Isu akuisisi Batavia Air oleh AirAsia kemungkinan akan terus bergulir di media. Selain menarik dari sisi bisnis, akuisisi  itu juga kental dengan nuansa nasionalisme. AirAsia melalui PT Fersindo Nusaperkasa (pemegang saham PT Indonesia AirAsia) mengakuisisi 76,95% saham Metro Batavia (Batavia Air) senilai US$ 80 juta. Perusahaan  itu masih akan membeli sisa saham sebesar  23,05% tahun depan. Sebanyak 51% saham Batavia Air yang dibeli itu menjadi milik Fersindo dan sisanya milik AirAsia Berhad, Malaysia.

Bersamaan dengan itu, tahun depan, Indonesia AirAsia  berencana melakukan penawaran umum perdana (Initial Public Offering/IPO) saham. Semula, perusahaan tersebut  merencanakan  IPO tahun ini dengan target dana  US$ 200 juta atau sekitar Rp 1,8 triliun.

Kementerian Perhubungan memastikan akan mengawal proses akuisisi Batavia Air oleh Indonesia Air Asia dan melakukan investigasi untuk memastikan akuisisi ini tidak melanggar.  Berdasarkan  UU No 1  Tahun 2009 tentang Penerbangan, kepemilikan saham mayoritas maskapai penerbangan lokal harus dimiliki investor dalam negeri. Dengan demikian, investor asing hanya boleh menguasai maksimal 49% saham maskapai penerbangan lokal.

Perlu penjelasan mengenai siapa sesungguhnya pemegang saham PT. Fersindo Nusaperkasa. Yang sering dikhawatirkan selama ini,  perusahaan lokal  hanya dijadikan sebagai kendaraan (special purpose  vehicle/SPV)  untuk mengakuisisi suatu perusahaan, padahal sesungguhnya    perusahaan tersebut adalah milik asing.  Hal ini dilakukan untuk mewaspadai adanya upaya menyiasati larangan asing menguasai saham mayoritas. 

Meski demikian, pernyataan mengenai kepemilikan Indonesia AirAsia dan PT. Fersindo Nusaperkasa sebaiknya tidak “berlebihan” karena hal itu dapat menimbulkan kesan bahwa pemerintah cenderung “phobia” terhadap asing,  sehingga bisa mengganggu iklim investasi  di Tanah Air, khususnya  pada industri penerbangan.

Akuisisi Batavia Air oleh Indonesia Air Asia juga bisa dikaitkan dengan isu rencana IPO Indonesia AirAsia tahun depan. Indonesia AirAsia kecil kemungkinan  melanggar aturan kepemilikan karena perusahaan itu akan melakukan IPO. Jika melanggar, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bepepam-LK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) pasti bisa mendeteksinya.

Isu ini  juga dapat dikaitkan dengan  payung hukum lainnya, misalnya UU No 25  Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan  Peraturan Presiden (Perpres) tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup bagi Penanaman Modal Asing atau biasa disebut Daftar Negatif Investasi (DNI).

Isu ini kemungkinan akan dikaitkan dengan kepemilikan  maskapai penerbangan lainnya di Tanah Air. Sudah lama muncul kecurigaan bahwa sejumlah  maskapai  penerbangan di dalam negeri mayoritas sahamnya  sebetulnya dimiliki asing.  Lion Air, misalnya, sempat disebut-sebut  dimiliki sepenuhnya oleh maskapai penerbangan Singapura, Singapore Airlines.  Benarkah demikian? Rumor ini perlu di-clearkan. Kemenhub akan tetap mengawal  UU Penerbangan, UU Penanaman Modal, dan Perpres DNI  soal kepemilikan asing dengan sebaik-baiknya. (JAB)