Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal mengungkapkan, para kepala Dinas Perhubungan kabupaten dan kota se-Indonesia telah menyepakati rencana implementasi kebijakan tersebut, dalam pertemuan di Surabaya, pekan lalu. ”Jadi, nanti tidak ada toleransi bagi kendaraan barang yang bebannya melebihi kapasitas maksimal. Jika terbukti ada kelebihan muatan, maka barang harus diturunkan sampai mencapai beban normal,” jelas Menhub di Jakarta, Selasa (11/11).

Namun, lanjut Menhub, toleransi sekitar 10 persen dari batas maksimal masih diberikan khusus bagi muatan khusus untuk kendaraan pengangkut bahan makanan pokok. ”Tetapi bagi kendaraan yang merusak jalan, seperti angkutan batu bara dan pasir, tidak ada toleransi,” tegasnya.

Dihubungi terpisah, Direktur Jeneral Perhubungan Darat Suroyo Alimoeso mengatakan, sosialisasi terkait kebijakan baru ini telah gencar dilakukan lembaganya sejak awal 2008.  ”Kampanye terus kami lakukan. Termasuk berkomunikasi intensif dengan daerah agar disiplin dalam memberlakukan kebijakan ini. Tentang target restribusi pendapatan dari jembatan timbang juga sudah dibicarakan,” ujarnya.

Dephub, sambung Suroyo, juga telah berulang kali menegaskan bahwa jembatan timbang tidak boleh dimanfaatkan sebagai sumber untuk memperoleh pendapatan asli daerah (PAD). Alasannya, jumlah uang yang diperoleh dari retribusi tidak sebanding dengan biaya perbaikan jalan yang rusak akibat kelebihan beban muatan kendaraan.  Jembatan timbang, tegasnya, dibangun untuk mengendalikan tonase angkutan barang. Setiap kendaraan diwajibkan untuk menurunkan muatannya hingga tonase mencapai batas toleransi agar dapat melanjutkan perjalanan.

”Memang kami akan memberikan toleransi selisih perhitungan antar-jembatan timbang antara 5-10 persen dari beban maksimal muatan barang,” ujarnya. Suroyo menjelaskan, hal itu dilakukan mengingat masih adanya jembatan timbang yang hasil perhitungannya tidak akurat. Karena ketidakakuratan tersebut, terjadi selisih perhitungan antara beberapa jembatan timbang.

Penundaan Jadwal
Sementara itu, terkait adanya rencana penundaan penerapan tonase nol persen di Perlintasan Merak-Bakauheni pada 15 November 2008, Suroyo mengaku akan melakukan konfirmasi dengan pihak PT Indonesia Ferry sebagai operator. Dia beralasan pihaknya belum menerima informasi terkait penundaan itu. ”Sejauh ini saya belum mendapat informasi tentang itu,” ujarnya.

Informasi tentang rencana penundaan waktu pemberlakuan aturan tonase nol persen dan batasan dimensi bak untuk kendaraan angkutan barang di jalur perlintasan Merak-Bakauheuni tersebut dirilis PT Indonesia Ferry pekan lalu.

Dephub sendiri telah menyebarkan pengumuman pemberlakuan tonase nol persen dan larangan modifikasi kendaraan secara tertulis kepada para pengusaha angkutan transportasi barang sejak akhir Oktober lalu. Dalam dokumen itu disebutkan, dasar pemberian larangan serta sanksi yang akan diterima bagi pengusaha atau perusahaan yang melanggar aturan. (DIP)