”Karena kapal-kapal asing yang melakukan penolakan itu sudah mau mengangkut seluruh kontainer yang ditelantarkannya. Mereka sudah bersedia bertanggung jawab dan mematuhi aturan baru soal THC,” jelas Bobby dalam telekonferensi yang difasilitasi Kepala Pusat Komunikasi Publik Departemen Perhubungan Bambang S Ervan, Jumat (14/11).

Menurut Bobby, saat ini terdapat 998 boks kontainer bermuatan total 1500 TEUs yang telantar di JICT. Sedianya, seluruh kontainer yang merupakan muatan empat kapal asing itu telah diangkut menuju sejumlah  negara tujuan ekspor sejak 11 November 2008 lalu. Namun pengelola kapal menolak untuk mengangkutnya, karena mereka tidak mau mematuhi aturan baru soal tarif penanganan kontainer di terminal (terminal handling charge/THC).

Keempat kapal yang melakukan penolakan tersebut adalah MV Apollon I (Manila) yang diageni Evergreen Indonesia, MV CMACGM Dardaweles (Fremantle, Australia) yang diageni CMA Indonesia, MV Ever Power (Hongkong) yang diageni Evergreen Indonesia, dan MV Wan Hai-215 (China) yang diageni Tresnamuda Sejati.

Penolakan itu merupakan respons atas ketetapan baru Departemen Perhubungan terhadap besaran biaya THC di Tanjung Priok. Untuk peti kemas 20 feet, besaran THC yang dikenakan sebesar US$95 per boks, yang terdiri dari biaya container handling charge (CHC) US$83 dan biaya tambahan (surcharge) sebesar US$12. Sedangkan untuk peti kemas ukuran 40 feet, tarif THC yang ditetapkan sebesar US$145 per boks, terdiri dari CHC sebesar US$124,5 dan surcharge sebesar US$20,5.

Pengusaha pelayaran asing menolak, dengan alasan tidak dimasukkannya komponen pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10 persen atas jasa pelayanan peti kemas. Sebagai bentuk protes, kapal-kapal itu hanya mau membongkar peti kemas impor. Sedangkan peti kemas ekspor yang sudah terjadwal tidak bersedia mereka angkut.

Tolak Angkut, Dilarang Bongkar Muatan

Menyikapi akibat yang ditimbulkan oleh protes kapal-kapal asing tersebut, Tim Keppres 54 tentang Kelancaran Arus Barang di Pelabuhan mengeluarkan keputusan tegas melalui rapat yang dipimpin langsung Menhub Jusman Syafii Djamal di gedung Dephub, Kamis (13/11) malam.

”Rapat memutuskan, jika mereka tidak mau (mengangkut), maka mereka tidak boleh membongkar muatan impor mereka. Itu konsekwensinya. Jadi, kita tetap pada apa yang telah kita putuskan, tidak ada perubahan (THC). Mereka harus terima itu,” jelas Menhub saat ditemui usai rapat. ”Ada impor, tentu harus ada ekspor. Kalau mereka tidak mau mengangkut, mereka tentu akan rugi sendiri,” imbuhnya.

Intinya, papar Menhub, setiap kapal asing yang melakukan aktivitas bongkar muatan impor di pelabuhan Tanjung Priok diminta untuk bersedia pula mengangkut peti kemas ekspor dari pelabuhan tersebut dengan aturan THC yang baru. Jika menolak, sebagai konsekwensi kapal-kapal itu dilarang membongkar muatan mereka. ”Kesepakatannya dibuat di depan, ketika mereka masuk pelabuhan,” jelas Menhub Jusman.

Rapat itu juga memutuskan untuk memberi kewenangan kepada Adpel Tanjung Priok Bobby R. Mamahit untuk melaksanakan hasil rapat termasuk melaporkan perkembangan yang terjadi di pelabuhan terbesar di Indonesia itu. Adpel juga diberikan tugas mencari alternatif kapal lain untuk membawa kontainer ekspor yang masih tertinggal di JICT ketika keempat kapal asing itu tetap menolak untuk menganggku kontainer yang mereka tinggalkan.

Menhub juga menyatakan, biaya surcharge yang kini ditetapkan akan dievaluasi setiap tiga bulan. ”Ke depan surcharge akan disatukan dengan ocean freight sehingga tak ada lagi THC yang ada CHC dan ocean freight,” paparnya. Bobby melanjutkan, ”Sebagai implementasi dari hasil rapat semalam, tadi pagi (Jumat) saya sudah mengumpulkan semua asosiasi pelayaran untuk mensosialisasikan hasil rapat. Seluruh elemen, mulai pemilik kapal hingga pemilik barang hadir,” ujarnya. ”Mereka semua setuju dan tidak ada yang keberatan dengan hasil rapat itu.”

Pihak Adpel Tanjung Priok sendiri, ditambahkan Bobby, diberikan batas waktu selama dua hari untuk memberangkatkan peti kemas ekspor yang menumpuk di JICT tersebut, termasuk berkomunikasi dengan para agen pelayaran asing untuk mencari tahu duduk permasalahan mengapa kapal yang mereka ageni tak mau mengangkut kontainer ekspor.

Sebelumnya, sebagai antisipasi, menurut dia, pihaknya telah mendapatkan dua kapal asing yang bersedia mengangkut kontainer-kontainer ekspor yang telantar itu dengan mengikuti ketetapan THC yang baru. Kedua kapal tersebut adalah MV Hyundai (Korea) dan MV Cosco (Tiongkok). (DIP)