Meski ada tentangan dari sebagian pekerja PT. Pelabuhan Indonesia ( Pelindo ) yang menganggap akan ada pemutusan hubungan kerja jika undang-undang ini diberlakukan, tampaknya sebagian besar tetap menilai UU ini telah memberi harapan baru bagi pelayaran nasional.

Disahkannya UU Pelayaran yang terdiri atas 22 bab dan 355 pasal ini akan mengarah pada pengembangan dunia pelayaran Indonesia. Hal ini sekaligus merupakan suatu bentuk kesiapan Indonesia dalam menghadapi era globalisasi yang penuh persaingan di bidang pelayara.

Undang-undang yang dihasilkan ini juga mengakomodasi aspirasi serikat pekerja Pelindo dan merupakan political will pemerintah untuk membenahi dunia pelayaran secara menyeluruh. UU ini mengandung seluruh kebutuhan demi kemajuan dunia pelayaran Indonesia.

UU ini merupakan revisi UU Nomor 21 Tahun 1992 sebagai upaya memperbaiki pelayaran sebagai satu sistem, terdiri atas angkutan di perairan, kepelabuhan , keselamatan, dan keamanan dan perlindungan lingkungan maritim.

Banyak fakta yang menunjukkan bahwa aturan-aturan sebelumnya belum menjadi satu kesatuan sistem yang kondusif. Bahkan, ada beberapa poin krusial yang tidak terdapat dalam UU sebelumnya juga ditampung dalam UU ini. Sebut saja pasal 90 ayat 1,2,3,4 dimana aspirasi Serikat Pekerja Pelindo ditampung.
Dengan UU ini, ada satu atap dalam penanganan masalah, sehingga tidak terjadi tumpang-tindih antara aturan yang satu dengan lainnya, seperti yang banyak terjadi selamai ini. Ke depan, tidak akan terjadi pencampuradukan antara tugas pemerintah dan tugas pelabuhan. Wewenang pemerintah berdasarkan amanat UU ini dapat diserahkan kepada badan usaha milik negara ( BUMN ).

Kebutuhan Investasi
Indonesia sendiri masih membutuhkan investasi sekitar US$15 miliar untuk membangun kapal baru atau bekas dalam rangka penerapan asa cabotage ( komoditas domestik wajib diangkut kapal berbendera Indonesia ) secara penuh pada tahun 2010. Investasi tersebut dibutuhkan untuk membangun 1.700 unit kapal dengan total bobot mati 20,75 juta ton.

Itu sebuah perhitungan kasar, dengan asumsi terdapat penambahan kapasitas muatan 8% per tahun. Potensi muatan komoditas sangat menjanjikan karena asa cabotage mewajibkan penggunaan kapal Indonesia untuk mengangkut semua komoditas dalam negeri.

Pemerintah menetapkan asa cabotage bagi 13 komoditas, yaknikargo umum, kayu semen, pupuk, CPO, beras, hasil tambang, biji-bijian, hasil pertanian, produk segar, minyak, barang cair lain, dan batubara. Perhitungannya, hingga 2010 saja akan ada tambahan komoditas yang wajib diangkut kapal Indonesia sebanyak 20 juta ton.

Untuk mendorong realisasi investasi di bisnis pelayaran, pemerintah perlu konsisten menerapkan regulasi, karena bisnis pelayaran merupakan padat modal dan masih dianggap beresiko tinggi oleh perbankan. Sementara itu pihak pengusaha sendiri membutuhkan kapasitas usaha di bidang pelayaran melalui lembaga pendanaan dan proteksi dari pemerintah. Misalnya, jangan lagi ada izin untuk kapal asing yang dikeluarkan.

Pemisahan Regulator-Operator
UU Pelayaran yang baru juga menegaskan bahwa investor swasta bisa mengoperasikan pelabuhan di Indonesia. Selain itu, fungsi regulator dan operator yang banyak dikuasai PT. Pelindo akan dipisahkan.
UU ini juga membawa semangat baru, yakni mengakhiri monopoli PT. Pelindo dan kemudian mengubahnya menjadi lebih tegas, yakni fungsi regulator kembali ke pemerintah dan PT. Pelindo tetap sebagai operator. Dengan pengesahan UU ini, maka swasta bakalbebas berinvestasi di pelabuhan di Indonesia, kecuali yang telah dikuasai Pelindo. Saat ini Pelindo menguasai 114 pelabuhan di Indonesia , sedangkan ratusan pelabuhan lainnya dioperasikan kantor pelaksana ( Kanpel ) sebagai perpanjangan tangan Departemen Perhubungan.

Sementara itu, dalam satu pelabuhan, nantinya akan ada Badan Pengatur Pelabuhan (BPP) yang diwakili pemerintah sebagai regulator dan operator swasta sebagai pelaksana operasi pelabuhan. Peran yang selama ini dilakukan Pelindo tidak akan dijual ke pihak asing. Semua kegiatan akan tetap dilakukan pelindo, sehingga tidak ada pengurangan pegawai.

Lebih dari itu, untuk menciptakan profesionalisme dan akuntabilitas, dalam tiga tahun ke depan, pemerintah akan mengaudit PT. Pelindo I, II, III dan IV. Audit ini dilakukan guna menghitung aset Pelindo. Aset ini dihitung untuk mengetahui bagian mana yang tidak produktif, sehingga dapat diambil langkah yang tepat.

Soal kekhawatiran dari sebagian masyarakat terhadap kemungkinan ada liberalisasi dalam proses penerapan UU ini, hal itu tidak beralasan dan tidak pada tempatnya. Pemerintah sendiri hanya menginginkan peran swasta dan pemda dalam kegiatan pelabuhan dan pelayaran. Atas dasar itu, pengelola pelabuhan tidak lagi tunggal. Pelindo memiliki kawan untuk berkompetisi secara sehat.