akan berdampak dan mengganggu keseimbangan. Untuk itu, dalam pengaturan transportasi, kenapa harus ada izin, karena kita ingin kendalikan supply (penawaran) dan demand (permintaan). Kita berharap angkutan sewa online harusnya bersifat komplemen. Kalau jumlahnya semakin banyak, ini bukan komplemen lagi. Jumlahnya harus dihitung, nanti kita duduk bersama dengan Pemda, Organda, Aplikasi, dan Koperasi”, jelas Sesjen.

Selain masalah perizinan dan kuota, persoalan tarif angkutan juga ramai diperbincangkan publik. Dalam hal ini, Kemenhub menyerahkan penetapan tarif angkutan sewa online sepenuhnya kepada Gubernur sesuai domisili perusahaan dan Kepala BPTJ untuk wilayah JABODETABEK.

“Yang membedakan angkutan sewa umum dan sewa khusus (online) itu salah satunya adalah wilayah operasi. Sehingga dengan adanya wilayah operasi tentu perijinannya dikeluarkan oleh Pemda setempat, nanti kebijakannya biar Gubernur yang menentukan. Jika nantinya ada perbedaan tarif antar wilayah, bisa dimaklumi, karena kebutuhan ekonomi dan tingkat kepadatan lalu lintasnya beda”, jelas Sesjen.

Saat ini uji publik terhadap revisi PM No.32 Tahun 2016 tentang penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek, masih dilakukan. Dengan uji publik ini, diharapkan Kemenhub dapat merumuskan regulasi yang mengakomodir kepentingan semua pihak, baik dari masyarakat pengguna, penyedia jasa aplikasi, taksi konvensional, maupun pihak-pihak yang netral, seperti pengamat dan akademisi. Kemenhub menargetkan Revisi PM No.32 Tahun 2016 akan selesai pada bulan April.

“Kami targetkan April selesai. Kalau aturan ini sudah tuntas, sesuai dengan masukan, maka kami minta semua pihak mentaati supaya tidak terjadi kericuhan lagi”, tutup Sesjen.

Revisi PM No.32 Tahun 2016 terus disosialisasikan. Revisi dilakukan, karena selama ini aturan tersebut kerap menjadi perdebatan di tengah masyarakat. Adapun beberapa hal yang ditambahkan ke dalam revisi PM No.32 Tahun 2016, antara lain jenis angkutan sewa, kapasitas silinder mesin kendaraan, batas tarif angkutan sewa khusus (online), batas kendaraan angkutan sewa khusus (online), kewajiban STNK berbadan hukum, uji KIR, pool, bengkel, pajak, akses digital dashboard, dan sanksi. (CRA/TH/BS/JAB)