Menteri Perhubungan Jusman Syafi’i Djamal menyatakan hal itu dalam jumpa pers di gedung Dephub, Selasa (11/3) kemarin. "AdamAir kita beri lampu kuning. Maksudnya, kita minta posisinya dipertahankan di kategori II, sambil diberi kesempatan untuk memperbaiki. Jika tidak berubah juga, terpaksa di kategori III," tegas Menhub.

Menhub menegaskan, jika AdamAir masuk ke kategori III, maka secara otomatis ijin operasinya (Air Operator Certificate/AOC) harus dicabut. "Target pemerintah hingga akhir tahun ini, semua maskapai berjadwal harus masuk kategori I," ujarnya. Rincian tenggat waktu untuk memperbaiki kinerja AdamAir, sambung Menhub, akan ditentukan Direktorat Jendral Perhubungan Udara. "Yang jelas, pencabutan AOC tidak dilakukan secara langsung dan mendadak," lanjutnya.

Pernyataan itu sendiri dikeluarkan Menhub, sehubungan banyaknya insiden terkait masalah keselamatan yang menimpa maskapai tersebut. Terakhir, pesawat AdamAir KI-292 rute Jakarta-Batam sekitar pukul 10.20 WIB, tergelincir di ujung landasan pacu (runway) Bandara Hang Nadim, Batam (10/3).

Pesawat berjenis B737-400 ini juga sempat menunda pendaratan selama 20 menit dengan "go around" karena cuaca buruk. Namun, kemudian pilot memutuskan untuk mendaratkan pesawat. Memang, tak ada korban jiwa dari peristiwa ini. Namun, akibat insiden serius tersebut, pesawat yang mengangkut 171 penumpang itu mengalami kerusakan cukup parah di bagian roda dan sayap.

Dinyatakan pula, pihaknya telah memerintahkan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) untuk melakukan investigasi atas insiden serius itu. Menhub yakin, lembaga tersebut mampu menyelesaikan penyelidikannya dalam waktu selama 60 hari, dengan sasaran investigasi terutama difokuskan pada alasan pilot mengambil keputusan untuk tetap mendarat dalam situasi cuaca buruk. "Padahal, saat hendak mendarat kedua, ada laporan jarak pandang masih di bawah 1000 meter. Ini sebenarnya tidak aman," kata Menhub.

Selain itu, KNKT juga diharuskan melakukan pengecekan kapasitas bahan bakar pesawat yang tersedia. Karena dikhawatirkan, pendaratan tersebut dilakukan terpaksa dan dilatarbelakangi minimnya bahan bakar, bukan karena pilot mencari bandara alternatif.

Ancaman tersebut, Menhub menambahkan, bukan hanya dipicu kejadian di Batam, tapi juga catatan kecelakaan yang menimpa pesawat AdamAir sebelumnya. Salah satunya adalah tenggelamnya pesawat Adam Air karam di perairan Majene, Sulawesi barat, Januari 2007 lalu. "Perbaikan keselamatannya (AdamAir) naik turun," katanya.

Suatu kecelakaan pesawat, ditegaskan Menhub, akan menimbulkan dampak negatif tak hanya bagi maskapai bersangkutan. Tetapi juga bisa berimbas pada citra penerbangan nasional. Dampak bagi AdamAir adalah, perusahaan tersebut akan ditinggalkan penumpangnya. Selain itu, sumber daya finansialnya juga terancam terkikis hanya untuk meningkatkan keselamatan.

Sementara bagi citra penerbangan nasional, kata Menhub, kejadian ini bisa memengaruhi kegiatan konsultan penerbangan Eropa, Jean Pierre Ambrossini, yang tengah mengumpulkan bahan evaluasi terhadap larangan terbang Uni Eropa untuk pesawat Indonesia. Ambrossini sendiri telah menjalankan tugasnya sejak pekan lalu.

Dikatakan, hal ini seakan mengulang kejadian akhir tahun lalu. Yaitu tepat ketika tim audit Eropa datang ke Indonesia, pesawat Mandala Airlines tersungkur di Bandara Abdulrahman, Malang. Oleh karena itulah Menhub sangat mengkhawatirkan kejadian pesawat Adam menjadi catatan negatif yang akan semakin memperkuat alasan Uni Eropa memperpanjang larangan terbangnya bagi maskapai Indonesia. "Karena nila setitik, rusak susu sebelanga," katanya.

Pascamasa kecelakaan pesawat Boeing 737-400 KI 574 di peraian Majene, 1 Januari 2007 silam, AdamAir sebenarnya sempat menunjukkan perbaikan kinerja keselamatan dengan naik dari peringkat III ke II. Tetapi, tampaknya, perbaikan itu tak berjalan konsisten, sampai akhirnya terjadi serious incident di Hang Nadim Batam. (DS)