Beberapa kota besar di Indonesia berencana mengoperasikan Mass Rapid Transit  (MRT), diantaranya Bandung, Surabaya, dan Yogyakarta, selain tentu saja Jakarta.  Di Bandung, pembangunan proyek MRT direncanakan dimulai pada akhir 2013. Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung sudah menandatangani nota kesepahaman (MoU) prastudi kelayakan (pre-feasibility study) dengan Panghegar Group dan China National Machinery Import & Export Corporation (CMC).

Nilai investasi proyek MRT Bandung diperkirakan sekitar Rp. 4 triliun. Proyek tersebut akan dibangun sepanjang 12  km dari utara  hingga selatan Kota Bandung. Proyek tersebut akan menghubungkan seluruh wilayah Bandung mulai dari pusat kota yaitu Dago menuju Kabupaten Bandung, Soreang  sampai  Cimahi. Proyek  itu dibiayai melalui skema kerja sama kemitraan pemerintah dan swasta (public private partnership/PPP), dimana investor swasta dari China diharapkan sebagai penyandang dana.

Selain Bandung, Pemprov Yogyakarta juga berencana membangun dan mengoperasikan MRT. Panghegar Group disebut-sebut juga meminati proyek  tersebut.  Panghegar Group  konon sudah mendapatkan surat izin prinsipal untuk melakukan pra dan studi kelayakan  selama dua tahun ke depan. Proyek MRT akan melingkari Kota Yogyakarta dan terhubung ke wilayah Prambanan. Proyek tersebut diharapkan akan menunjang ketersediaan moda transportasi setelah bandara baru Yogyakarta terealisasi. Investasi untuk proyek MRT sepanjang 30-40 km itu diperkirakan mencapai Rp 12 triliun. 

Adapun proyek pembangunan MRT di Surabaya disebut-sebut bakal dibuka tender pengerjaan pembangunannya pada 2013. Proyek MRT di Surabaya akan mendapat dana awal Rp. 30 miliar yang diambil dari APBN. Investor yang meminati  proyek tersebut di antaranya dari Tiongkok, Perancis, dan Korea Selatan.

Proyek MRT di Surabaya bakal dibangun mulai dari Stasiun Gubeng hingga Bandara Juanda di Waru, Sidoarjo. Saat ini, proyek tersebut sudah masuk tahap pertama, yakni program rel ganda (double track) dan peninggian jalur rel yang dimulai dari ruas Kandangan Surabaya ke Waru-Sidoarjo sepanjang total 42 km.

Kelak, proyek MRT di Surabaya tidak hanya untuk jalur Surabaya-Juanda, melainkan beberapa ruas lainnya sehingga totalnya sepanjang 110 km yang terintegrasi dengan berbagai kota di Jawa Timur. Untuk tahap kedua,  proyek MRT di Surabaya meliputi pembangunan rel ganda untuk ruas Kandangan Surabaya-Lamongan, Surabaya-Mojokerto, Waru-Sidoarjo-Porong Sidoarjo-Bangil Pasuruan. Selain Bandung, Surabaya, dan Yogyakarta, proyek MRT juga akan dibangun di Jakarta.

Isu yang perlu diangkat di antaranya posisi Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dalam pembangunan proyek MRT. Informasi mengenai hak, wewenang,  peran, dan kewajiban  Kemenhub dalam proyek MRT perlu disampaikan agar tidak terjadi ketimpangan informasi mengenai proyek infrastruktur yang ditangani Kemenhub dengan proyek infrastruktur yang ditangani  Kementerian PU, Pemda, dan pihak terkait lainnya.

Perlu dibuat kajian singkat mengenai garis besar dampak positif pengoperasian MRT terhadap kemacetan lalu lintas di masing-masing kota di Tanah Air. Informasi ini perlu disampaikan kepada media karena memiliki nilai berita tinggi yang sangat diperlukan masyarakat, Pemda, dan stakeholders lainnya. 

Selain mengungkapkan dampak positif pengoperasian MRT, perlu pula disoroti hal-hal yang mesti diperhatikan dalam membangun dan mengoperasikan MRT agar tidak menimbulkan dampak negatif, misalnya dari sisi tata ruang dan sisi lingkungan. Faktor lingkungan mutlak harus diperhatikan dalam membangun dan mengoperasikan MRT. Jika tidak, alih-alih menciptakan kemaslahatan, MRT justru akan mendatangkan bencana. Proyek MRT yang dibangun menyalahi kawasan resapan air, daerah aliran sungai (DAS),  sempadan sungai, jaringan irigasi, dan kawasan hijau, misalnya, bakal menimbulkan banjir di permukiman, kekeringan lahan pertanian, menyusutnya air tanah, dll.

Kita perlu terus meng-update perkembangan rencana pembangunan MRT di kota-kota besar di Indonesia. Sebaiknya isu ini juga ditekankan pada upaya-upaya agar rencana pembangunan dan pengoperasian MRT di kota-kota besar terealisasi. Perlu pula diinformasikan kendala-kendala yang kemungkinan bakal dihadapi Pemda dalam merealisasikan proyek MRT tersebut.

Selain itu, perlu disoroti secara khusus kemungkinan terkendalanya pembangunan MRT oleh pembebasan lahan. Selama ini, proyek-proyek pembangunan infrastruktur memang masih terkendala pembebasan lahan, sehingga realisasinya sangat lamban. Kendati sudah ada UU Pengadaan Lahan untuk Pembangunan Dalam Rangka Kepentingan Publik dan Peraturan Presiden (Perpres) No 71 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum,  pengadaan lahan untuk infrastruktur belum bisa dipacu akibat masih berlakunya aturan Badan Pertanahan Nasional (BPN) terkait penggunaan tanah negara. Berdasarkan surat edaran kepala BPN yang dikeluarkan pada Februari 2011, dalam proyek-proyek yang melintasi lahan negara, Gubernur harus meminta izin terlebih dahulu kepada menteri-menteri terkait sebelum menentukan surat penetapan lokasi. Itu sebabnya, pengadaan lahan tetap membutuhkan waktu yang panjang. (JAB)