JAKARTA - Izin usaha angkutan udara niaga berjadwal atau maskapai penerbangan berjadwal akan dievaluasi setiap tiga tahun sekali. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Nomor PM 5 tahun 2015, tentang Perubahan Kedua atas PM Nomor KM 25 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara.

Untuk memeroleh izin usahanya, menurut Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan, J. A. Barata, maskapai melampirkan berkas permohonan secara tertulis secara lengkap.

"Di poin G pasal 4, disebutkan bahwa pemohon (maskapai) melampirkan juga rencana bisnis untuk minimal lima tahun ke depan," tutur Barata di Jakarta, Jumat (6/3).

Pemberian atau penolakan atas permohonan izin usaha oleh Menteri diberikan dalam jangka waktu 60 hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap berkasnya.

Pada pasal 8 disebutkan bahwa pemberian izin dilakukan, untuk penerbangan berjadwal, dilampirkan pula rute penerbangan sesuai rencana bisnis yang disetujui.

"Menteri melakukan evaluasi terhadap rute termuat dalam lampiran izin usaha, sekurang-kurangnya satu kali dalam lima tahun," kata Barata.

Tak hanya itu saja, dalam PM tersebut, lanjut Barata, disebutkan pada pasal 10, izin usaha angkutan udara, dilarang dipindahtangankan kepada pihak lain, sebalum melakukan kegiatan tersebut secara nyata dengan mengoperasikan sesuai izin usaha yang diberikan.

"Bahkan bila ingin mengubah nama perusahaan, maka maskapai juga harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari Menteri," ujar Barata.

Dalam PM ini, terdapat 11 pasal yang ditetapkan pada 6 Januari oleh Menteri Perhubungan Ignasius Jonan dan diundangkan pada 7 Januari 2015. (CHA)