(Jakarta, 23/05/2011) Pemeriksaan  khusus  keselamatan  (special safety audit) pada seluruh pesawat jenis MA-60 milik PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) terkait adanya salah satu pesawat  tersebut yang jatuh di Kaimana, Papua Barat, menetapkan bahwa pesawat milik MNA jenis MA-60 boleh terbang, karena  memenuhi standar kelaikudaraan. Namun pemerinah merekomendasikan agar pesawat jenis tersebut tidak terbang di tiga bandara yakni Ende, Waingapu dan Ruteng yang semuanya berada di Nusa Tengara Timur.

Demikian diungkapkan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Herry Bakti, kepada wartawan dalam penjelasan mengenai hasil pemeriksaan khusus audit keselamatan, di kantornya, Senin (23/5).
         
“Pesawat jenis MA-60  tidak  baik terbang pada daerah yang memiliki tingkat kesulitan yang tinggi seperti pada tiga bandara di kawasan NTT tersebut, sehingga untuk sementara itu tidak bisa terbang ke tiga bandara tersebut,” ungkap Herry Bakti, didampingi Direktur Kelaikan Udara Ditjen Hubud, Yurlis Hasibuan dan Kepala Puskom Kemenhub, Bambang S. Ervan.

Herry Bakti juga mengungkapkan, dari rekomendasi itu terungkap adanya ketidakdisiplinan  dilakukan pilot mengikuti prosedur penerbangan, karena ketika akan landing pada ketinggian diluar yang ditentukan. Misalnya ketentuan landing dengan ketinggian dibawah 5000 m tidak dibolehkan, tetapi pada saat  terjadinya kecelakaan dari data yang ada,  pesawat masih pada ketinggian di bawah 5000 m.

Untuk itu pihak Ditjen Hubud meminta pihak PT MNA  bersikap tegas terhadap pilot yang melakukan pelanggaran prosedur penerbangan. Untuk  itu dia merekomendasikan agar manajemen Merpati melakukan pelatihan (training) ulang terhadap  sekitar 77 orang pilot pesawat MA-60 dari total 225 orang pilot.

“Direksinya sudah berjanji, semua kesalahan masa lalu tidak akan diulang kembali.  Direksi bahkan menjanjikan siap memberikan sanksi keras termasuk pemecatan bila terjadi kesalahan prosedur pada setiap pilot mereka,”katanya.
Rekomendasi itu mengacu dari  hasil temuan tim special safety audit  pesawat MA-60 yang berlangsung mulai 13 hingga 15 Mei 2011 menyimpulkan, kesalahan bukan pada teknis pesawat. Karena secara umum, seluruh pesawat MA-60 yang dioperasikan Merpati, laik terbang. Dugaan sementara karena kesalahan prosedur yang dilakukan oleh pilot.

Secara umum hasil dari pemeriksaan  khusus keselamatan penerbangan pada pesawat MA-60,  menyebutkan tidak ditemukan adanya kelainan/kekurangan pada pesawat tersebut. Pesawat dirawat sesuai dengan maintenance programe. Sehingga seluruh pesawat MA-60 dapat dioperasikan kembali kecuali dua pesawat MA-60 dengan registrasi PK-MZA dan PK- MZC karena pesawat tersebut dalam kondisi tidak dapat dioperasikan,” ungkap Herry Bakti.

Lebih rinci Herry Bakti menyatakan, pemerintah juga menginstruksikan kepada PT MNA untuk mengevalussi program pelatihan pilot (pilot training program) karena pilot MA-60 berasal dari beragai crew qualification dan type rating (F-27, F 100, CASA 212, CN 235, Boeing 737, dan pilot yang baru lulus pendidikan), dengan training program yang meliputi training syllabus untuk ab-initio (pilot yang baru lulus dengan CPL single engine instrument rating); pelaksanaan line training termasuk route qualification kepada pilot yang sudah lama tidak terbang di daerah yang memerlukan visual approach (VFR), perlu penambahan line training (SOP PT MNA hanya mengatur 75-100 jam line training) dan dinilai perlu adanya transition training yang cukup kepada pilot dari pesawat jet ke pesawat propeller.

Menindaklnajtui hasil Line Operation Safety Assurance (LOSA), internal audit, dan safety audit & surveillance dari Dirketorat Jenderal Perhubungan Udara, PT MNA juga diwajibkan. segera mengadakan peralatan pendukung flight operation quality assurance (FOCA) dan continuous flight following system untuk memonitor pengoperasian pesawat. Meningkatkan pengawasan agar pilot tetap berpegang tegus pada SOP visual flight rule (VFR) dan  melaksanakan re-training yang menyangkut ALAR, CFIT, stabilized Approach, serta memberikan sanksi tegas kepada pilot yang melanggar SOP.

Selian itu, PT MNA diminta untuk memiliki simulator yang sesuai dengan pengoperasian pesawat MA-60 di  Indonesia, apabila simulator tersebut belum tersedia, maka simulator yang digunakan untuk training din Xian Aircraf Caompany-China agar dilengkapi dengan aiport database yang  diterbangi oleh peswaat MA-60 di Indonesia.

“Selama ini Merpati tidak memiliki simulator untuk jenis pesawat MA 60, sehingga crew jika akan latihan menggunakan simulator harus ke China. Untuk itu ke depan Merpati harus memiliki simulator untuk jenis pesawat tersebut di Indonesia, dan saat ini Merpati sudah menyiapkan  pengadaannya, dengan rencana kedatangan pada  akhir tahun ini,” ungkap Herry Bakti. (AB)