Menhub menjelaskan, paten tersebut diajukannya pada 21 Desember 1999 bersama rekannya, Ir. Bambang Pamungkas. Saat mengajukan paten itu, Menhub masih menjabat sebagai Direktur SDM Administrasi dan Chief Engineer CN250 di PT DI.

Sistem kendali pesawat terbang berbasis elektronik ini digunakan pada pesawat N250 yang mengusung mesin tuboprop. Menurut Menhub, sistem yang ada pada ketiga sumbu gerak ini memiliki tingkat keandalan lebih tinggi dibandingkan dengan pesawat regional turboprop lainnya.

"Dengan sistem ini, semua sistem kendali di pesawat (N250) ini dikendalikan melalui mekanisme elektronik atau digital. Kalau yang menggunakan sistem analog, antara tuas di pilot dan semua sistem kendali dihubungkan dengan batang dan kabel. Kalau ini tidak krn tdk ada tuas penggeraknya. Yang ada hanya electronic control unit (ECU)," papar Menhub.

Secara rinci, sistem kendali ini terdiri dari sejumlah aktuator hidrolik yang menggerakkan bidang kendali terbang utama dan bidang kendali terbang sekunder. Tenaga hidrolik yang ada tersebut itu berasal dari sejumlah pemasok tenaga hidrolik independen, sehingga kegagalan dari satu pemasok tidak akan mengganggu kinerja pemasok yang lain.

Aktuator elektronik-hidrolik yang dikendalikan oleh unit kendali elektronik bekerja sebagai sebagai unit aktif. "Seperti kita pegang telpon, maka yang dikirim hanya sinyalnya saja, itu yg gerakkan aktuatornya," jelasnya.

Sedangkan aktuator mekanik-hidrolik, imbuh Menhub, berfungsi sebagai cadangan yang akan bekerja ketika terjadi kegagalan pada unit aktif.

"Pesawat ini punya power yg disebut turbin, sehingga meski engine mati pesawat masih tetap bisa dikontrol. Ada turbin kecil di bagian depan pesawat yang menjadi sumber energi bagi pesawat dan mampu memberikan tenaga elektrik untuk menghidupkan engine," papar Menhub.

Teknologi ini adalah yang pertama di dunia yang diadopsi pada pesawat bermesin turboprop seperti N250. Dengan teknologi dan struktur mesin yang mampu membuatnya melesat dengan kecepatan hingga di atas 300 knot tersebut, N250 menjadi pesawat yang cukup tangguh untuk beroperasi pada beragam kondisi cuaca.

"Pada kondisi ekstrim sekalipun mampu dioperasikan. Pesawat ini sangat cocok dan reliable digunakan di Indonesia," sambung Menhub.

Menurut Andi N Sommeng, dengan sertifikat tersebut, berarti total sertifikat HAKI yang dimiliki PTDI mencapai 72 sertifikat. Antara lain terdiri dari 63 sertifikat hakcipta, 4 sertifikat hak paten, 3 sertifikat merek, serta 2 sertifikat industri. "Sertifikat pertama diberikan pada 26 Nopember 2002," kata Andi.

Sementara itu, Dirut PTDI Budi Santoso mengatakan, seluruh sertifikat HAKI tersebut menjadi bukti bahwa putra-putri  Indonesia di PTDI bisa menciptakan kemajuan dalam teknologi kedirgantaraan. (DIP)