Lebih jauh Menhub memaparkan bahwa pelayaran ke depan diharapkan mampu memberikan pelayanan, baik di laut dan di sungai maupun danau sebagai satu penggerak utama pembangunan ekonomi bangsa di masa depan; berperan sebagai wahana pemersatu bangsa dengan menjadikan sebagai sarana mobilitas serta interaksi sosial dan budaya antar warga bangsa, sarana pendukung pelaksanaan administrasi Pemerintahan keseluruh wilayah tanah air serta berfungtsi sebagai wahana pertumbuhan ekonomi wilayah (prinsip Trade Follow The Ships) dan urat nadi sektor perdagangan ekonomi (prinsip Ships Follow The Trade).

Secara sistematis dan berkesinambungan, jelas Menhub, akan terus disempurnakan langkah modernisasi sarana dan prasana, peningkatan kompetensi dan keahlian sumber daya manusia, perbaikan dan penyerasian peraturan dan pengaturan agar dapat disesuaikan dengan kemajuan teknologi dan perkembangan jaman serta peningkatan model dan mekanisme manajemen dan organisasi pengelolaan sumber daya pelayanan. Langkah secara bertahap di lakukan dengan mengembangkan :


  1. Bentangan wilayah barat, wilayah tengah dan wilayah timur pada angkutan laut yang meliputi jaringan pelayanan angkutan laut dari seluruh pelabuhan di Indonesia;
  2. Penataan 142 pelabuhan yang saat ini terbuka untuk perdagangan luar negeri secara bertahap akan dikelola dan diatur agar dapat dikembangkan konsepsi beberapa pelabuhan yang mewakili kawasan-kawasan pertumbuhan secara merata di wilayah Indonesia dan mewakili provinsi di seluruh Indonesia serta melihat tingkat pertumbuhan operasional pelabuhan (bongkar muat, peti kemas) yang ada saat ini. Pelabuhan-pelabuhan tersebut juga didasarkan pada lokasi strategisnya yang diharapkan dapat mengikuti jejak kapasitas dan efisiensi seperti Hongkong dan Singapura agar dapat menjadi pusat pertumbuhan armada angkutan laut Indonesia yang mampu bersaing secara global;
  3. Pengembangan sistem navigasi laut yang mampu memandu dengan memberikan jaminan keselamatan bagi kapal angkutan penumpang, barang hasil produksi industri Indonesia, hasil bumi dan kekayaan alam Indonesia baik milik bangsa Indonesia maupun milik bangsa lain yang berlayar diperairan Indonesia.

Lebih lanjut Menhub menjelaskan, "Rancangan Undang Undang (RUU) tentang Pelayaran ini merupakan RUU yang menyempurnakan atau merevisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran. RUU ini bukan merupakan RUU yang baru sama sekali. Oleh karenanya judul RUU ini tetap tentang Pelayaran".
Pertimbangan untuk usulan tersebut adalah:


  1. RUU tentang Pelayaran, merupakan bagian dari satu kesatuan sistem pengaturan bidang transportasi yang meliputi RUU tentang Perkeretaapian, RUU tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan, RUU tentang Pelayaran, dan RUU tentang Penerbangan;
  2. RUU tentang Perkeretaapian telah disetujui bersama oleh DPR-RI, dan telah diundangkan dengan UU Nomor 23 Tahun 2007 dengan judul "Perkeretaapian" sebagaimana yang diusulkan oleh Pemerintah sehingga untuk konsistensi, Pemerintah menyarankan judul RUU tetap tentang Pelayaran;
  3. RUU ini tidak menggunakan judul "pelayaran dan kepelabuhanan", atau "pelayaran, kepelabuhanan dan keselamatan dan keamanan maritim", karena "kepelabuhanan dan keselamatan dan keamanan maritim" merupakan sub sistem dari pelayaran yang meliputi angkutan di perairan, kepelabuhanan, serta keamanan dan keselamatan pelayaran.

Dijelaskan Menhub Jusman Safii Djamal bahwa beberapa perubahan yang menjadi pertimbangan perlunya perubahan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran adalah sebagai berikut :


  1. Tuntutan otonomi daerah yang ditandai dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 yang telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
    Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, belum mengakomodasikan otonomi daerah dan hanya mengatur teknis transportasi dengan kewenangannya bersifat sentralistik. Dalam RUU ini telah ditampung kewenangan Pemerintah Daerah antara lain menyangkut perizinan usaha angkutan laut, pelayaran rakyat, angkutan sungai dan danau, dan angkutan penyeberangan sesuai dengan wilayah pelayarannya, demikian juga pelimpahan sebagian kewenangan bidang pemerintahan.
  2. Tuntutan akuntabilitas pelaksanaan tugas Pemerintah.
    Dalam RUU ini telah diatur mengenai berbagai kewajiban Pemerintah untuk mempertanggungjawabkan kewenangan-kewenangan yang diberikan antara lain tanggung jawab aparat dalam pelaksanaan perizinan dan kewajiban Pemerintah dalam penyelenggaraan sistem informasi pelayaran.
  3. Tuntutan yang lebih besar terhadap peran serta swasta dalam penyelenggaraan pelabuhan, agar di masa depan praktek monopoli dapat ditransformasikan menjadi proses keseimbangan dan penciptaan kesempatan berusaha yang sama bagi Warga Negara Indonesia dalam kehidupan ekonomi bangsa.
    Untuk memberikan peran yang lebih besar kepada swasta dalam penyelenggaraan pelabuhan, swasta diberikan kesempatan untuk menyelenggarakan pelabuhan umum. Penyelenggaraan pelabuhan umum tidak lagi dimonopoli oleh BUMN, yang oleh Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran memang dimungkinkan untuk itu.
  4. Perkembangan angkutan multi moda.
    Perkembangan angkutan multimoda sudah menjadi kebutuhan bagi berbagai pihak, khususnya bagi pemilik atau pengirim barang karena dengan angkutan multimoda dapat mengefisiensikan dan memperjelas tanggung jawab dalam pengiriman barang.
    Ditingkat ASEAN, Pemerintah Indonesia telah menandatangani "ASEAN Agreement Frame work on Multimoda Transport". Untuk mengantisipasi perkembangan angkutan multimoda maka pada RUU Pelayaran telah diberikan payung hukumnya, dan pengaturan lebih lanjutnya yang menyangkut aspek perizinan, siapa yang dapat menyelenggarakan kegiatan multimoda, tanggung jawab, lingkup kegiatan dan lain sebagainya diatur dengan Peraturan Pemerintah
  5. Kemajuan teknologi di bidang transportasi.
    Untuk menampung perkembangan teknologi, dalam RUU ini telah diakomodasikan berbagai ketentuan di bidang lingkungan hidup yang lebih luas dengan memberi tempat proses adopsi dan harmonisasi ketentuan internasional dengan mengacu pada kepentingan nasional kita, antara lain adanya pengaturan bagi penerapan prinsip pencegahan pencemaran yang bersumber dari kapal dan kewajiban penyediaan reception facilities (fasilitas penampungan limbah) di pelabuhan.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa RUU yang disusun oleh Pemerintah diharapkan dapat mencapai 5 (lima) sasaran pokok, yaitu:


  1. RUU ini akan dapat menjadi landasan yang kukuh dalam penyelenggaraan transportasi;
  2. Menciptakan iklim yang kondusif dalam rangka meningkatkan pengembangan angkutan laut nasional sehingga diharapkan armada angkutan laut nasional mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan mampu bersaing dengan armada angkutan laut asing;
  3. Membuka peluang bagi swasta dalam penyelenggaraan pelabuhan umum untuk menarik minat investor baik nasional maupun asing melakukan investasi di bidang kepelabuhanan, sehingga dapat tercipta kompetisi yang sehat dan efisiensi dalam penyelenggaraan pelabuhan;
  4. Lebih meningkatkan keselamatan dan keamanan pelayaran dengan menghadapi berbagai ketentuan internasional yang baru;
  5. Meningkatkan penegakan hukum (law enforcement). (BU)