Dikatakan Menhub, revisi terhadap Undang-undang Pelayaran Nomor 21/1992, dilakukan sebagai respons terhadap kebutuhan untuk beradaptasi dengan perkembangan permintaan (demand) dan teknologi, serta perubahan yang dinamis dari lingkungan strategis di tingkat nasional maupun internasional," papar Menhub dalam sambutannya pada lokakarya internasional bertajuk "Port Decentralization Development of Good Mechanism for Cooperation ang Communication between Port Authority and Loal Ports" di Jakarta, Kamis (17/4).

Lokakarya ini sendiri diikuti sejumlah perusahaan pelayaran swasta nasional dan internasional seperti Jerman dan Timor Leste. Dalam acara tersebut, Menhub didampingi Direktur Jenderal Perhubungan Laut Effendi Batubara. Ditegaskan Menhub pula, pemerintah juga fokus untuk memberdayakan industri pelayaran nasional saat mengajukan revisi UU 21/1992 tersebut. "Terbatasnya sumber-sumber pendanaan pemerintah telah meningkatkan peran pihak swasta dalam penyediaan infrastruktur. Hal ini terakomodasi dalam UU Pelayaran yang baru," imbuhnya.

Lebih dari itu, lanjut Menhub, keinginan untuk menerapkan tata kepemierintahan yang baik (good governance) dengan memisahkan fungsi regulator dan operator pun telah terjawab melalui UU Pelayaran yang baru tersebut. "Desentralisasi, terutama dalam penyelenggaraan pelabuhan juga diatur. Di mana peran pemerintah pusat ke depan akan lebih didelegasikan kepada pemerintah daerah. Harapannya, akan timbul partisipasi dan inovasi yang lebih baik sesuai dengan kebutuhan masing-masing wilayah," kata Menhub.

Menhub berharap, UU Pelayaran yang baru dapat disikapi secara profesional dengan mengesampingkan kepentingan individu dan menyediakan porsi yang lebih besar bagi kepentingan masyarakat luas. Secara prinsip, menurut Menhub revisi terhadap pasal-pasal yang menyangkut bidang kepelabuhanan merupakan upaya untuk memisahkan fungsi regulator dan operator. "Tujuannya untuk menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam penyediaan jasa pelabuhan. Paradigma baru dalam penyelenggaraan pelabuhan nantinya diharapkan dapat memenuhi tuntutan masyarakat akan pelayanan yang lebih baik lagi," sambung Menhub.

Perubahan terhadap ketentuaan penyelenggaraan kepelabuhanan nasional, kata Menhub, juga menyentuh peran, fungsi, jenis dan hierarki pelabuhan. "Dengan penyesuaian ini, dapat kita harapkan pembangunan pelabuhan tidak sekadar merupakan egoisme daerah. Namun, dapat tertata dengan baik sesuai hierarki peran dan fungsinya secara nasional," ujar Menhub. Menhub mengakui, penyelenggaraan pelabuhan komersial sempat menjadi isu sentral yang mengalami pembahasan cukup panjang dalam formulasi pasal-pasal menyangkut kepelabuhanan dalam UU Pelayaran yang baru. Karena, pemisahan fungsi regulator dan operator akan berdampak pada pemisahan dan pergeseran institusional dalam pengelolaan pelabuhan.

"Institusi baru, yaitu Otoritas Pelabuhan dan Kantor Syahbandar nantinya akan menggantikan peran Kantor Administrator Pelabuhan pada pelabuhan-pelabuhan yang diusahakan. Pengaturan ini diharapkan dapat lebih meningkatkan kualitas pelayanan publik menyangkut kelancaran arus barang dan keselamatan pelayaran," lanjut Menhub. Namun, menurut Menhub pengaturan baru itu sendiri akan dilaksanakan secara bertahap sebagaimana terakomodasi pada pasal-pasal mengenai aturan peralihan.

Usai acara, kepada wartawan Menhub menegaskan, setelah UU Pelayaran ditandatangani Presiden, pihaknya akan memprioritaskan pembuatan peraturan pemerintah tentang pengelolaan pelabuhan. "(PP tentang pengelolan pelabuhan) Ini yang paling krusial, jadi akan kita prioritaskan," kata Menhub.

Tak hanya itu, Menhub juga menegaskan bahwa UU Pelayaran yang baru tidak akan mengkebiri peran dan fungsi PT Pelindo ke depan. "Ada pasal khusus yang menjamin Pelindo, di aturan peralihan Pasal 343 sampai Pasal 345," kata Menhub menutup pembicaraan. (DIP)