(Surakarta, 10/10/2013) Kementerian Perhubungan mengharapkan pada akhir tahun 2014, semua ibu kota propinsi di Indonesia, sudah menerapkan pelayanan Bus Rapid Transit (BRT), untuk angkutan perkotaan di wilayah mereka. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Direktur Bina Sistem Transportasi Perkotaan (BSTP) Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan DR Djoko Sasono, MSc pada pembukaan Workshop Forum Pengelola BRT ke VII di Surakarta, Rabu 9/10/2013.

Catatan redaksi www.dephub.go.id menyebutkan hingga tahun 2013 sdh terdapat 15 kota di Indonesia yang telah mengimplementasikan BRT. Dari jumlah tersebut tercatat diantaranya sebanyak 11 ibu kota propinsi yaitu Pekanbaru, Palembang, Bandung, Semarang, Jakarta, Jogjakarta, Bali, Lampung, Manado, Gorontalo dan Ambon, sehingga masih terdapat sekitar 12 ibu kota propinsi yang segera diharapkan mulai mengimplementasikan BRT.

Dalam pembicaraan lanjut dengan redaksi www.dephub.go.id,  Djoko Sasono mengakui untuk merealisaikan hal itu bukan perkara yang mudah. "Tapi hal itu harus dilakukan karena amanat undang-undang," tegas Djoko. Sesuai dengan UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan, pemerintah wajib menyelnggarakan transportasi massal yang memadai untuk angkutan perkotaan. Lebih lanjut Djoko mengakui kalau pada kenyataannya dengan hanya mengandalkan kemampuan APBD, harapan agar semua ibu kota propinsi dapat segera merealisasikan BRT akan sulit tercapai. "Seberapa sih kemampuan APBD mereka, "kata Djoko.

Untuk itu Djoko mengaskan bahwa pemerintah pusat tidak akan berdiam diri dan akan mengupayakan berbagai langkah terobosan. "Kembali mengacu ke UU, jika pemerintah daerah tidak mampu menyelenggarakan transportasi massal perkotaan yang memadai, pemerintah pusat tidak bisa begitu saja lepas tanggungjawab," kata Djoko. Salah satu langkah yang akan ditempuh oleh pihaknya menurut Djoko adalah menjelaskan dan menyakinkan otoritas penyusunan anggaran untuk lebih mengakomodasi penganggaran BRT baik melalui pemerintah pusat atau propinsi. Namun Djoko juga menegaskan inisiatif dan komitmen yang kuat dari Pemerintah Kota tetaplah faktor mendasar yang harus ada terlebih dahulu.

Djoko mengakui bahwa umumnya penyelenggaraan BRT tersebut belum bisa sepenuhnya disebut BRT karena belum memiliki jalur jalan sendiri (kecuali Trans Jakarta), sehingga lebih tepat disebut sebagai Bus Transit saja belum Rapid. Namun  Djoko menambahkan bahwa  sudah semakin banyak kemajuan, misalnya  koridor-koridor yang semakin bertambah pada setiap kota penyelenggara.

"Kami mengharapkan forum pengelola BRT yang sudah ketujuh kalinya bertemu ini, mencoba menggagas untuk membentuk asosiasi atau organisasi sejenisnya, dengan suatu kepengurusan, "kata Djoko. Jika dapat terbentuk asosiasi menurut Djoko dapat menjadi partner Pemerintah dalam mengupayakan penyelenggaraan angkutan umum massal perkotaan yg lebih baik. (BRD)