Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2006, susunan tim Nasional Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut adalah sebagai berikut :

Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2006 tersebut diatur pula kategorisasi penanganan kondisi darurat sebagai berikut :

Tier 1 untuk kategori penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak yang terjadi di dalam atau di luar wilayah kerja pelabuhan atau di dalam wilayah kerja unit pengusahaan minyak dan gas bumi atau unit kegiatan lain, dimana masih mampu ditangani oleh sarana, prasarana dan personil yang tersedia di pelabuhan/unit kegiatan minyak dan gas bumi/kegiatan lain.

Tier 2 untuk kategori penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak yang terjadi di dalam atau di luar wilayah kerja pelabuhan atau di dalam wilayah kerja unit pengusahaan minyak dan gas bumi atau unit kegiatan lain, dimana tidak mampu ditangani oleh sarana, prasarana dan personil yang tersedia di wilayah kerja pada pelabuhan/unit kegiatan minyak dan gas bumi/kegiatan lain berdasarkan tingkatan Tier 1.

Tier 3 untuk kategori penangulangan keadaan darurat tumpahan minyak yang terjadi di dalam atau di luar wilayah kerja pelabuhan atau di dalam wilayah kerja unit pengusahaan minyak dan gas bumi atau unit kegiatan lain, dimana tidak mampu ditangani oleh sarana, prasarana dan personil yang tersedia di suatu wilayah berdasarkan tingkatan Tier 2 atau menyebar melintasi batas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tugas Tim Nasional adalah melaksanakan koordinasi penyelenggaraan penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak di laut tingkatan Tier 3 serta memberikan dukungan advokasi kepada setiap orang yang mengalami kerugian akibat tumpahan minyak di laut. Untuk membantu terlaksananya penyelenggaraan penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak di laut tingkatan Tier 3, Tim Nasional membentuk dan membina PUSKODALNAS.

Sementara itu untuk menciptakan keterpaduan penyelenggaraan penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak di laut tingkat Tier 2, Bupati/Walikota membentuk Tim Daerah yang berkoordinasi dengan Gubernur serta menetapkan Protap Tier 2. Selanjutnya untuk keterpaduan penyelenggaraan penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak di laut tingkat Tier 1, Adpel/Kakanpel/pimpinan unit pengolahan minyak dan gas bumi/penanggung jawab kegiatan lain membentuk Tim Lokal serta menetapkan Protap Tier 1. Dalam menetapkan Protap Tier 1 dan Tier 2 berpedoman pada Protap Tier 3 yang mana ditetapkan oleh Tim Nasional.

Dengan adanya langkah-langkah yang telah dilakukan tersebut, maka bagi para operator pelayaran dan perusahaan migas yang dalam kegiatannya menimbulkan kerugian lingkungan akibat tumpahan minyak di laut, akan mendapatkan sangsi tegas. Setiap pemilik atau operator kapal, pimpinan tertinggi pengusahaan minyak dan gas bumi atau penanggung jawab tertinggi kegiatan pengusahaan minyak lepas pantai, pimpinan atau penanggung jawab kegiatan lain, yang karena kegiatannya mengakibatkan terjadinya tumpahan minyak di laut bertanggung jawab mutlak atas biaya, penanggulangan tumpahan minyak di laut, penanggulangan dampak lingkungan akibat tumpahan minyak di laut, kerugian masyarakat akibat tumpahan minyak di laut, dan kerugian lingkungan akibat tumpahan minyak di laut.

Penyiapan Sumber Daya Manusia

Untuk mendukung implementasi kebijakan tentang penanganan keadaan darurat tumpahan minyak di laut khususnya terkait dengan aspek sumber daya manusia, Badan Diklat Perhubungan telah memiliki sarana dan prasarana pelatihan sumber daya manusia untuk menciptakan tenaga ahli pelayaran yang memiliki kemampuan penanganan keadaan darurat tumpahan minyak di laut. Badan Diklat Perhubungan diantaranya saat ini telah memiliki kapal khusus yang memiliki fasilitas lengkap untuk pelatihan penanganan keadaan darurat tumpahan minyak di laut. Kapal tersebut adalah KN Bima Sakti, yang semula adalah kapal navigasi namun saat ini telah diubah sebagai kapal latih dengan memiliki kelengkapan skimmer dan oil boommer. (RD/Brd)