(Semarang, 11/9/2012) Kejadian kecelakaan di perlintasan sebidang yang melibatkan kendaraan moda jalan/orang dan moda kereta api pada dasarnya bukan termasuk kecelakaan kereta api, namun lebih berkaitan dengan kecelakaan jalan. Penegasan tersebut dinyatakan oleh Direktur Keselamatan Perkeretaapian Hermanto Dwiatmoko pada acara Sosialisasi dan Lokakarya Keselamatan Perkeretaapian  di Hotel Santika Semarang Selasa 11/9/2012. Sejauh ini masih banyak anggapan bahwa kecelakaan di perlintasan sebidang merupakan bagian dari kecelakaan kereta api, sehingga opini yang terbentuk di mata publik menganggap kereta api adalah pihak yang selalu patut dipersalahkan.

Menurut Hermanto UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan telah secara tegas menyebutkan bahwa pada perlintasan sebidang antara jalur KA dan jalan pengemudi kendaraan wajib mendahulukan kereta api dan wajib berhenti ketika sinyal berbunyi, palang pintu kereta api sudah ditutup atau ada isyarat lain. Selain itu hal tersebut juga dipertegas pada PP No. 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan KA yang juga menyebutkan bahwa pada perpotongan sebidang antara jalur KA dengan jalan yang untuk lalu lintas umum atau lalu lintas khusus pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan KA.  Pemakai jalan sesuai peraturan ini juga wajib mematuhi semua rambu-rambu jalan di perpotongan sebidang.

Meski bukan termasuk kecelakaan KA, Hermanto menegaskan bahwa Ditjen Perkeretaapian melalui Direktorat Keselamatan Perkeretaapian tetap menaruh perhatian terhadap permasalahan ini. “Kami selalu berusaha untuk mensinergikan semua pihak yang terkait dengan urusan perlintasan sebidang ini, sehingga sebisa mungkin kecelakaan di perlintasan sebidang bisa dikurangi,” kata Hermanto. Kenyataan menunjukkan bahwa jumlah perlintasan sebidang sangat banyak dan tidak mungkin semata-mata menutup perlintasan sebidang begitu saja, meski sebetulnya sesuai dengan UU No. 23 tentang Perkeretaapian perlintasan kereta api (harus) dibuat tidak sebidang. Menurut Hermanto idealnya memang perlintasan sebidang dihindari, namun jelas kemampuan anggaran Pemerintah tidak akan mampu menjangkau pembangunan fly over/under pass untuk menggantikan perlintasan sebidang sebanyak yang dibutuhkan. “Kalau perlintasan sebidang itu ditutup begitu saja, ekonomi di sekitar wilayah tersebut dapat terganggu,” kata Hermanto.

Setidaknya ada 4 (empat) pihak yang punya tugas dan kewenangan untuk menangani permasalahan perlintasan sebidang yaitu Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Kepolisian dan PT Kereta Api Indonesia (Operator), langkah-langkah keempat pihak ini yang perlu disinergikan. Sejauh ini langkah-langkah yang telah dilaksanakan diantaranya dengan Pemerintah Daerah adalah melakukan koordinasi mengurangi perlintasan sebidang dengan menggabungkan beberapa perlintasan yang ditutup dan membangun frontage road, memasang pintu perlintasan dan Pemerintah Daerah membiayai penjagaan perlintasan sebidang, melakukan sertifikasi terhadap penjaga perlintasan sebidang, memasang warning devices pada perlintasan sebidang yang tidak dijaga dan menutup pintu perlintasan sebidang liar, dan melakukan berbagai sosialisasi kepada publik. (BRD)