Informasi yang dihimpun ANTARA, lonjakan penumpang kapal laut ini mulai terjadi sejak pemberangkatan kapal Kumala milik PT Dharma Lautan Utama (DLU) pada Kamis dini hari atau pukul 01:30 Wita.

Fitriadi petugas loket di Pelabuhan Trisakti mengungkapkan, kendati belum terjadi desak-desakan di dalam kapal, namun peningkatan jumlah penumpang yang cukup siginifikan sudah mulai terjadi. Diperkirakan, peningkatan jumlah penumpang akan terus terjadi mulai hari ini hingga H-2 atau pada tanggal 11 Oktober mendatang.

"Pengalaman tahun-tahun yang lalu, peningkatan jumlah penumpang yang luar biasa terjadi pada H-3 sampai H-1, kalau saat-saat seperti ini memang ada peningkatan penumpang, tapi belum maksimal," katanya.

Pemberangkatan kapal tujuan Banjarmasin-Surabaya dijadwalkan akan berangkat setiap hari, pada tengah malam atau sekitar pukul 01:00 Wita, karena harus menunggu air pasang di Muara Sungai Ambang Barito.

Meningkatnya jumlah penumpang tersebut, membuat suasana ruang tunggu pelabuhan yang semula sepi mendadak menjadi sangat ramai, beberapa penumpang yang dari luar daerah, terpaksa harus menunggu di tempat tersebut.

Tampak anak-anak dan orangtua, tiduran di ruang tunggu dengan menggelar tikar seadanya, menunggu kedatangan kapal pada pukul 23:00 Wita dan proses pembongkaran barang bawaan dari Surabaya.

Kepala Administrator Pelabuhan (Adpel) Trisakti, Capt. Sufrisman Djaffar mengungkapkan, lonjakan penumpang kapal memang mulai terjadi dengan total penumpang seluruhnya mencapai 1.400 orang termasuk anak-anak dan bayi.

Namun, secara administrasi atau yang wajib membeli tiket, dihitung hanya sekitar 1,279 orang, artinya jumlah penumpang belum melampaui batas maksimal KM Kumala sebanyak 1.350 orang.

"Untuk angkutan penumpang kita memberi toleransi kelebihan muatan hingga 10 persen, jadi selama masih dalam batas ketentuan yang ditetapkan, Insya Allah tidak akan terjadi masalah tentang kelebihan kapasitas penumpang kapal," tambahnya.

Membludaknya penumpang kapal laut lebih cepat dari prediksi awal yang diperkirakan terjadi mulai H-7, diduga karena warga mulai kesulitan untuk mendapatkan tiket pesawat terbang.

Kalaupun ada, harganya sudah "melangit" sehingga sulit untuk dijangkau oleh masyarakat menengah ke bawah. "Susah sekarang cari tiket pesawat, kalau ada tinggal satu hingga dua tiket saja, itupun paling murah harganya Rp700 ribu," kata Ridwan yang mengaku akan mudik ke Ponorogo Jawa Timur.

Sumber : LKBN Antara, 04 Oktober 2007