JAKARTA - Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Ir. A. Tonny Budiono, MM., menyampaikan duka cita kepada seluruh korban terbakarnya speedboat (kapal cepat) di perairan Maluku Utara, Sabtu (15/10/2016) kemarin.

"Atas nama pribadi dan institusi, saya sampaikan duka cita yang mendalam atas musibah terbakarnya kapal cepat, sehingga menimbulkan korban luka dan meninggal dunia, juga korban materi," kata Dirjen Tonny.

Dirjen Tonny juga menyampaikan keprihatinannya karena musibah mesin kapal cepat terbakar kembali terjadi, setelah sebelumnya terjadi kecelakaan terhadap kapal cepat Gili Cat II di perairan Bali, 15 September 2016 atau tepat satu bulan yang lalu. Tonny berharap kejadian seperti ini tidak terulang kembali di masa datang dan para operator/pemilik kapal serta nakhoda harus betul-betul memperhatikan keselamatan pelayaran terutama yang terkait dengan operasional kapal cepat sebagaimana yang tertuang dalam Surat Edaran Direktur Perkapalan dan Kepelautan atas nama Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor: UM.003/13/16/DK.16 Tentang Peningkatan Keselamatan Kapal Kecepatan Tinggi, tertanggal 16 September 2016.

"Para operator/pemilik kapal dan nakhoda serta para kepala Unit Pelaksana Teknis Perhubungan Laut harus betul-betul berupaya meningkatkan pengawasan keselamatan kapal, khususnya kapal kecepatan tinggi dengan mesin didalam (inboard engine) maupun mesin tempel (outboard engine).

Kejadian kemarin terjadi pada kapal cepat SB Bintang Fajar yang berbobot 6 GT rute Jailolo - Ternate yang terbakar sekitar 1 mil dari Pelabuhan Jailolo pada Sabtu, (15/10/2016).

Pada saat kejadian, sekitar pukul 15.32 WITA bertolak dari Pelabuhan Jailolo, kapal cepat milik Agus Santoso dan dinakhodai oleh Husen tersebut sedang membawa 47 orang yang terdiri dari 43 orang penumpang dan 4 orang Awak Buah Kapal (ABK).

Penumpang yang berhasil diselamatkan sebanyak 41 orang. Korban meninggal 4 orang dan 2 orang belum ditemukan, masih dalam proses pencarian. Adapun para korban diselamatkan dan dievakuasi oleh kapal patroli KSOP Kelas II Ternate KN P.358 dan Kapal Patroli UPP Jailolo KN P.500001, serta kapal-kapal nelayan.

"Seluruh korban di bawa ke RS Umum Jailolo untuk dilakukan pemeriksaan kesehatan dan tindakan lebih lanjut," kata Tonny.

Dugaan sementara penyebab musibah tersebut masih diselidiki dan Ditjen Perhubungan Laut menyerahkan sepenuhnya kepada Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) untuk melakukan investigasi penyebab terjadinya kecelakaan tersebut.

Direktorat Jenderal Perhubungan Laut terus berkomitmen untuk meningkatkan keselamatan pelayaran kapal cepat bermesin tempel dengan mengeluarkan Surat Edaran Nomor: UM.003/13/16/DK.16 tentang Peningkatan Keselamatan Kapal Kecepatan Tinggi, tertanggal 16 September 2016.

Berdasarkan Surat Edaran tersebut seluruh UPT Perhubungan Laut untuk meningkatkan pengawasan keselamatan kapal, khususnya kapal kecepatan tinggi dengan mesin di dalam (inboard engine) maupun mesin tempel (outboard engine). Mereka juga harus memastikan setiap Pemilik atau Operator dan juga Nakhoda kapal kecepatan tinggi melaksanakan dan melaporkan hal-hal yang menjadi persyaratan keselamatan sebelum keberangkatan kapal.

Adapun hal-hal yang harus dilaporkan oleh pemilik atau operator atau nakhoda kapal dimaksud adalah:
a. Operasi pengisian bahan bakar yang apabila dilaksanakan di pelabuhan tersebut, harus dilakukan sesuai prosedur yang berlaku dan tidak ada rembesan atau tumpahan bahan bakar di sekitar tangki bahan bakar atau di ruangan tertutup yang terdapat diatas kapal;

b. Apabila terjadi rembesan atau tumpahan bahan bakar, maka harus segera dibersihkan dan dipastikan ruangan telah terbebas dari uap/gas bahan bakar;

c. Apabila terdapat kebocoran uap/gas dari tangki bahan bakar atau rembesan atau tumpahan yang tidak dapat diatasi oleh awak kapal, maka harus segera dilaporkan kepada Nakhoda kapal dan Syahbandar setempat untuk dilakukan perbaikan sebelum melanjutkan pelayaran atau keberangkatan kapal;

d. Sedapat mungkin dilakukan peranginan dengan ventilasi alami (tanpa menggunakan tenaga listrik) yang dibuat sedemikian rupa sehingga apabila terjadi kebocoran dan penguapan gas bahan bakar, dapat segera hilang terbawa angin;

e. Sedapat mungkin tidak ada instalasi listrik, kabel dan sumber panas di area sekitar tangki bahan bakar. Namun apabila ada, harus dipastikan bahwa instalasi tersebut terisolasi dengan baik dan aman dari bahaya ledakan;

f. Tidak diperbolehkan menggunakan senter, lampu, telepon genggam, kamera dan alat elektronik lainnya yang tidak terlindung dari bahaya ledakan (explosive proof) di dalam ruangan tertutup dimana tangki bahan bakar berada;

g. Tidak diperbolehkan merokok disekitar ventilasi atau area dekat tangki bahan bakar.

Sekali lagi, Direktur Jenderal Perhubungan Laut menegaskan bahwa keselamatan pelayaran sudah seharusnya menjadi kebutuhan mutlak dan tanggung bersama yang artinya Pemerintah sebagai Regulator di bidang keselamatan pelayaran harus didukung oleh Operator dan juga User/pengguna jasa/masyarakat agar tujuan menciptakan keselamatan pelayaran di perairan Indonesia dapat terwujud. (JO)