Jakarta - Di tengah gencarnya Pemerintah membangun transportasi massal berteknologi maju yang ramah lingkungan, saat ini ada sejumlah proyek transportasi berbasis rel yang sudah hampir selesai, yakni light rail transit (LRT) Jabodebek dan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).

KCJB dikategorikan Proyek Strategis Nasional, menurut Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, sesuai arahan Presiden Joko Widodo, akan selesai pada Juni 2023. Hal tersebut dikemukakan Menhub saat berkunjung ke Kampus Universitas Gajah Mada (UGM) pada tanggal 29 Juli 2022 lalu.

Batas waktu tinggal 12 bulan lagi, proyek pembangunan infrastruktur transportasi berbasis rel yang digarap PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), sempat terkendala oleh berbagai masalah. Oleh karena itu, berbagai upaya dilakukan Kemenhub bersama stakeholder agar pengerjaan proyek yang menjadi ikon ibukota negara-negara maju itu dapat berjalan dengan baik dan tepat waktu sesuai batas waktu yang ditetapkan Presiden.

Selain KCJB, menurut Menhub Budi Karya yang juga perlu dipersiapkan agar pengerjaan proyek LRT Jabodebek dapat selesai dan terealisasi dengan baik.

Libatkan UGM dan ITB Sebagai Pendamping

Menhub Budi Karya mengajak dua perguruan tinggi negeri (PTN) yaitu UGM dan ITB untuk terlibat dalam kedua Proyek Strategis Nasional tersebut sebagai institusi pendamping bagi Kemenhub untuk melakukan review atas kesiapan operasi KCJB dan juga LRT Jabodebek.

Ajakan tersebut disampaikan Menhub saat meninjau langsung Laboratorium Transportasi Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gajah Mada di Yogyakarta, Jumat 29 Juli 2022.

Menhub menegaskan, pihaknya ingin agar nantinya proyek KCJB dan LRT Jabodebek memiliki kualitas konstruksi yang baik dan juga saat operasional mempunyai standar pelayanan dan keselamatan yang prima.

“Kedua proyek tersebut diharapkan memiliki kualitas yang sama dengan kereta cepat Shinkansen yang beroperasi di Jepang,” pungkas Budi Karya optimis. Selanjutnya Menhub juga berharap, kedua moda transportasi berbasis rel itu kelak dalam operasionalnya zero accident.

“Harus menjadi prinsip utama kita, apalagi dua proyek ini sarat teknologi mutakhir,” tegasnya, karena itu Menhub datang ke laboratorium Tehnik Sipil UGM untuk mengundang langsung keterlibatan UGM dan ITB.

“Para pakar di kedua PTN itu akan menjadi tenaga ahli pendamping Kementerian Perhubungan dalam melakukan review akan kesiapan operasi LRT Jabodebek dan KCJB bersama konsultan Crossrail International yang ditugaskan dari Department for Transportation Inggris," imbuhnya.

Operasi KCJB dan LRT Jabodebek Harus Berhasil

Upaya maksimal yang dilakukan Menhub maksudnya agar Indonesia tidak kalah dengan negara-negara lain. Dia yakin Indonesia mampu bersaing dengan negara maju lainnya.

“Kita sudah punya pengalaman di kereta MRT, termasuk KAI juga sudah punya pengalaman di LRT. Karena itu baik LRT Jabodebek maupun KCJB harus berhasil dan zero accident”, tegasnya lagi.

Selain itu, Menhub juga berniat mendorong peningkatan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) pada proyek infrastruktur transportasi.

Dekan Fakultas Teknik UGM Prof. Ir. Selo sangat mengapresiasi keinginan Menhub untuk melibatkan perguruan tinggi di Indonesia dalam proyek pembangunan infrastruktur transportasi. Hal ini merupakan kesempatan bagi perguruan tinggi untuk berkontribusi pada pembangunan infrastruktur transportasi khususnya teknologi sektor perkeretaapian.

"Terima kasih kesempatan yang diberikan Kementerian Perhubungan untuk masuk ke dunia perkeretaapian. Kami selama ini mungkin kurang area bermain, kurang masuk kesana, tentu hal ini menjadi suatu kesempatan yang luar biasa agar kami dapat berkontribusi membangun kemandirian teknologi," ujar Selo.

Selanjutnya, pihaknya juga berharap dengan keterlibatan ini maka akan menjadi kesempatan bagi Indonesia ke depan untuk tidak lagi bergantung dengan teknologi luar negeri.

"Ini suatu kesempatan bagi kita untuk sedikit demi sedikit menguasai meskipun baru mengintegrasikan,” imbuhnya,.

Dia menambahkan, untuk menguasai paling tidak kita tidak tergantung pada vendor tertentu sehingga kita punya kewenangan keleluasaan untuk memilih, ini adalah suatu kemandirian keputusan.

Belajar dari Keberhasilan dan Kegagalan Shinkanzen

Selo sepakat dengan arahan Menhub, sebelum KCJB mulai operasi, agar para pihak terkait belajar layanan kereta cepat Shinkanzen di Jepang, karena menurut PT KCIC akan mengoperasikan jalur KCJB menggunakan Kereta Cepat CR400AF serupa kereta Shinkanzen.

Kereta cepat buatan China yang dikembangkan dengan mengadopsi teknologi Shinkanzen dan kereta cepat Eropa memiliki kecepatan desain hingga 420 km/jam dan kecepatan operasional 350 km/jam.

Kereta ini mampu membawa 16 gerbong dengan kapasitas maksimum 1.200 orang. Para penumpang akan merasa mengesankan dan nyaman berada dalam kabin kereta yang didesain dengan fitur-fitur kekinian.

Demikian pula, kelengkapan kursi penumpang memiliki sarana hiburan, seperti layar kaca pintar, pengisian - charging buat perangkat nirkabel, dan juga kereta cepat varian CR400AF dirancang untuk kondisi cuaca ekstrem hingga operasi otonom.

Sesuai dengan syarat yang diingini oleh Menhub, KCJB dirancang untuk memberikan perlindungan bagi penumpang yang tinggi, seperti kereta Shinkanzen tetap mampu melaju dalam kondisi cuaca buruk dan gempa, serta mati listrik karena memiliki baterai kering cadangan.

Shinkanzen “Model” Bagi KCJB

Selain kehebatan dari kecanggihan CR400AF yang mengadopsi dari Shinkanzen dan kereta cepat Eropa, yang utama adalah lintasan rel KCJB diketahui -dari Web PT KCIC, melalui perbukitan, menembus lorong sejauh 1 km, serta daerah rawan gempa, harus memiliki konstruksi seperti lintasan rel Shinkanzen.

Namun demikian, dengan panjangnya jalur yang dilalui Shinkanzen yang membentang di empat pulau, ternyata dalam operasionalnya hanya di satu pulau kereta cepat itu meraih keuntungan sedangkan di tiga pulau lainnya merugi, disebabkan faktor demografi, populasi, dan sosial ekonomi penduduknya berbeda.

Selain itu, pembangunan dan operasional Shinkanzen yang dicampuri kepentingan politik sehingga membuat bisnis tak berjalan mulus. Dari kegagalan ini, pihak Kemenhub dan stakeholder harus belajar dari Shinkanzen, bila berencana perpanjang lintasan ke kota lain di Jawa atau diaplikasikan di luar Jawa. (AS/IS/RY/HG)