"Mulai 25 Juni nanti, maskapai-maskapai itu tidak lagi beroperasi di penerbangan reguler (berjadwal). Mereka ada yang beralih ke penerbangan carter karena keterbatasan pesawat, atau memang karena tidak mampu lagi beroperasi," jelas Direktur Angkutan Udara Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Departemen perhubungan Tri Sunoko kepada pers, Senin (30/3).

Tri Sunoko menegaskan, berhentinya aktivitas maskapai itu dari daftar maskapai penrbangan berjadwal bukan karena izin operasi yang dicabut. "Tapi mereka berhenti dengan sendirinya karena tidak mampu merealisasikan ketentuan itu. Izin operasinya beku secara otomatis," sambungnya. Kendati demikian, masih ada pula maskapai yang tetap bertahan meski dengan jumlah pesawat di bawah ketentuan aturan tersebut. Di antaranya adalah Linus Airways, Express Air, Kartika Airlines dan Indonesia Air Transport.

Sementara maskapai yang mengoperasikan lebih dari 10 pesawat namun tak satu pun dari pesawat yang dioperasikan berstatus milik sendiri adalah Sriwijaya Air. "Kita lihat setelah masa dispensasi tiga tahun sejak KM diberlakukan telah habis. Seharusnya, sejak KM dikeluarkan. Tetapi karena untuk mengadakan pesawat tidak mudah dan butuh biaya yang besar, dispensasi diberikan. Kalau tidak berubah juga, sudah tidak ada ampun lagi," tegas Tri.

Total maskapai penerbangan berjadwal di Indonesia saat ini berjumlah 15 perusahaan yang menerbangi 169 rute dan kota terhubung sebanyak 83 kota. Perusahaan-perusahaan maskapai penerbangan berjadwal yang merasa tidak mampu memenuhi persyaratan tersebut diimbau untuk melakukan merger dengan perusahaan lain agar tetap bisa eksis. "Pilihan lainnya adalah beralih ke penerbangan carter," ujarnya. 

Selain 17 perusahaan maskapai berjadwal, menurut Tri Sunoko, 13 maskapai penerbangan tidak berjadwal (carter) dipastikan juga akan melakukan stop operasi pada waktu yang sama. Yaitu Bali International Air Service, Numan Avia Indopura, Buay Air Service, Prodexim, Aviasi Upata Raksa Indonesia, Adi Wahana Angkasa Nusantara, Daya Jasa Transindo Pratama, Nusantara Air Charter, Sky Aviation, Love Air Service, Pegasus Air Services, Janis Air Transport, dan Air Maleo. Tri menambahkan, aturan tentang kepemilikan pesawat tersebut juga menjadi bagian dari Undang-undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan. Yakni di mana mana setiap maskapai diwajibkan mengoperasikan 10 pesawat. Lima pesawat wajib milik sendiri oleh maskapai bersangkutang dan sisanya boleh hasil sewa.

Terkait dengan diterbitkannya UU baru tersebut, Tri Sunoko menambahkan, pihaknya saat ini tengah mengumpulkan beragam masukan dari pelbagai pihak untuk merevisi KM 25/2008. "Baik dari operator, INACA, hingga masyarakat pengguna transportasi udara kita mintai masukan atau (DIM) daftar inventaris masalah untuk menyempurnakan KM ini sehingga bisa lebih implementable ke depannya," papar dia. (DIP)