JAKARTA – Kementerian Perhubungan dalam lima tahun ini (2014-2019) gencar melaksanakan skema proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) dan Kerjasama Pemanfaatan (KSP) Barang Milik Negara. Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Hengki Angkawasan di Jakarta (22/10) mengatakan bahwa kedua skema proyek ini membuat APBN yang dianggarkan untuk Kementerian Perhubungan menjadi efisien dan tepat guna.

“Daerah-daerah yang sudah mapan secara ekonomi dan komersil dikerjasamakan, baik melalui KSP maupun KPBU, baik dengan BUMN maupun dengan swasta. Ini suatu langkah yang bagus dimana APBN kita yang terbatas itu benar-benar dimanfaatkan ke daerah terluar, terdalam, dan perbatasan, karena kalau diserahkan ke swasta itu swasta tidak mau. Jadi negara hadir di sana, yang sudah bisa ke swasta kita dorong swasta,” sebut Hengki.

Hengki menjelaskan bahwa skema KPBU dan KSP bukan menjual proyek melainkan melakukan kerjasama konsesi dalam jangka waktu tertentu. Dan penerima konsesi akan menanggung seluruh biaya baik capital expenditure (capex) maupun operating expenditure (opex).

“Tolong dicatat KPBU dan KSP itu bukan menjual, tetapi mengkerjasamakan konsesi dalam waktu tertentu, biasanya 20-30 tahun. Otomatis si penerima konsesi, harus menanggung biaya-biaya baik itu capex maupun opex,” jelas Hengki.

Hengki mencontohkan KSP Barang Milik Negara pada Unit Penyelenggara Bandar Udara (UPBU) Sentani Jayapura, UPBU Fatmawati Bengkulu, UPBU H. AS Hanandjoeddin Tanjung Pandan, yang dikerjasamakan pada Minggu (13/10). Ia menyebut satu bandara bisa menghemat kira-kira 100 milyar setahun, baik Capex (Capital Expenses) dan Opex (Operational Expenses). Jadi pemerintah bisa melakukan penghematan kira-kira 300 milyar per tahun. Skema kerjasama pemanfaatan ini juga diharapkan dapat mendorong pihak swasta lain agar melalukan kerjasama dengan pemerintah.

"Saya pikir ini suatu iklim investasi yang bagus, karena dengan pemerintah memberikan kesempatan kepada swasta untuk berkembang maka banyak lagi swasta yang percaya bahwa pemerintah memberikan kesempatan yang baik,” tambahnya.

Lebih lanjut selain KPBU dan KSP, Hengki menyebut bahwa Kemenhub telah mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK selama 6 tahun berturut-turut. Ini merupakan suatu prestasi tersendiri.

Dalam pemberian opini, BPK memiliki kriteria penilaian yang mencakup 4 hal yaitu kesesuaian penyajian laporan keuangan dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), kecukupan atas pengungkapan (full disclosure), kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan serta efektivitas Sistem Pengendalian Intern (SPI).

Hasil pemeriksaan yang diterima merupakan pedoman untuk melakukan peningkatan menjadi lebih baik terkait pengelolaan keuangan negara, dan menjadi momentum untuk terus melanjutkan peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia, kualitas penganggaran, pengelolaan aset dan akuntansi serta pelaporan pertanggungjawaban anggaran.

“Kemenhub bersyukur telah memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian, 6 kali berturut-turut. Ini suatu prestasi tersendiri. Kami berkomitmen untuk berusaha lebih keras dan mengatasi permasalahan yang ada, diharapkan langkah-langkah tersebut dapat mengoptimalkan peingkatan kualitas laporan keuangan yang transparan dan akuntabel, serta dapat mempertahankan opini WTP pada tahun-tahun selanjutnya,” tutur Hengki. (HH/RDL/YSP/HA)