JAKARTA – Persoalan transportasi di kota-kota metropolitan di dunia dengan penduduk yang besar dan padat masih tetap sama, yaitu masih harus berjibaku dengan masalah kemacetan lalu lintas parah yang terjadi setiap hari.

Jakarta dengan kota-kota satelit di sekelilingnya yang biasa disebut dengan kota aglomerasi Jabodetabek, yaitu Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi adalah sebuah kawasan yang memiliki masalah kemacetan lalu lintas parah. Kota-kota metropolitan di dunia yang juga memiliki masalah yang sama antara lain Bangkok, Isntanbul, Meksiko, Moskow, Saint Petersburg, Bukares, Chongqing, Shenzhen, . Guangzhou, dan Kota Zhuhai.

Kemacetan Sumber Menurunnya Produktivitas

Di Jakarta, Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan pernah merilis akibat kemacetan yang terjadi di daerah terpadat di Indonesia, yaitu kawasan aglomerasi Jabodetabek, mengakibatkan kerugian ekonomi senilai Rp71,4 triliun per tahun. Kerugian, menurut rilis tersebut, disebabkan oleh pemborosan bahan bakar minyak (BBM) dan menurunnya produktivitas karena hilangnya waktu masyarakat selama terjebak macet.

Agar kemacetan dapat terurai, khususnya di Jabodetabek, tidak terlepas dari peran masyarakat dalam menggunakan transportasi publik atau transportasi massal dan agar transportasi publik atau transportasi massal diminati oleh masyarakat syaratnya harus nyaman, aman, dan berstandar, serta kemudahan aksesibilitas dan integrasi antarmoda yang baik. Salah satu angkutan umum massal tersebut adalah Lintas Rel Terpadu (LRT).

LRT Sebagai Upaya Atasi Kemacetan

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, dalam acara webinar yang bertema “Aksesibilitas dan Integrasi Antar Moda pada LRT Jabodebek” yang diselenggarakan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) pada Kamis (12/5) lalu mengungkapkan, pembangunan LRT Jabodetabek adalah bagian dari upaya Pemerintah untuk menyelesaikan masalah transportasi perkotaan di Jabodetabek.

“Jabodetabek masih bergelut dengan isu kemacetan, yang penyebab utamanya adalah penggunaan kendaraan pribadi. Untuk itu, kemudahan mengakses dan integrasi antarmoda menjadi kunci,” ucap Menhub.

LRT Jabodebek memiliki panjang lintasan 44,43 km dan 18 titik stasiun pemberhentian. Waktu tempuh yang lebih cepat, kepastian jadwal, dan kenyamanan dalam LRT menjadi keunggulan yang diharapkan membuat masyarakat beralih ke transportasi umum.

LRT Jabodebek akan diintegrasikan dengan Stasiun Kereta Cepat di Halim. Sementara, untuk memudahkan akses menuju Stasiun LRT Jabodebek, akan dibangun sejumlah fasilitas pendukung baik dalam jangka pendek, seperti akses jembatan, tangga, eskalator, lift dan dalam jangka panjang akan dibangun seperti park and ride, perbaikan geometri jalan, dan pelebaran jalan.

Ditargetkan, penumpang LRT Jabodebek ini mencapai 100 ribu orang per hari dan headway 6 menit sekali. Stasiun Cawang akan menjadi hub-nya yang diprediksi terjadi pergerakan paling besar di stasiun ini yaitu sekitar 79 ribu pergerakan per hari.

Direktur Prasarana Ditjen Perkeretaapian Harno Trimadi menjelaskan, Kemenhub memfasilitasi 3 (tiga) pihak pengguna LRT yakni pejalan kaki dan pesepeda, pengguna angkutan umum lain, dan pengguna angkutan pribadi. (IS/AS/RY/HG)