Dalam maklumat tersebut, para Adpel dan Kakanpel dituntut untuk tidak berkompromi dan bersikap tegas dalam memberikan surat persetujuan izin berlayar bagi setiap kapal yang beroperasi di wilayahnya. ”Kalau ada kapal yang tidak memenuhi persyaratan berlayar, maka Adpel atau Kakanpel harus berani melarang kapal itu untuk berlayar,” tegas Dirjen Perhubungan Laut Sunaryo, dalam jumpa pers di Gedung Dephub, Jumat (16/1).

Syarat-syarat yang dimaksudkan tersebut, antara lain setiap kapal yang hendak berlayar harus laik laut dan memiliki peralatan penyelamat yang cukup dan sesuai dengan jumlah penumpang yang diangkut; radio komunikasi berfungsi baik; tidak melebihi kapasitas muat barang dan penumpang; serta tidak mengabaikan peringatan terhadap kondisi cuaca buruk.

Jika ada satu di antara syarat-syarat itu yang dilanggar, Sunaryo meminta Adpel dan Kakanpel untuk langsung menunda atau melarang kapal tersebut untuk berlayar. ”Jangan ada kompromi, karena ini terkait keselamatan nyawa penumpang. Kecelakaan memang takdir Tuhan, dan alam tidak bisa kita lawan, tetapi kita bisa melakukan antisipasi. Kita harus teap berusaha,” ungkapnya.

Jika kedapatan ada pejabat Adpel maupun Kakanpel yang mengeluarkan izin berlayar dengan mengabaikan syarat-syarat tersebut, maka ,”Berarti dia tidak mampu menjalankan tugasnya, dan saya tidak segan-segan untuk merekomendasikan yang bersangkutan untuk diganti atau dipecat,” tegas Sunaryo.

Atas dasar itulah, lanjut Sunaryo, operator pelabuhan tidak hanya berkewajiban sekadar melayani trayek dan menandatangani surat permohonan izin berlayar yang diajukan perusahaan pelayaran. ”Harus turun ke lapangan, jangan diam saja. Adpel dan Kakanpel harus memeriksa langsung apakah kapal itu sudah laik laut atau belum. Bagaimana kapasitas muatan dan kargonya, juga kondisi perlatan keselamatan kapal apakah sudah sesuai atau belum?” paparnya.

Menurut Sunaryo, kendatipun perusahaan maupun nakhoda kapal membuat surat pernyataan dan perjanjian akan menanggung segala risiko yang terjadi ketika ada persyaratan berlayar tidak terpenuhi, surat pernyataan dan perjanjian itu dinyatakan batal demi hukum. Tak hanya pejabat yang menyetujui perjanjian itu yang akan menerima sanksi, perusahaan pelayaran yang berspekulasi itu pun akan mendapatkan ganjaran serupa.

”Sesuai undang-undang Pelayaran No. 17/2008, tidak ada kompromi atau spekulasi dengan keselamatan. Negosisasi atau perjanjian apa pun antara Adpel dengan pemilik kapal, akan batal demi hukum. Karena perjanjian unsurnya harus halal, tetapi kalau mengabaikan standar keselamatan itu jelas melanggar undang-undang,” ujarnya. ”Kalau ada yang seperti itu Adpelnya dipecat, izin perusahannya akan kita bekukan atau kita cabut.”

Namun sebaliknya, ketika tidak ada alasan untuk menunda pelayaran atau sejauh kapal memnuhi persyaratan, maka tidak ada alasan penundaan pelayaran dilakukan. Terkait sering terjadinya ketidakcocokan antara fakta dan data manifes kapal ketika terjadi kecelakaan, terutama terkait data jumlah penumpang, Adpel juga diminta untuk proaktif melakukan antisipasi. Yakni melakukan pengecekan untuk menyesuaikan data manifes dan jumlah penumpang sebenarnya yang ada di atas kapal.

"Selama ini Adpel ditunjuk hanya untuk tanda tangan saja. Seharusnya Adpel tidak hanya menandatangani tapi juga dicek secara langsung," ujar Sunaryo. Menurut Sunaryo, catatan resmi penumpang atau manifes selalu menjadi polemik saat kecelakaan kapal terjadi. Meski manifes tersebut merupakan kewenangan nakhoda dan perusahaan pemilik kapal, dia meminta Adpel juga harus bertanggung jawab saat menyangkut keselamatan penumpang.

"Jadi kalau daftar manifest menyatakan 250 dan ternyata berbeda, maka akan dituduh memberikan keterangan palsu," tegasnya. Sunaryo kemudian melaporkan hasil peninjauannya terhadap tragedi KM Teratai Prima di Parepare. Menurutnya, kapasitas penumpang KM Teratai Prima adalah 500 penumpang, bukan 250 orang. Kapal rakitan tahun 1999 itu memiliki mesin berkapasitas 1.040 PK. Dia membantah kalau kapal memakai mesin 2x520 pk yang biasa digunakan mobil sehingga menjadi salah satu penyebab tenggelamnya kapal.

Kondisi kapal nahas itu sebelum berlayar, menurutnya, dalam kondisi baik. KM Teratai Prima yang telah beropasi selama 10 tahun melayani rutin rute parepare-Samarinda PP selama 4 kali dalam sebulan.  (DIP)