Direktur Sertifikasi Kelaikan Udara Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Dephub Yurlis Hasibuan memaparkan, pemanggilan tersebut tak hanya untuk meminta klarifikasi atas kecelakaan itu. Pihaknya juga akan mengevaluasi sistem keselamatan penerbangan yang dijalankan manajemen Sriwijaya Air. Mengingat, katanya, dalam setahun ini telah terjadi dua kasus kecelakaan terjadi yang melibatkan maskapai tersebut. ”Kita akan meminta mereka untuk melakukan evaluasi internal dan segera melakukan perbaikan. Kita juga akan meminta mereka memaparkan program-programnya ke depan tentang keselamatan penerbangan,” jelasnya saat dihubungi, Kamis (28/8) petang.

Yurlis menambahkan, sejauh ini Sriwijaya Air tergolong maskapai yang tak bermasalah. ”Untuk safety, Sriwijaya masih dalam batas-batas standar,” ujarnya. Dalam daftar pemeringkatan maskapai yang dirilis Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, posisi Sriwijaya Air saat ini masuk pada Kategori II. Pengkategorisasian itu sendiri didasarkan penilaian kinerja para operator penerbangan dalam kepatuhan pemenuhan regulasi, yang evaluasinya dilakukan rutin setiap tiga bulan.

Sebelumnya, terkait dengan kecelakaan itu pula, Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal langsung meminta Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) dan DSKU untuk melakukan penyelidikan langsung di lokasi kejadian. ”Kami sudah mengutus investigator KNKT dan DSKU untuk menyelidiki kecelakaan itu. Saat ini mereka masih bekerja, meneliti apa penyebabnya,” kata Menhub di Jakarta, Kamis siang.

Untuk diketahui, pesawat Boeing seri 200 adalah jenis pesawat yang direkomendasikan Menteri Perhubungan agar tidak lagi digunakan maskapai dalam negeri untuk mengangkut penumpang. Selain tergolong boros dalam penggunaan bahan bakar, pesawat ini juga terbilang pesawat tua yang usianya berkisar di atas 20 tahun.

”Dalam surat keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 5/2006 tentang Peremajaan Armada Pesawat Udara Kategori Transport untuk Angkutan Udara Penumpang, batasan usia pesawat juga disinggung. Maksimal usia pesawat yang diizinkan, 20 tahun,” lanjut Yurlis. Namun, lanjut dia, keputusan itu tidak serta merta mewajibkan maskapai untuk meng-grounded pesawat-pesawat mereka yang tergolong ”uzur” tersebut. ”Mengingat aspek ekonominya, ada toleransi yang kita berikan. Maskapai diizinkan untuk merevitalisasi pesawat mereka secara bertahap,” paparnya.

Merespons hal tersebut, manajemen Sriwijaya Air pada Kamis siang, di Jakarta, mengumumkan bahwa pihaknya akan melakukan revitalisasi dengan menambah lima unit pesawat baru jenis Boeing 737 seri 300 sebanyak tiga unit dan 400 sebanyak dua unit.

Vice President Sriwijaya Air Harwick Lahunduitan mengatakan, langkah tersebut dalam upaya pengantian pesawat jenis Boeing 737-200 sebagaimana direkomendasikan Dephub. Pesawat-pesawat tersebut akan disewa dari negera-negara tetangga Indonesia seperti Malaysia dan Thailand. ”Tiga dari lima pesawat tersebut akan datang bulan depan (September), dua unit yang seri 400 dan satu lagi seri 300. Selebihnya, menyusul tahun depan. Pesawat-pesawat itu akan kita gunakan untuk memperkuat angkutan lebaran,” kata Harwick.

Sedangkan untuk tahun 2009 nanti, lanjut Harwick, pihaknya juga akan melakukan penambahan pesawat baru yaitu tipe B737-800 yang rencananya akan didatangkan pada bulan April hingga Juni 2009. (DIP)