Menhub juga mengatakan, angin kencang dan gelombang serta palung laut sedalam 1.800 meter yang muncul di lokasi rawan tersebutlah yang menyebabkan kapal tersedot dan tenggelam dengan cepat.

Informasi yang diperolehnya dari kunjungan langsung ke Parepare pada Senin hingga Selasa lalu itu, dipaparkan langsung oleh Menhub kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika melakukan kunjungan ke Dinas Pekerjaan Umum Provinsi DKI Jakarta, Rabu (14/1).

Menurut Menhub, selain mencari korban dan bangkai kapal, serta menyelidiki penyebab kecelakaan tersebut, investigasi juga terfokus pada manifes penumpang kapal nahas itu. Kendati, menurutnya, menurut data awal tidak didapati kelebihan penumpang maupun beban kargo yang diangkut.

Namun, fakta terakhir di lapangan, telah muncul laporan adanya 103 nama korban hilang yang tidak terdapat dalam manifes. ”Laporan kehilangan 103 orang yang namanya tidak tercantum di dalam daftar penumpang akan diselidiki lebih lanjut,” jelas Menhub.

Kendati ada ratusan orang yang tidak tercatat dalam manifes itu, Menhub memastikan penyebab tenggelamnya KM Teratai Prima bukan karena faktor tersebut dan kelebihan muatan (overload).

Menanggapi laporan Menhub tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan agar proses investigasi penyebab tragedi yang dialami kapal milik PT Bunga Teratai Samarinda itu harus dilakukan menyeluruh.

”Jangan lunak kepada mereka-mereka yang lalai dalam tugas," ujar Presiden.

Presiden juga mengatakan, Menhub tidak perlu menunggu investigasi dan laporan dari Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) untuk sesegera mungkin memerintahkan pengecekan peralatan, termasuk sekoci dan pelampung di setiap kapal. "Jangan diberi izin berlayar sebelum (persyaratan ketersediaan peralatan penyelamatan) dipenuhi,” tegas Presiden.

KM Teratai tercatat merupakan kapal besi baja yang diproduksi CV Muji Rahayu Samarinda. Berdasarkan surat keterangan yang dikeluarkan PT Biro Klasifikasi Indonesia, KM Teratai dengan tonase kotor 747 gross ton memiliki daya angkut penumpang maksimal 300 orang, termasuk anak buah kapal. KM Teratai diketahui tenggelam di perairan Majene, Pare-pare, Sulawesi Barat, pada 11 Januari kemarin. Dari 267 orang penumpang dan awak, baru 39 orang yang telah ditemukan. Dua di antaranya ditemukan dalam keadaan tak lagi bernyawa. Sedangkan ratusan korban lainnya masih belum diketahui nasibnya.Kondisi cuaca yang buruk dan tekanan arus laut yang kuat, membuat fokus pencarian bangkai kapal bergeser ke arah selatan. Diperkirakan bangkai KM Teratai Prima terseret arus laut yang kuat ke arah tersebut.

Terkait hal itu, sampai saat ini, Menhub menegaskan seluruh Adpel dan Syahbandar di seluruh wilayah Indonesia tetap diminta memperhatikan informasi cuaca dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sebelum mengeluarkan izin berlayar. Terkait tentang nama-nama yang tidak terdata manifes, menurut Menhub, hal itu bisa terjadi karena masalah teknis seperti pembelian tiket melalui agen tidak menyebutkan sesuai nama penumpang.

Menhub juga mengungkapkan KM Teratai Prima yang merupakan jenis kapal kargo tidak ada masalah jika mengangkut penumpang sebatas stabilitas kapal terjaga. "Kargonya itu biasanya ditaruh di bawah untuk membuat stabil kapal. Artinya lebih baik," ucap Menhub ketika ditemui terpisah. (DIP)