Seperti diketahui, besaran santunan kematian ini naik sejalan dengan kenaikan tarif penyeberangan sudah berlaku sejak 1 Ferbuari 2008. Untuk lintasan Merak-Bakauheni, naik menjadi Rp10.200 termasuk asuransi. Persoalannya sekarang, jelas Syukri, cara pungutan uang pecahan Rp200 per penumpang sangat sulit karena tidak semua penumpang menyiapkan uang recehan Rp200 atau sebaliknya, sedangkan pihak kasir belum tentu menyiapkan uang recehan Rp300. Akibatnya, sering menjadi masalah. "Kalau dibulatkan menjadi Rp500 atau Rp1.000 per orang, bias menimbulkan dugaan korupsi. Mungkin penumpang tak mempermasalahkan. Tapi, kalangan pers atau LSM pasti akan mempertanyakan uang kelebihan itu, kemana peruntukannya,"

Kesulitan lainnya, papar Syukri, jika pihak ASDP harus menyediakan uang recehan, maka sedikitnya butuh dana Rp20 juta per hari dengan asumsi setiap hari ada 20.000 penumpang yang menyeberang di Merak-Bakauheni. Sebaliknya, Bank BNI Cabang Merak Banten sebagai mitra ASDP hanya mampu menyediakan uang recehan sekitar Rp1 juta sampai Rp2 juta per hari. Oleh karena itu menurut Syukri, pembulatan tarif penyeberangan ini perlu segera disepakati bersama antara PT ASDP dan Gabungan Angkutan Sungai dan Penyeberangan (Gapasdap). Tarif tersebut akan dibulatkan menjadi Rp500 per orang atau diturunkan. Selanjutnya, dikombinasikan ke komponen tarif yang lain seperti angkutan barang atau kendaraan. "Besaran pembulatan tarif itu harus segara disepakati, dan pihak PT Jasa Raharja memungut IW kepada penumpang penyeberangan yang menjadi kliennya," katanya.

Selanjutnya hasil kesepakatan itu dilaporkan ke Menteri Perhubungan untuk dimintakan persetujuan kepada Menteri Keuangan. Sesuai UU, tambahnya, "Semua besaran atau perubahan tarif angkutan kelas ekonomi, harus mendapat persetujuan Menteri Keuangan,".Jika masalah pembulatan tarif ini tak segera diselesaikan, ujar Syukri, dikhawatirkan pihak asuransi tidak mau menutup biaya asuransi penumpang penyeberangan. Hal ini bisa terjadi karena asuransi tidak mungkin terus-terusan membayar klaim, sedangkan mereka tidak bisa memungut iuran wajib dari kliennya. "Namun jika dibiarkan saja, dikhawatirkan bias menjadi sarang korupsi dan merugikan konsumen penumpang penyeberangan" demikian Ahmad Syukri. (ES)