Menurut Jusman, sesuai pasal 198 ayat 1 UU No 17/2008 tentang Pelayaran disebutkan, pemerintah dapat menetapkan perairan tertentu sebagai perairan wajib pandu dan perairan pandu luar biasa. Artinya, setiap kapal yang berlayar di perairan wajib pandu dan perairan pandu luar biasa itu wajib menggunakan jasa pemanduan. "Nah, selama ini, khusus di Selat Malaka memang belum ada pemanduan kapal. Padahal, di wilayah itu sangat strategis," katanya. Menurut dia, tidak kurang dari 90 ribu kapal berbagai ukuran melintas di selat itu per tahun atau 7.500 kapal per bulannya, selama ini tanpa pemanduan.

Kasubdit Pemanduan dan Penundaan Kapal, Dephub, Capt. Purnama S. Meliala, menambahkan, akibatnya, potensi pasar pemanduan di selat itu selama ini diambilalih tenaga dan kapal pandu oknum-oknum dari Singapura dan Malaysia secara illegal. Padahal, mereka memandu kapal-kapal itu sebagian juga melewati wilayah perairan Indonesia sehingga potensi pendapatan atau devisa, lari ke mereka.

"Bayangkan jika satu kapal VLCC saja, biaya pemanduan kapal dari sejak dia masuk ke wilayah perairan hingga ke luar lagi, mencapai 65 ribu dolar AS. Bisa dihitung berapa potensinya jika Indonesia bisa ambil bagian," kata Purnama. Sementara itu, menurut Menhub Jusman, kemampuan Indonesia untuk memandu kapal di Selat Malaka harus dilengkapi sarana dan prasarana memadai.

"Idealnya di Selat Malaka yang menjadi tanggung jawab Indonesia, diperlukan tenaga pemandu 200 orang," katanya. Indonesia sendiri, kata Jusman, sebenarnya sesuai kesepakatan "Jakarta Meeting on The Straits of Malacca and Singapore 2005," punya kewajiban untuk menjamin keselamatan dan keamanan serta perlindungan lingkungan laut di Selat Malaka dan Singapura.

Dephub c.q. Ditjen Perhubungan Laut telah menerbitkan SK Dirjen Perhubungan Laut Nomor : PU.63/1/8/DJPL.07 tanggal 28 Desember 2007 tentang Penetapan Perairan Pandu Luar Biasa di Selat Malaka dan Selat Singapura. Wilayah perairan Selat Malaka dan Selat Singapura sebagai perairan pan du ditetapkan dengan batas-batas yang meliputi sebelah utara Tanjung Balai Karimun sampai perairan sebelah utara Pulau Batam.

Pengawasan teknis terhadap pelaksanaan kegiatan pemanduan dan penundaan di perairan Pandu Luar Biasa di Selat Malaka dan Selat Singapura dilakukan bersama oleh Adpel Tanjung Balai Karimun, Kakanpel Tanjung Uban, Kakanpel Pulau Sambu dengan koordinator pelaksananya adalah Kakanpel Batam (ES)