Seiring dengan hal tersebut, Menhub menegaskan bahwa pemerintah siap menerima hasil rekomendasi RUA INSA XIV sebagai masukan untuk merancang peraturan pemerintah turunan UU 17/2008 tentang Pelayaran. Kami akan menyambut gembira hasil rekomendasi RUA INSA XIV sebagai masukan RPP," katanya dalam rapat yang dihadiri sekiar 900 peserta anggota INSA se-Indonesia tersebut.

Dikatakan Menhub, pemerintah menargetkan delapan PP sebagai turunan UU Pelayaran itu sudah dapat diterbitkan dalam waktu dekat. "Ini agar investasi swasta dapat masuk dalam industri pelayaran," ujarnya.

Kepada peserta rapat yang mengagendakan perubahan AD/ART asosiasi dan perrgantian kepengurusan INSA periode 2008-20011 tersebut, Menhub mengharapkan siapa pun yang akan terpilih sebagai ketua umum agar didukung seluruh anggota INSA.

"Pemerintah menyambut baik adanya Workshop Nasional ini yang diharapkan bisa menghasilkan suatu usulan atau masukan yang dapat dijadikan bahan dalam menyiapkan peraturan pelaksanaan UU No. 17/2008," kata Menhub.

Pada kesempatan itu, Menhub mengungkapkan sejumlah substansi dalam UU No. 17/2008 yang berkaitan denan pemberdayaan industri pelayaran nasional. Salah satunya adalah penegasan asas cabotage yang diatur dalam Pasal 8 UU tersebut.

Dalam pasal itu dijelaskan, kegiatan angkutan laut dalam negeri hanya dapat dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional berbendera Indonesia dan diawaki oleh awak kapal berkewarganegaraan Indonesia. "Kapal asing dilarang mengangkut penumpang mau pun barang antarpulau atau antarpelabuhan di wilayah perairan Indonesia," ungkap Menhub.

Namun, Menhub menambahkan, selama masa transisi berlangsung, kapal asing masih diizinkan melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri untuk jangka waktu tertentu dan komoditi tertentu. "Sesuai dengan road map yang telah ditetapkan pemerintah, paling lama tiga tahun sejak UU No. 17/2008 berlaku," jelasnya. Ketentuan itu, kata Menhub, diatur dalam aturan peralihan dan dipetegas dalam Pasal 341 UU No. 17/2008.

Kemudian terkait upaya pemerintah untuk memberdayakan angkutan perairan nasional dan memperkuat industri perkapalan nasional, seperti yang diamanatkan dalam Pasal 56 dan Pasal 57, pemerintah wajib menerapakan sejumlah kebijakan. Di antaranya memfasilitasi pembiayaan dan perpajakan, memfasilitasi kemitraan kontrak jangka panjang antara pemilik barang dan pemilik kapal, memberikan jaminan ketersediaan bahan bakar minyak angkutan di perairan, dan memfasilitasi perkuatan industi perkapalan nasional.

Selain itu, lanjut Menhub, dalam rangka mewujudkan terselenggaranya keterpaduan transportasi dan penjelasan sistem tanggung jawab, pada Pasal 50 hingga Pasal 55 UU No.17/2008, telah diatur mengenai angkutan multimoda sebagai payung hukum untuk mengantisipasi perkembangan angkutan multimoda. "Pertimbangan adanya pengaturan tersebut telah sesuai dengan Asean Agreement Framework Multimoda Transport yang telah ditandatangani Indonesia," ungkap Menhub.

Sedangkan untuk menarik minat investor asing di dalam pengadaan kapal dan memberikan jaminan kepastian hukum bagi penyandang dana investasi, dalam Pasal 60 hingga Pasal 66 UU Pelayaran yang baru tersebut juga telah diatur secara lebih rinci mengenai hipotek dan perihal piutang pelayaran yang didahulukan. Sementara Pasal 223, memberikan penegasan terhadap pengaturan mengenai penahanan kapal oleh pengadilan karena adanya klaim pelayaran.(DIP)