Dijelaskannya, sosialisasi sasaran utamanya adalah para maskapai penerbangan dan pemangku kepentingan yang lain. Aturan baru itu merupakan hasil revisi Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 81 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara. Dia menjelaskan, aturan baru itu memperketat syarat mendirikan usaha penerbangan misalnya dari minimal penguasaan dua pesawat menjadi minimal lima pesawat yakni dua pesawat yang dikuasai dan sisanya pesawat sewa. "Kalau syarat sudah dipenuhi, proses mudah, tapi regulator juga mudah mencabut ijin," tegas Dirjen Perhubungan Udara

Terkait dengan pencabutan atau minimal pembekuan ijin berdasar pertimbangan aspek keselamatan dan pelayanan penerbangan, maka, lanjutnya, maskapai yang mengalami kecelakaan fatal dua kali dalam setahun akan dibekukan ijin operasinya. "Ini dengan catatan operator yang bersangkutan tidak mengganti personil kunci atau penanggung jawab keselamatan penerbangan," katanya.

Sesuai aturan itu pula, maskapai harus memberikan kompensasi ke penumpang atas keterlambatan penerbangan (delay) dengan penyebab teknis. Rinciannya, kompensasi keterlambatan selama 30-90 menit adalah "refreshment" (pemberian makanan gratis, red) berupa makanan dan minuman ringan. Jika terlambat 90-180 menit, 'refreshment' ditambah makanan berat atau mengalihkan penumpang ke penerbangan berikutnya atau maskapai lain.

Jika terlambat di atas 180 menit, penumpang harus diberi kompensasi tambahan berupa akomodasi. Budhi yakin aturan baru itu tidak akan mendapat tentangan dari pihak operator penerbangan karena dalam prosesnya sudah melibatkan mereka dan pihak terkait angkutan udara lainnya. (ES)