Cuaca panas tropis mengiringi perjalanan tim www.dephub.go.id menuju Desa Tanah Awuk, Lombok Tengah, NTB. Perjalanan melalui jalan raya yang masih dalam proses pelebaran dan pengaspalan tersebut terbilang sangat lancar. Waktu yang ditempuh sekitar 60 menit dari Bandara Selaparang, Mataram menuju lokasi tujuan di Lombok Tengah. Setelah melewati jalan by pass, dari kejauhan nampak pintu gerbang bertuliskan “Bandar Udara Internasional Lombok” yang menjadi tujuan kami.

Dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi, Nusa Tenggara Barat yang memiliki julukan Negeri 1000 Mesjid saat ini sedang menyiapkan sebuah bandar udara baru bertaraf internasional, Bandara Internasional Lombok (BIL). BIL yang berjarak 40 km dari bandara existing NTB, Bandara Selaparang, Mataram ini dibangun di atas lahan seluas 538,8 hektar dengan landasan 2750 m x 45 m. Jika dibandingkan dengan Bandara Selaparang yang hanya memiliki panjang dan lebar landasan 2100 m x 40 m, BIL akan mampu menampung pesawat-pesawat berbadan besar, yang artinya akan lebih banyak penumpang yang diangkut. Pembangunan BIL yang menelan biaya Rp 829 miliar ini dilaksanakan oleh PT Angkasa Pura I untuk pekerjaan runway, terminal, fasilitas operasional, kespen, dan bangunan lain; Pemprov NTB  untuk pekerjaan taxiway, apron, dan fasilitas penunjang penunjangnya, serta Pemkab Lombok Tengah untuk pekerjaan areal parkir, jalan lingkungan, dan fasilitas penunjangnya.

I Ketut Erdin Nuka, General Manager PT Angkasa Pura I Cabang Bandara Selaparang, saat ditemui di kantornya di Bandara Selaparang, Mataram, NTB mengemukakan rencana pemindahan Bandara Selaparang, Mataram ke BIL yang terletak di Lombok Tengah juga berdasarkan beberapa alasan teknis operasional. “Di masing-masing ujung landasan Bandara Selaparang terdapat pemukiman; di ujung landasan sebelah barat (Runway 09) terdapat jalan raya  menuju lokasi wisata Senggigi. Dari segi operasional, Bandara Selaparang hanya punya single operation di daerah selatan saja karena adanya Gunung Rinjani di sebelah timur (Runway 27), sehingga tidak efisien, kemudian  sisi udara juga sangat sempit karena luas Bandara Selaparang hanya 69 meter, “ papar Erdin.

Selain itu, pemindahan bandara ke lokasi baru juga didasarkan semakin bertambahnya penumpang destinasi Lombok. “Bandara Selaparang memiliki kapasitas tampung 800 ribu penumpang per tahun, sementara saat ini penumpang destinasi Lombok sudah mencapai 1,2 juta sampai dengan 1,4 juta penumpang per tahun. Untuk di BIL nanti bisa menampung hingga 3 juta penumpang per tahun, “ papar Erdin Nuka.

Erdin Nuka menambahkan Pemda setempat juga memiliki harapan BIL akan mengakomodir kebutuhan embarkasi haji menggunakan pesawat Airbus yang sebelumnya harus melalui Bandara Juanda, Surabaya. “ Bandara Bima pun sedang dikembangkan. Nantinya BIL akan menjadi hub utama penerbangan di Indonesia Bagian Timur dan Tengah,” jelasnya.

Lebih lanjut, Erdin Nuka menyebutkan jika BIL telah dioperasikan maka Bandara Selaparang tidak akan beroperasi lagi sebagai bandara umum. “Pastinya kami akan berkoordinasi dengan Pemda setempat akan dimanfaatkan untuk apa Bandara Selaparang jika tidak digunakan lagi. Memang sempat ada permintaan Bandara Selaparang untuk dijadikan flying school namun masih belum pasti, “ paparnya.

Dari sisi pariwisata, jika BIL telah siap dioperasikan maka pemindahan Bandara Selaparang ke BIL akan lebih mendekatkan tujuan sektor pariwisata alam lainnya di NTB. Selama ini masyarakat lebih mengenal daerah Senggigi sebagai objek wisata Lombok yang lokasinya dekat dengan Bandara Selaparang. Padahal potensi wisata alam lainnya di NTB tidak kalah cantiknya dibandingkan dengan keelokan Senggigi. “Pemda NTB tentunya memiliki grand strategy terhadap pembangunan BIL. Jika di Bandara Selaparang dekat dengan daerah pariwisata Senggigi, maka di dekat bandara baru (BIL) itu dekat dengan pariwisata lainnya seperti Pantai Kuta Lombok yang pantainya sangat indah, ada Sembalun di Lombok Utara yang terkenal banyak mata air dengan sungai yang jernih, dan daerah tourism resort yang berjarak 20 km dari BIL,“ jelas Erdin Nuka.

Pembangunan BIL diharapkan akan terus menumbuhkan potensi pariwisata NTB dengan lingkungan yang kondusif bagi wisatawan. Saat tim mengunjungi Bandara BIL, area tourism resort merupakan area bagi wisatawan yang dilengkapi berbagai kebutuhan seperti toko- toko yang menjual cenderamata khas lombok, restoran dan kafe, penginapan, tempat sewa kendaraan, dan sebagainya. Uniknya, penginapan yang disewakan banyak berada di rumah penduduk setempat sebagai tempat homestay bagi para turis. Ada juga penginapan berbentuk rumah khas penduduk suku Sasak agar wisatawan dapat merasakan kebudayaan lokal secara langsung.

ADOPSI CIRI KHAS LOKAL, BERSIAP BERSKALA INTERNASIONAL


Sebagai pintu gerbang menuju daerah wisata Lombok, arsitektur BIL secara fisik tetap memiliki desain khas Lombok sebagai bagian dari master plan dengan berasitektur lumbung, ciri khas suku Sasak. Walaupun mengadopsi budaya lokal, pengembangan BIL tetap memperhatikan aspek sebagai sebuah bandara berskala internasional.

Saat tim memasuki pintu gerbang (gate) bandara terlihat arsitektur BIL berupa lengkungan-lengkungan Lumbung. Pintu gerbang berjumlah 6 gate dengan 3 gate masuk dan 3 gate keluar.

Terminal BIL yang memiliki luas 21.000 m2, dibangun 3 lantai, di mana lantai tiga nantinya digunakan sebagai waving galerry dan meeting room berupa cafe bagi orang-orang yang akan melakukan meeting di bandara.

Memasuki terminal keberangkatan, tampak berjejer 24 check in counter dengan dilengkapi TV Plasma pada masing-masing counter yang akan menunjukkan jadwal penerbangan. Uniknya, pada semua papan penunjuk di areal bandara tersebut ditulis dalam 5 bahasa yaitu Indonesia, Inggris, Cina, Jepang, dan Arab. Inilah salah satu bentuk kesiapan BIL sebagai hub utama penerbangan bertaraf internasional.

Memasuki area ruang tunggu penumpang, kemewahan juga telah tampak. Hampir semua ruang diberi sekat kaca tembus pandang sehingga penumpang dapat melihat ke runway maupun apron. Dua unit garbarata juga terlihat telah disiapkan untuk mengangkut penumpang dari boarding room menuju pesawat agar penumpang merasa nyaman dan pelayanan berjalan optimal. Apron (tempat parkir) pesawat di BIL mampu menampung lebih hingga 10 pesawat narrow body jika dibandingkan apron Selaparang yang hanya mampu menampung 7 pesawat (khususnya untuk yang Ron).

Syamsul Alam (Koordinator Operasi Teknik, Tim Penyelesaian Proyek BIL) mengatakan penyelesaian BIL telah dirampungkan 90% untuk wujud fisiknya kecuali terminal dan tersisa 75% lainnya yang hampir rampung. Kelengkapan navigasi penerbangan di BIL juga lebih lengkap dibandingkan dengan Bandara Selaparang. “Ada yang memang sebelumnya sudah terdapat di Bandara Selaparang dan beberapa baru terdapat di BIL. Misalnya Bandara Selaparang hanya memiliki ADC (Aerodrom Control) sedangkan di BIL dilengkapi dengan APP Control dan ACC,“ jelas Syamsul. ADC merupakan pemanduan pesawat yang dapat memandu pesawat dalam batas pandangan ATC hingga ketinggian 2500 kaki, dengan radius 6 sampai 15 nautical miles. APP Control adalah pemandu pesawat yang bisa mengontrol pesawat sampai dengan 24.500 kaki, sementara ACC ( Area Control Center) dapat mengontrol pesawat dengan ketinggian 24.500 kaki ke atas hingga 48.000 kaki.

Syamsul menambahkan Pertamina saat ini juga sedang dalam proses membangun Depo Pengisian Bahan Bakar Pesawat Udara (DPPU). “ Nantinya refueling pesawat dapat dilakukan langsung di apron sehingga tidak ada lagi mobilisasi kendaraan. Di sini yang agak cantik karena jarang bandara lain yang seperti ini,” jelasnya.

BIL memang merupakan pintu pembuka bagi para wisatawan untuk memasuki surgawi keindahan wisata Lombok. Namun tentunya harus tetap dilengkapi dengan unsur penunjang lainnya agar pengunjung dapat menjangkau tujuannya dengan mudah, misalnya kemudahan transportasi menuju BIL, yang saat ini belum tersedia. Tim proyek pembangunan BIL juga menyadari bahwa seharusnya ada fasilitas kendaraan semacam shuttle bus untuk mencapai BIL yang bisa diperuntukkan bagi wisatawan, penumpang, maupun karyawan BIL. “Di bandara Selaparang kendaraan keluar masuk sekitar 1200 per 24 jam. Artinya jumlah ini nanti menuju ke BIL semua. Bayangkan rata-rata per jam ada 150 kendaraan bolak – balik, “ tambah Syamsul.

Dengan kondisi yang ada, nampaknya memang harus ada suatu tindak lanjut setelah BIL selesai dibangun. Kemudahan dan ketersediaan sarana penunjang transportasi lainnya serta keterlibatan masyarakat setempat menjadi solusi agar “pintu gerbang” ini dapat mengantarkan pengunjung menuju wisata surga Lombok ini. (TIM)