Direktur Jenderal Perhubungan Laut Effendi Batubara mengatakan, semua prosedur pelaksanaan tender untuk proyek yang diharapkan tuntas hingga akhir tahun anggaran 2008 itu telah dilakukan sesuai Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Alasan tersebut, ungkap Effendi, menjadi dasar bagi lembaganya untuk tidak menghentikan proyek pembangunan kapal patroli KPLP yang dikerjakan di lima perusahaan galangan kapal, yakni PT Carita Boat Indonesia (Carita, Banten), PT Proskuneo Kadarusman (Muara Baru), PT Bina Mina Karya Perkasa (Muara Baru), PT Sarana Fiberindo Marine (Teluk Naga, Dadap, Banten), dan PT Febrite Fiberglass (Teluk Naga).

Proyek pembangunan 20 unit kapal patroli itu sendiri masuk dalam rencana kerja strategis Dephub, juga telah dimasukkan dalam Undang-undang APBN 2008 berdasarkan persetujuan DPR selaku pemegang hak bujet.

"Pagunya jelas. Semua proses, mulai dari penentuan anggaran dengan DPR dan instansi terkait lain hingga penentuan pemenang, dilakukan secara terbuka dan sesuai aturan. Pengumuman lelang dan hasilnya juga telah diumumkan pula di media massa, sehingga tidak semudah itu dibatalkan. Kalau soal kasus suap, biarkan diproses hukum oleh KPK, tetapi pembangunan kapal harus terus berjalan karena telah terikat kontrak," tegas Efenddy Batubara dalam jumpa pers di kantornya, Rabu (3/7).

Alasan lain tidak akan dihentikannya pembangunan kapal itu oleh Dephub, adalah melihat tingginya kebutuhan Indonesia terhadap keberadaan kapal patroli. "Indonesia memiliki luas wilayah perairan hingga 2/3 dari total wilayah negara, dan panjang garis pantai hingga 81.000 kilometer. Bisa dibayangkan berapa banyak kapal patroli yang kita butuhkan untuk mengawasi wilayah seluas itu," kata Effendi.

Dalam jumpa pers tersebut, Effendi menepis pernyataan kuasa hukum Dedi Swarsono, Kamarudin Simanjuntak, yang mengatakan kepada publik bahwa aksi pemberian kliennya kepada Bulyan Royan bukanlah aksi suap. Menurutnya, tindakan itu merupakan kewajiban yang menjadi bagian dari prosedur resmi yang ditetapkan Dephub dan DPR kepada para pengusaha peserta tender. Besaran fee yang wajib dibayarkan masing-masing pengusaha sebesar 8 persen dari nilai proyek.

"Itu tidak betul. (Ketentuan pemberian fee) itu tidak ada dalam ketentuan," kata Effendi. Karena, menurutnya, besaran nilai proyek telah ditentukan secara terbuka dalam rapat anggaran yang dilakukan Dephub bersama lembaga-lembaga lain dan panitia anggaran DPR. Untuk kemudian, hasil tersebut ditetapkan dalam nota keuangan dalam APBN untuk dimasukkan dalam undang-undang APBN.

Ditegaskannya, para pejabat yang terlibat dalam proyek ini sendiri telah mendapat bagian sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.02/2007. "Besaran jatah fee disesuaikan dengan nilai proyek," katanya.

Direktur KPLP Jhoni Algamar, yang dalam proyek ini menjabat sebagai Pejabat Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) mendapat jatah resmi sebesar Rp 1,2 juta per bulan. Nilai tersebut merupakan standar fee pejabat KPA untuk proyek dengan pagu anggaran di atas Rp100 miliar hingga Rp500 miliar.

Ditegaskan pula oleh Effendi, proses penentuan pemenang tender pun tak dilakukan serta merta berdasarkan lobi-lobi tertutup. "Kriterianya jelas, tidak ada kekhususan. Ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi peserta untuk dapat memenangkan tender, tidak sembarangan. Panitia lelang yang diangkat pun terdiri orang-orang yang memiliki sertifikasi pelelangan, mulai ketua hingga anggota," katanya.

"Yang penting, perusahaan pemenang tender harus yang menguntungkan negara. Yang menang tidak selalu yang melakukan penawaran terendah. Kualitas dan pengalaman juga ditinjau sebagai penentu," lanjutnya.

Sedianya, ke 20 unit kapal patroli yang masih dalam proses pengerjaan di masing-masing galangan tersebut akan ditempatkan di sejumlah wilayah pantai bagian barat hingga timur Indonesia. Kontrak pengerjaan proyek ini ditetapkan 23 Mei 2008 lalu, dengan masa pembangunan selama waktu 210 hari kerja atau 7 bulan.

Setiap perusahaan mendapat jatah kontrak mengerjakan empat unit kapal kelas 3 berukuran panjang 28 meter itu. Nilai kontrak untuk masing-masing pengerjaan senilai Rp 23,5 miliar hingga Rp 23,6 miliar. Selain itu, pada 2008 ini, Dephub juga mengagendakan pembangunan 1 unit kapal patroli kelas IB dengan nilai proyek Rp 115 miliar. Proses pelelangan tender pembangunan tahap II ini masih berlangsung dengan diikuti lima perusahaan sebagai peserta.

Sebelumnya, Menhub Jusman Syafi’i Djamal meminta pihak-pihak yang memiliki bukti atau informasi adanya suap dalam proses pengadaan barang jasa, termasuk dalam kasus kapal patroli agar melaporkannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi. "Lebih baik begitu untuk penegakan hukum dari pada disampaikan terbuka," kata Menhub dia di kantornya, Rabu pagi.

Menhub melanjutkan, terkait kasus itu saat ini, pihaknya menyerahkan dan mendukung penyidikan yang dilakukan KPK. Ditegaskannya kembali, jika ada pegawai Dephub yang terlibat pun akan diserahkan sesuai prosedur hukum.

Kepala Pusat Komunikasi Publik Departemen Perhubungan Bambang Ervan menambahkan, soal setoran yang menyalahi aturan dalam praktek pengadaan barang jasa, itu sudah masuk dalam materi penyidikan. Dikatakannya, sesuai aturan pengadaan barang jasa, proses tender tidak dapat diintervensi pihak luar termasuk DPR. Peran DPR hanya dijumpai pada awal pengajuan anggaran pengadaan.

Pengajuan anggaran ke DPR dilakukan setelah Departemen Perhubungan menetapkan rencana strategis dari rencana jangka menengah dan panjang. "DPR kemudian menjalankan mekanisme sendiri hingga panitia anggaran," jelas Bambang. "Setelah DPR menyetujui usulan anggaran, departemen sebagai pengguna anggaran menggelar proses tender sesuai aturan," lanjutnya. (DIP)