(Jakarta, 21/3/2014) Kebutuhan penelitian bersifat kebijakan dan teknis diperlukan untuk menjawab isu –isu strategis bidang perkeretaapian. Hal ini guna memenuhi visi perkeretaapian yang berdaya saing, berintegrasi, berteknologi, bersinergi dengan industri, terjangkau dan mampu menjawab tantangan perkembangan. Demikian disampaikan Direktur Jenderal Perkeretaapian Hermanto Dwiatmoko dalam Rountable Discussion bertema  “Isu Strategis Bidang Perkeretaapian Sebagai Bahan Perumusan Renstra Puslitbang Perhubungan Darat dan Perkeretaapian” di Jakarta, Selasa (18/3).
 
Sabungan Hutapea (Peneliti Madya Perkeretaapian Badan Litbang Perhubungan) dalam paparannya menyebutkan  Rencana Strategis (Renstra) 2015-2019 penelitian perkeretaapian memiliki isu strategis berupa perencanaan transportasi kereta api, evaluasi dan proposal kebijakan, Norma Standar Pedoman Kriteria (NSPK), teknologi baru perkeretaapian, clinic transportasi kereta api, dan SIM/Database. “Penelitian terhadap isu-isu strategis tersebut diharapkan dapat menyelesaikan problem perkeretaapian, “lanjut Hutapea.
 
Menanggapi hal tersebut, Dirjen Perkeretaapian Hermanto Dwiatmoko memaparkan isu-isu strategis yang kerap muncul di bidang perkeretaapian antara lain meliputi moda share KA masih rendah, tingkat pelayanan belum memuaskan, monopoli penyelenggaraan perkeretaapian, integrasi antar moda masih lemah, kurang adaptif terhadap perkembangan teknologi, keterbatasan SDM bidang perkeretaapian, tarif angkutan, peranan daerah yang masih rendah, keterlibatan swasta yang masih kurang,  dan keandalan sarana dan prasarana KA.
 
Moda share kereta api yang masih rendah membutuhkan penelitian strategi peningkatan moda share kereta api.

“Targetnya kita share kereta api untuk angkutan penumpang 11-13% dan share untuk angkutan barang 15-17%,” papar Hermanto. Ia menambahkan tingkat pelayanan perkeretaapian yang belum memuaskan membutuhkan survey kepuasan pengguna transportasi kereta api sehingga dapat memenuhi ketentuan Standar Pelayanan Minimim.
 
Lebih lanjut Hermanto menyebutkan monopoli penyelenggaraan perekeretaapian membutuhkan penelitian untuk pemisahan penyelenggara sarana dan prasarana serta regulasi. Hermanto juga menilai integrasi antar moda yang masih lemah membutuhkan penelitian pengembangan tranportasi multimoda.  Selain itu, Isu kurang adaptifnya perkeretaapian terhadap perkembangan teknologi memerlukan penelitian bidang sarana dan prasarana kereta api yang aplikatif. Peningkatan kuantitas dan kualitas SDM perkeretaapian membutuhkan penelitian bersifat regulasi / perencanaan pengembangan kualitas pegawa dan perumusan diklat kurikulum kompetensi bidang kereta api.
 
Hermanto juga menambahkan isu tarif angkutan menbutuhkan survey ATP (Ability to Pay) dan WTP (Willingness to Pay).  “Peranan pemerintah daerah juga perlu penelitian penyusunan Rencana Induk Perkeretaapian Daerah (RIPDa), optimalisasi APBD untuk pembangunan sarana/prasana angkutan massa, dan sislialisasi pengembangan kereta api kepada Pemda,” jelasnya.  Keterlibatan pihak swasta dalam perkeretaapian memerlukan penelitian berupa perumusan/expose kegiatan strategis dan pengembangan jaringan pada lintas baru yang potensial.
Keandalan sarana dan prasarana menurutnya memerlukan penelitian/inovasi teknologi terkini bidang kereta api. “Selain itu, keselamatan perjalanan kereta apimemerlukan penelitian/inovasi teknologi keselamatan terkini bidang kereta api serta perumusan program peningkatan keselamatan yang aplikatif, “tutup Hermanto. (ARI)