Direktur Navigasi Ditjen Perhubungan Laut Dephub Yuri Gunadi mengatakan ketiga selat utama itu yakni Selat Malaka, Selat Sunda dan Selat Lombok.

"Kami harapkan akhir tahun 2009 VTIS itu bisa beroperasi," ujarnya di sela-sela pengoperasian Kapal Penyelamat (Rescue Boat) Jakarta 01 di Distrik Navigasi Tanjung Priok, Jakarta, kemarin.

Dia mengatakan di Selat Sunda akan dipasang 2 unit VTIS, Selat Lombok sebanyak 2 VTIS, dan 22 unit dipasang khusus di selat Malaka.

Pemasangan VTIS terbanyak di Selat Malaka diharapkan menjangkau semua wilayah selat tersibuk di kawasan Asia Tenggara itu. Pemasangan VTIS dimulai dari pulau Sabang sampai Pulau Karimata, Bangka Belitung.

Sesuai kesepakatan tiga negara, Selat Malaka yang menjadi pusat lalu lintas kapal internasional dimiliki oleh lintas tiga negara yang menaunginya, yakni Singapura, Malaysia dan Indonesia.

Sampai saat ini, Singapura telah membangun dan mengopersikan VTIS melalui Port Operation Control Center (POCC) di Otoritas Maritim dan Pelabuhan Singapura (Maritime and Port Authority/MPA).

Data Departemen Perhubungan dari rekaman Vessel Traffic Information System (VTIS) khusus di Selat Malaka menyebutkan setidaknya terjadi 650 call per hari dengan ukuran besar kapal mencapai 300.000 GT. "Di Selat Sunda lalu lintas kapal sekitar 200 kapal dan Lombok 100 kapal,"tambah Yuri.

Kedaulatan RI

Dia mengungkapkan International Maritime Organization (IMO) telah menetapkan Selat Sunda dan Selat Lombok sebagai Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yang masuk dalam lalu lintas internasional. "Kapal asing boleh melintas, tapi selat itu masuk kedaulatan Indonesia".

Yuri mengakui pemantauan kapal di tiga selat itu masih dilakukan secara manual menggunakan fasilitas radio pantai dan pengamatan.

Selama ini, sebagian kapal siluman militer dan kapal niaga banyak yang lolos pemantauan sehingga mengkhawatirkan aspek keselamatan dan keamanan di tiga Selat utama itu.

Pembangunan stasiun-stasiun radar itu merupakan bagian dari pemenuhan tuntutan internasional berdasarkan amandemen konvesi Solas (Safety of Life at Sea) pada 2002 pasal V aturan ke-19 tentang keperluan peralatan dan sistem navigasi pelayaran kapal.

Yuri menjelaskan masalah utama dari pembangunan sistem Navigasi itu adalah biaya perawatan yang besar.

Sumber: Bisnis Indonesia (29 Februari 2008)