"Desakan percepatan liberalisasi penerbangan bagus kalau implementasinya tetap berdasarkan perjanjian kerjasama bilateral, asas resiprokal dan fairness," kata Dirjen Perhubungan Udara Dephub Budhi M suyitno kepada Investor Daily, selasa (19/2).

seperti diberitakan Investor Daily, senin (18/2), Direktur International Air Transport Association (IATA) Giovani Besignani telah mendesak pemerintah negara-negara Asia untuk mempercepat implementasi open sky Asean. Sebab, hal itu diyakini akan mendorong kompetisi diantara maskapai penerbangan.

Sementara itu, Corporate Communication and Public Relations Lion Air Hasyim Arsal Alhasbi berharap, pemerintah Indonesia tidak perlu mempercepat liberalisasi penerbangan. Sebaliknya dia meminta pemerintah tetap berpegang pada kesepakatan awal, yakni liberalisasi penerbangan dibuka penuh pada 2015.

Kalau melihat kesiapan industri penerbangan dalam negeri, saya kira lebih baik ikuti saja kesepakatan pembukaan liberalisasi penerbangan pada tahun 2015, tidak usah dipercepat,"kata Hasyim.

Namun demikian, Hasyim mengatakan, pihaknya menyerahkan sepenuhnya keputusan percepatan open sky kepada pemerintah, dalam hal ini Dephub.

Saya yakin Dephub yang memiliki tim litbang yang mumpuni akan mampu mengukur kemampuan industri dalam negeri dalam mengadapi liberalisasi penerbangan, sehingga tidak akan ada keputusan yang justru merugikan maskapai penerbangan nasional," papar dia.

Implementing Protocol

Direktur Angkutan Udara Ditjen Perhubungan Udara Dephub Tri S Sunoko sebelumnya menjelaskan, batas waktu implementasi liberalisasi penerbangan, khususnya antar negara anggota Asean sampai tahun pada 2015. Sebelum batas waktu tersebut, setiap negara anggota Asean bisa menunda pemberlakuan liberalisasi."Jadi, liberalisasi itu bisa mulai diterapkan pada 2009 namun minus negara yang belum siap,"jelas dia.

Menurut Tri, semua negara anggota Asean telah menandatangani kesepakatan liberalisasi penerbangan. Namun, hal itu hanya semacam payung hukum dan hanya akan efektif bila negara anggota bersangkutan telah menandatangani implementing protocol sebagai tanda keikutsertaan secara resmi pada implementasi open sky.

Tri mengungkapkan, kemungkinan Indonesia belum akan menandatangani implementing protocol karena mempertimbangkan kesiapan infrastruktur dan operator penerbangan dalam negeri. Persiapan itu, kata Tri, sangat penting agar pada saat pemberlakuan open sky nanti maskapai Indonesia tetap bisa bersaing dan tidak hanya jadi penonton.

"Cuma kita harus ingat, kalau tidak bersiap dari sekarang, pada tahun 2015 nanti, open sky tidak bisa lagi ditolak,"jelas dia.

Sementara itu, pakar hukum penerbangan Kamis Martono mengatakan, implementasi open sky di dalam negeri harus diatur melalui petunjuk pelaksanaan dalam bentuk peraturan presidem (Perpres). "Kalau aturan itu belum ada, implementasi open sky tetap belum bisa dilaksanakan sekalipun implementing protocol sudah ditandatangani,"Tambah dia.

SUMBER: Daily Investor, 20 Februari 2008