(Kendari, 13/2/2010) Bandara Wolter Monginsidi, Kendari, Sulawesi Tenggara, resmi bersalin nama menjadi Bandara Haluoleo Kendari, Sabtu, (13/2). Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono yang meresmikan proses pergantian nama tersebut mengatakan, Bandara Haluoleo Kendari merupakan era baru bagi masyarakat Sulawesi Tenggara.

Menurut Wamenhub, perubahan nama ini didasari pada aspirasi dan tuntutan yang berkembang dalam masyarakat Sultra. Yaitu penguatan dan keinginan untuk menampilkan tokoh sejarah Sultra, Haluoleo, dalam penamaan sarana dan prasarana vital sebagai perwujudan identitas atau jati diri profil provinsi tersebut.

”Pergantian nama Bandara Wolter Monginsidi menjadi Bandara Haluoleo ini menjadi era baru bagi masyarakat Sulawesi Tenggara. Saya harap, dapat lebih mendorong peningkatan kualitas pelayanan kepada pengguna jasa transportasi udara,” ujarnya.

Atas dasar itulah, Wamenhub meminta pergantian nama tidak hanya sekedar memenuhi hasrat untuk mengggeser nama Wolter Monginsidi sebagai identitas bandara menjadi Haluoleo, tetapi juga harus dapat memunculkan tekad dan semangat baru untuk mengembangkan Bandara dalam meningkatkan mutu pelayanan agar dapat memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat.

 ”Pergerakan arus barang dan penumpang harus diupayakan harus lebih lancar dari saat ini, serta azas keterhubungan (connectivity) antarpulau juga harus terjaga. Saya berharap operator bandara untuk lebih mampu memelihara citra baik bandara ini. Kemudian operator penerbangan juga harus mampu meningkatkan kualitas pelayanan dan senantiasa mengedepankan aspek keamanan dan keselamatan penerbangan,” tegasnya.

Dipaparkan Wamenhub, hal tersebut sejalan dengan paradigma pembangunan transportasi nasional di masa mendatang yang dicanangkan oleh pemerintah. Yaitu pembangunan yang diarahkan kepada terwujudnya sistem transportasi yang efektif dan efisien dengan mengedepankan keberpihakan kepada kepentingan masyarakat. Di mana jangkauan daya beli masyarakat serta kemudahan aksesibilitas harus dijadikan sebagai landasan dan tolok ukur dalam penyediaan prasarana dan sarana pendukung transportasi itu sendiri.

Pemerintah Pusat, lanjut Wamenhub, memiliki komitmen yang kuat untuk mendukung upaya pemerintah daerah dalam membangun dan mengembangkan  sistem transportasi efektif dan efisien tersebut. Karenanya, setiap tahun pemerintah selalu menganggarkan alokasi pendanaan dalam mata Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), baik untuk pembangunan maupun pengembangan sarana dan infrastruktur transportasi di seluruh Indonesia.

”Terhadap penyelenggaraan pelayanan jasa transportasi udara, Kementerian Perhubungan memiliki komitmen yang ingin dicapai dalam jangka pendek dari aspek fundamental terselenggaranya operasional bandara,” paparnya.
 
Komitmen tersebut antara lain, pertama adalah terjaminnya keselamatan, keamanan dan kepastian hukum serta kualitas pelayanan, dan kenyamanan dalam penyelenggaraan transportasi udara. Komitmen selanjutnya adalah terwujudnya pertumbuhan sub sektor transportasi udara yang stabil sehingga dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan, khususnya di daerah-daerah terpencil. Kemudian, terwujudnya perusahaan penerbangan yang efisien dan efektif serta kompetitif di pasar nasional, regional, maupun internasional. ”Sebentar lagi, kebijakan open sky tingkat ASEAN akan diterapkan. Maskapai kita harus siap untuk itu,” kata Wamenhub.
Sedangkan komitmen keempat, lanjutnya, adalah terwujudnya kontiunitas pelayanan jasa transportasi udara yang terjangkau ke seluruh pelosok tanah air sehingga dapat ikut mendorong pemerataan pembangunan, kelancaran distribusi, stabilitas harga barang dan jasa, serta menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

”Kelima, peningkatan kualitas profesionalisme SDM, khususnya di lingkungan perhubungan udara dan terbentuknya kelembagaan yang optimal dan efektif. Sehingga dapat mendukung terwujudnya penyelenggaraan transportasi udara yang andal, aman, dan berdaya saing,” papar Wamenhub.



Wolter Monginsidi Tetap Dipakai



Bandara Wolter Monginsidi merupakan bandara enclave sipil yang penggunaannya dilakukan bersama untuk kepentingan penerbangan sipil maupun militer oleh TNI AU. Sejarah pendirian Bandara Wolter Monginsidi sangat dipengaruhi oleh keberadaan dan perjuangan pahlawan Robert Wolter Monginsidi, sebagai pejuang kemerdekaan yang kemudian dinobatkan sebagai pahlawan nasional.

Nama Wolter Monginsidi akan tetap digunakan untuk kepentingan penerbangan militer. Tetapi untuk penerbangan sipil komersial, selanjutnya akan menggunakan nama Haluoleo. Terkait hal tersebut, pemerintah akan melakukan amandemen NOTAM sebagai langkah sosialisasi kepada pihak terkait, baik di tingkat nasional maupun internasional. ”Untuk mencegah terjadinya human error pada aktivitas penerbangan,” pungkas Wamenhub.

Bandara Wolter Monginsidi memiliki landasan pacu berkonstruksi aspal beton dengan panjang 2250 meter dan 30 meter. Bandara ini dilengkapi taxiway berukuran panjang 379 meter dan lebar 23 meter, serta terminal penumpang yang luasnya mencapai 1000 meter persegi. Kemudian untuk keperluan navigasi udara, pemerintah telah melengkapinya dengan beragam perlengkapan. Di antaranya adalah ADS-B rakitan Thales (Jerman), Radar AP I Thomson tipe RS 870 yang dapat menjangkau radius 240 nautical miles dengan frekuensi 1030 MHz dan 1090 MHz, pemandu penebangan DVOR dan DME ASII SELEX tipe 1150 dan 1119, serta alat pemandu pendaratan (instrument landing system/ILS) tipe 420 rakitan Thales yang mencakup localizer, glidpath, dan DME.

Pada 2010 ini, Kementerian Perhubungan memrogramkan perpanjangan landasan pacu hingga menjadi 2500 meter, pembuatan stop way, rehabilitasi bangunan serta sejumlah pengembangan lainnya. Hal ini diiringi dengan penambahan rute yang melayani Bau Bau – Kendari, dan rute Ambon – Kendari.
 
Aktivitas pelayanan di bandara ini terbilang cukup tinggi. Dalam seminggu, sedikitnya ada enam operator yang melayani rute penerbangan domestik komersial Ujung Pandang (Makassar) – Kendari, dengan frekuensi sebanyak 77 penerbangan. Keenam operator itu adalah Garuda Indonesia, Lion Air, Batavia Airlines, Merpati, Sriwijaya Air, serta Wings Air. Kemudian untuk rute Jakarta – Kendari, maskapai Lion Air melayani sedikitnya 14 jadwal penerbangan selama seminggu.

Selain itu, saat ini bandara tersebut juga memfasilitasi penerbangan lintas pulau yang dilakoni dua operator penerbangan dengan menggunakan jenis pesawat berukuran kecil, yaitu Susi Air dan Express Air. Wings Air juga dikabarkan tengah menyiapkan diri melayani segmen ini.

Dinas Perhubungan dan Komunikasi Informasi dan Informatika (Dishubkominfo) Provinsi Sultra menyebutkan, sejak kurun 2005 hingga 2009, pertumbuhan arus penumpang di bandara Wolter Monginsidi mencapai hingga rata-rata 18,5 persen per tahun. Data terakhir, sepanjang 2009, total penumpang yang dilayani mencapai 418.347 orang. Sementara pada 2005, baru mencapai 250.334 penumpang.

Gubernur Sultra Nur Alam mengatakan, perubahan nama yang diajukan pihaknya tersebut sejalan dengan napas dan semangat otonomi daerah untuk berkembang. Sebelum digunakan untuk Bandara, jelasnya, nama Haluoleo juga telah digunakan di sejumlah fasilitas vital. Salah satunya adalah digunakan untuk menamai perguruan tinggi negeri lokal, Universitas Haluoleo.

”Haluoleo yang wafat pada tahun 1587, adalah tokoh pemersatu masyarakat Jasira dan Sultra yang dipuja banyak orang. Makamnya, di Buton, hingga saat ini terus dirawat masyarakat,” ujar Nur Alam, yang berharap Bandara Haluoleo suatu ketika bisa menjadi bandara transit serta menjadi bandara embarkasi haji.(DIP)